PARA elite dan pesohor mestinya menjadi anutan. Mereka menebar inspirasi, bukan mengumbar provokasi. Akan tetapi, masih ada di antara mereka yang mempertontonkan ujar dan laku yang tidak pantas diikuti.
Publik, saat ini, sangat membutuhkan keteladanan para elite dan pesohor. Elite dan pesohor dibutuhkan sebagai patron dalam menghadapi pandemi covid-19. Pasalnya, grafik penularan dan penambahan kasus positif korona terus menanjak.
Grafik penambahan kasus covid-19 menanjak karena masyarakat mengabaikan protokol kesehatan.
Dalam dua hari terakhir, penambahan kasus positif covid-19 di atas 11.000. Penambahan kasus itu seakan-akan berlomba memecahkan rekor harian. Ironisnya, rekor harian tersebut justru bertambah pada saat vaksinasi dimulai.
Vaksinasi dimulai pada Rabu (13/1). Presiden Joko Widodo dan pesohor yang pertama menerima vaksin. Salah satu pesohor yang menerima vaksin ialah selebritas Raffi Ahmad. Ia divaksin di beranda depan Istana Merdeka, Jakarta.
Seusai mengikuti vaksinasi perdana, Raffi sempat menyampaikan pesan, meski sudah divaksin, tetap pakai masker dan mengikuti aturan protokol kesehatan.
Selang beberapa jam setelah vaksinasi, Raffi menghadiri sebuah pesta bersama teman-temannya. Dalam sebuah foto yang beredar di media sosial terlihat Raffi tidak mengenakan masker saat berfoto bersama.
Raffi tidak satu kata dengan perbuatannya. Padahal, ia menerima vaksin perdana dengan harapan perilakunya bisa diikuti. Perbuatannya malah jauh panggang dari api, meski kemudian ia meminta maaf dan pihak Istana memberikan teguran.
Lain lagi contoh yang diperlihatkan anggota DPR Ribka Tjiptaning. Ia lantang bersuara di Senayan bahwa dirinya memilih untuk didenda ketimbang divaksin.
Padahal, pemerintah sudah memutuskan vaksinasi gratis untuk seluruh rakyat. Alasan yang disampaikan Ribka Tjiptaning, anggota Fraksi PDIP, macam-macam.
Pertama, uji klinis vaksin Sinovac itu belum rampung, tapi sudah langsung impor dari Tiongkok. Kedua, terkait itu, jangan sampai ada kepentingan bisnis segelintir pencari rente di balik program vaksinasi covid-19 tersebut.
Anggota partai pendukung pemerintah itu lupa bahwa pemerintahan Jokowi harus bergerak cepat mendapatkan vaksin yang diburu oleh semua negara di planet ini.
Bangsa ini berkejaran dengan waktu yang setia berlari. Tuntutan kondisi ideal Ribka jelas tidak akan menolong bangsa ini keluar dari pandemi covid-19. Ribka bukanlah anggota Komisi IX DPR biasa.
Ia adalah seorang dokter dan pernah menjabat sebagai Ketua Komisi IX DPR. Ketika sangat lancar melontarkan kritik tentang bisnis vaksin, ia pun tentunya paham mengenai pasokan vaksin.
Ribka juga pasti paham, ketika seluruh dunia dilanda pandemi, maka pertimbangan tidak hanya aspek medis. Negara-negara berebut mengamankan pasokan masing-masing. Indonesia pasti akan ketinggalan jika menuruti kondisi ideal Ribka.
Pernyataan Ribka jelas-jelas kontraproduktif bagi kesuksesan program vaksinasi covid-19. Di kala angka pasien terus melonjak, ternyata ada elite yang malah membuat narasi kontra. Bisa-bisa hal ini dijadikan narasi pembenaran bagi awam untuk menolak vaksinasi.
Jika itu yang terjadi, tentu patut disesalkan. Ketika keteladanan sirna dari para elite dan pesohor, eloknya rakyat tetap disiplin.
Vaksinasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memutus mata rantai, bahkan mengakhiri pandemi covid-19, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. (e-mi)