Dermaga Lewoleba Tak Diurus, Warga Lembata Diaspora Surati Presiden

by -800 views

Dermaga Laut Lewoleba yang rusak belum juga diperbaiki oleh Pemda Lembata.

KUPANG, mediantt.com – Dermaga Laut Lewoleba sama sekali tidak terurus sejak dibangun tahun 1983; jauh sebelum Lembata menjadi kabupaten otonom, pisah dari Flores Timur. Kondisinya hari ini amat memprihatinkan. Dermaga tua itu tidak terurus, makin reyot dan tidak mendapat perhatian pemerintah dan DPRDLembata.

Karena keprihatinan dan kepedulian dengan dermaga tua itu, warga Lembata Diaspora di Jakarta, FX Bernard Limalaen Krova, berinisiatif menyurati Presiden Jokowi, dengan tembusan ke sejumlah menteri terkait untuk bisa memberi perhatian terhadap kondisi Dermaga Laut Lewoleba tersebut.

Surat itu dikirim ke laman https://www.lapor.go.id/laporan/detil/dermaga-laut-lewoleba.

“Menurut aplikasi sih katanya laporan (surat itu) telah terdisposisi ke Kantor Staf Presiden Republik Indonesia dan akan ditanggapi dalam lima hari kerja. Kita tunggu saja yah! Sementara laporan tentang antrian BBM di Lewoleba sedang dalam antrian menunggu verifikasi,” kata profesional di bidang Asuransi ini kepada mediantt.com, Kamis (18/2) malam.

“Saya atas nama pribadi dan masyarakat Kabupaten Lembata bersama ini memohon uluran tangan dan kebaikan hati Pemerintah Pusat Republik Indonesia, sudi memperhatikan kondisi dermaga laut Lewoleba yang terletak di wilayah Kabupaten Lembata,” begitu Nar Krova, sapaan akrabnya, membuka surat yang dialamatkan kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Perhubungan, Menteri Perekonomian dan Menteri BUMN Republik Indonesia.

Selanjutnya, alumnus Seminari Hokeng ini menulis; “Dermaga tua ini dibangun tahun 1983 jauh sebelum kabupaten ini (Lembata) otonomi sebagai kabupaten terpisah dari Flores Timur pada 12 Oktober 1999. Sepanjang 21 tahun lebih Kabupaten Lembata mandiri dan otonomi sebagai kabupaten, kondisi dermaga laut ini malahan menjadi semakin parah, reyot dan kurang mendapat perhatian dari Pemda Kabupaten Lembata”.

Padahal, lanjut Krova, dermaga tua ini menjadi urat nadi penyeberangan antara 4 pulau yaitu pulau Flores, pulau Adonara, pulau Solor dan pulau Alor. Dermaga ini merupakan sentral yang menghubungkan Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Alor karena posisinya yang berada di antara kedua kabupten tersebut.

“Bapak-bapak bisa perhatikan sendiri beberapa foto yang saya lampirkan. Kondisi pilar penopang dermaga hampir habis terkikis dan tampak sangat keropos. Bagian dek pelabuhan tampak lobang di sana-sini dan sangat membahayakan penumpang dan/atau pengunjung pelabuhan,” jelas putra Lamalera ini dalam suratnya.

Ia juga melaporkan dalam surat itu, “Masyarakat Kabupaten Lembata sudah sampai pada titik jenuh karena telah menyuarakan kondisi pelabuhan ini berkali-kali kepada Pemda Lembata juga kepada DPRD Lembata, namun suara masyarakat hampir tidak didengar dan diperhatikan”.

“Demikian disampaikan dan atas perhatian bapak-bapak, kami mengucapkan limpah terima kasih,” demikian akhir surat itu.

Cerdik Kelolah Pajak Sandar

Sebelumnya, misionaris di Jepang, Bruno Dasion SVD juga mengingatkan untuk mesti belajar secara arif dengan menyaksikan keadaan fisik menyedihkan bangunan dermaga Lewoleba. “Tidak perlu tampil sebagai sang adil untuk mempersalahkan siapapun. Harus ada penyadaran untuk belajar, bahwa kalau kita membangun sebuah bangunan, entah itu rumah tinggal, hotel, gedung perkantoran atau dermaga, dan lainnya, tidak cukup hanya dengan membangun, tetapi juga harus direncanakan perawatannya secara berkelanjutan,” kata Bruno Dasion.

Menurut dia, ini tentu membutuhkan biaya, yang harus ditabung juga secara periodik, teratur dan terkontrol baik. Katakan saja untuk merawat rumah diam pribadi, tentu saja setiap keluarga punya kesadaran untuk menabung. Untuk bangunan pemerintah, tentu saja ada perencanaan anggarannya. Dalam hal dermaga laut Lewoleba, perlu kecerdikan mengelolah pajak sandar kapal-motor, dan uang hasil pungutan biaya keluar-masuk pelabuhan, yang tentunya sudah diberlakukan sekian lama.

Seorang arsitek bangunan menasihatkan, menurut Pater Bruno, “membangun sebuah bangunan itu tidak cukup hanya dengan kombinasi semen, pasir, besi dan air. Seorang sungguh arsitek (ahli bangunan) kalau ia menyertakan rasa cinta untuk merawat hasil-hasil karya yang dirancang dan dibangunnya. Arsitek yang hanya membangun tanpa kehendak merawat, adalah seorang koruptor”.

Ia menambahkan, “Membangun sebuah dermaga pelabuhan laut yang super kuat, permamen dan bertahan untuk jangka waktu yang lama pun adalah jalan terbaik untuk menekan biaya pembangunan secara keseluruhan. Bayangkan saja kalau kita membangun sarana jalan, gedung, dermaga dan lainnya, yang tidak bertahan lama, dan setiap tahun harus keluarkan biaya untuk membangun hal yang sama-sama saja. Itu kan namanya jalan-jalan di tempat”. (jdz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *