Taruna Merah Putih Minta Polda NTT Periksa Bupati Lembata dalam Kasus Awololong

by -1,141 views

Marianus Wilhelmus Lawe Wahang

JAKARTA, mediantt.com – Wakil Ketua Taruna Merah Putih, Marianus Wilhelmus Lawe Wahang, meminta aparat penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur segera memeriksa Bupati Kabupaten Lembata Eliaser Yentji Sunur.

Permintaan Wakil Ketua Taruna Merah Putih, organisasi sayap PDI Perjuangan kepada aparat penyidik Tipikor Polda NTT memeriksa Bupati Eliaser terkait kasus proyek mangkrak pembangunan proyek jembatan titian (jeti) dan fasilitas kuliner di Pulau Siput Awololong di Lembata tahun anggaran 2018 dengan pagu senilai Rp. 5.513.520.000.

“Berkas kasus proyek mangkrak Awololong sudah dilimpahkan Polda ke Kejaksaan Tinggi NTT. Namun, berkas kasus tersebut dikembalikan lagi ke Polda NTT. Ada sejumlah petunjuk pihak Kejaksaan NTT ke pihak penyidik Tipikir Polda. Salah satunya adalah memeriksa Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur,” jelas Lawe, sapaan Marianus Wilhelmus Lawe Wahang, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (10/6).

Menurut Lawe yang juga anggota grup Ata Lembata, komunitas Diaspora Lembata sedunia, sebagai aktivis Taruna Merah Putih dan putera asli Lembata, dia meminta Polda NTT segera memanggil dan memeriksa Bupati Eliaser agar kasus ini jangan digantung terus tanpa kepastian hukum.

Apalagi, tiga orang masing-masing Silvester Samun, pejabat pembuat komitmen, Abraham Yehezkibel Tsazaro, kontraktor pelaksana, dan Middo Arrianto Boru, konsultan perencana, konsultan pengawas proyek mangkrak tersebut, sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Presiden Jokowi sudah mengunjungi langsung Lembata pada 9 April lalu. Ada kerinduan agar kasus proyek mangkrak yang dikoruspi dari duit masyarakat miskin Lembata segera jelas. “Saya meminta Polda perlu segera memanggil Bupati Lembata Eliaser Yenjti Sunur sebagai pejabat yang bertanggungjawab atas proyek mangkrak itu. Apalagi proyek itu tak dibahas dengan DPRD. Berikut Kepala Dinas Pariwisata Apol Mayan selaku Kuasa Pengguna Anggaran,” tegas Lawe.

Petrus Bala Pattyona, SH, MH, CLA, pratisi hukum nasional asal Lembata juga menyoroti kasus proyek mangkrak Awololong. Pasalnya, menurut Pattyona, selain terkatung-katung penyelesaiannya, juga semakin gelap karena Silvester Samun, yang sudah ditetapkan tersangka malah mengajukan pensiun dini atas permintaan sendiri kepada Badan Kepegawaian Negara BKN).

Namun, Bala Pattyona meminta agar pihak BKN menolak usulan tersebut. Ia mengirim surat kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) agar menolak permohonan surat pensiun dini yang diajukan oleh Silvester Samun. Bahkan sebelumnya, Bupati Eliaser telah mengirimkan surat kepada Kepala BKN terkait pengajuan pensiun dini yang diajukan oleh Silvester Samun. Selain kepada Kepala BKN, ia juga mengirimkan surat kepada Komisi Aparatur Sipil Negara.

Bala Pattyona mengatakan, Silvester sudah ditetapkan Polda NTT sebagai tersangka korupsi proyek mangkrak Awololong. Meski menyandang status tersangka, Bupati Sunur mengangkat Silvester sebagai Kepala Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) Lembata.

“Saya sudah menyurati Kepala Badan Kepegawaian Negara. Intinya, memberi masukan kepada Kepala BKN agar menolak surat permohonan pensiun dini atas nama Silvester Samun. Surat itu bernomor 010/PBP/MMMPD/PBP/III/2021 tertanggal 8 Maret. Saya berharap agar Kepala BKN menolak surat permohonan bupati itu. Saya juga melanjutkan surat itu kepada Ketua Komisi ASN agar baik BKN dan Komisi ASN memperhatikan serius kasus ini,” kata Petrus Bala Pattyona dalam keterangan tertulis, Minggu (14/3).

Surat yang dilayangkan ke BKN itu merespons Surat Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur No.TUK 880/2719/BKD-PSDM/2020 tanggal 27 November 2020 tentang Persetujuan untuk proses Pensiun Dini atas nama Silvester Samun. Bala menyebutkan, mangkraknya proyek tersebut menyebabkan ruas jalan sangat buruk terutama di jalur Lewoleba menuju Lamalera, destinasi wisata internasional. “Sejak Lembata menjadi daerah otonom tahun 1999, kondisi ruas jalan di wilayah itu sangat buruk. Dalam beberapa kunjungan ke Lembata, saya punya kesan jalur jalan itu seperti kondisi jalan zaman penjajahan Jepang,” kata Bala Pattyona.

Bala Pattyona juga menjelaskan, saat ini Silvester Samun sedang menghadapi proses hukum dalam status sebagai tersangka tindak pidana korupsi di Polda NTT dan penyidikan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp6 miliar. Proyek mangkrak Awalolong telah dinyatakan P21 dan dalam waktu tidak lama lagi dan berkasnya akan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi NTT.

Kedua, hingga surat ini dibuat tersangka Silvester Samun belum ditahan meski berkas perkaranya sudah P21 dan siap dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi NTT. Silvester akan menjalani masa penahanan dan penghukuman yang panjang atas tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 2, Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang akan diputuskan oleh Majelis Hakim Tipikor Kupang.

Ketiga, meskipun surat permohonan pensiun dini dari Silvester disampaikan Bupati Lembata pada 25 November 2020, kemudian pada 27 November 2020 Bupati Lembata telah menyurati Kepala BKN bahwa Silvester sudah pensiun sejak 1 Januari 2021, tetapi pada 24 Februari 2021 Bupati Lembata mengangkat Silvester sebagai Kepala Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO).

Keempat, pada 24 Februari 2021 saat Bupati Lembata melantik Silvester Samun sebagai Kepala Dinas PPO, tentu tidak terlepas dari rekomendasi Komisi ASN. Padahal, rekomendasi Kepala Komisi ASN seharusnya tidak dikeluarkan karena Silvester Samun pada waktu itu dalam status tersangka tindak pidana korupsi di Polda NTT.

“Kami meminta Kepala Badan Kepegawaian Negara menolak permohonan pensiun dini Silvester Samun. Sesuai Pasal 238 ayat 3a Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2017 berbunyi, perintah berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditolak apabila sedang dalam proses peradilan karena diduga melakukan tindak pidana,” kata Bala Pattyona.

Menurutnya, informasi ini diberikan atas dasar keprihatinan atas keterbelakangan dan kerusakan yang terjadi di Lembata akibat ulah penyelenggara negara seperti Silvester Samun. Karena itu, Silvester tidak berhak memperoleh hak-hak pensiun dari negara seolah-olah proses pensiun dini berjalan normal.

“Padahal perbuatan yang bersangkutan telah merugikan keuangan negara dan penderitaan berkepanjangan yang dialami oleh masyarakat dan oleh karena permohonan pensiun dini Silvester tidak perlu diproses. Sambil menunggu putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kupang hingga berkekuatan hukum tetap dan pasti. Apabila pengadilan menyatakan yang bersangkutan bersalah dan dihukum walaupun hanya 1 (satu) hari saja, mohon tidak dikabulkan permohonan pensiun dini. Namun, apabila pengadilan menyatakan tidak bersalah maka permohonan pensiun dini dapat dikabulkan,” ujar Pattyona. (*/jdz)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *