DPRD NTT Minta Badan Pengelola Perbatasan NTT Harus Sensitif

by -288 views

KUPANG – Ada hal menarik dan unik saat rapat Komisi I DPRD NTT bersama mitranya Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Provinsi NTT, Satuan Polisi Pamong Praja NTT dan Biro Hukum Setda. Selain model rapat yang digelar secara pleno atau panel; substansi rapat seperti ini juga dimaksudkan agar masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tingkat Provinsi NTT bersama lembaga dewan dapat bersinergi dan saling mendukung dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan.

“Berbagai usulan yang disampaikan masing-masing OPD, kami di Komisi I akan membuat matriks sesuai prioritas dan kami akan deskripsikan sehingga memudahkan Komisi I dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTT,” tandas Ketua Komisi I DPRD NTT, Gabriel Abdi Kesuma Beri Bina, saat memimpin Rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Provinsi NTT tahun 2021 dan Kebijakan Umum Perubahan APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara Perubahan (KUPA PPAS Provinsi NTT tahun 2020 di ruang rapat Komisi I, Sabtu siang (22/8/2020).

Politisi Partai Gerindra NTT itu lebih lanjut meminta kepada mitra pemerintah agar mendesain program dan kegiatan yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat. “Mari belajar dari orang Jerman. Kalau mau bangun rumah yang utama rumah itu harus kuat bukan indah ornamennya. Mari bangun pemerintahan di daerah ini yang kuat; baru kita bicara tentang keindahan, kecantikan dan lain-lain. Lakukan cara berpemerintahan yang kuat sesuai regulasi yang ada. Buatlah yang terbaik untuk Pemprov NTT,” pinta Beri Bina.

Sekretaris Komisi I, Hironimus T. Banafanu, setelah mendengar penjelasan dari mitra pemerintah meminta kepada BPP NTT agar lebih sensitif dalam melihat keadaan masyarakat di wilayah perbatasan. “BPP Provinsi NTT harus memperhatikan keadaan masyarakat di kawasan perbatasan. Badan Perbatasan harus sensitif. Memang dana terbatas tapi perbatasan itu kan wajah Indonesia. Kalau anggaran kurang melalui kewenangan yang ada di Komisi I kita akan minta Banggar untuk tambah,” tandas Hironimus T. Banafanu.

Politisi PDI Perjuangan NTT ini memberi contoh nyata kehidupan masyarakat di Kecamatan Bikomi Nilulat Desa Haumeni Ana Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang merupakan daerah pemilihannya. “Salah satu contoh kehidupan masyarakat di Desa Haumeni Ana; daerah yang sangat dekat dengan Negara Timor Leste. Badan Perbatasan tolong perhatikan dan catat itu baik-baik. Kami dewan hanya bicara; bapak-bapak mereka kan eksekutor. Memang ini kerja perlu lintas sektor,” tandas Banafanu.

Pendapat senada diungkapkan anggota Komisi I DPRD NTT, Syaiful Sengaji, ST. “Dalam pandangan saya, pembangunan di kawasan perbatasan kurang diperhatikan. Padahal wilayah perbatasan adalah wajah Indonesia. Jadi ukuran keberhasilan pembangunan Indonesia salah satunya adalah keberhasilan pembangunan di perbatasan. Saya berharap komunikasi lintas sektor terkait perlu terus dibangun,” pinta Sengaji.

Anggota Komisi I lainnya Drs. Julius Uly, Drs. Johanes Mat Ngare; dan Stavanus Come Rihi mempertanyakan soal batas Kabupaten Kupang dan Kota Kupang khususnya di Nasipanaf Penfui dan aspirasi masyarakat Pulau Semau yang ingin bergabung ke Kota Kupang. “Kami ingin mendapatkan penjelasan dan progres penyelesaian batas khususnya yang ada di Nasipanaf Penfui Kupang,” ucap Mat Ngare.

Terhadap berbagai pertanyaan dan pernyataan yang dilontarkan Komisi I DPRD NTT, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPP NTT, Drs. Bertoldus Lalo, MM mengatakan, penegasan batas daerah termasuk yang ada di Nasipanaf Penfui sesungguhnya merupakan upaya dan kerja keras pemerintah khususnya BPP NTT untuk memastikan pelayanan tata kelola pemerintahan, pembangunan dan kemsyarakatan dapat berjalan dan dirasakan oleh masyarakat.

“Jika ada kepastian penegasan batas maka memudahkan pelayanan kepada masyarakat; baik pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lain sebagainya,” jelas Bertoldus.

Bertoldus yang juga Sekretaris BPP Provinsi NTT lebih lanjut menjelaskan, sesuai Permen 90 tahun 2019 maka BPP NTT memiliki program pengelolaan perbatasan; dengan kegiatan pelaksanaan kewilayahan perbatasan dan sub kegiatan yakni koordinasi dan sinkronisasi perbatasan.

Sedangkan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi NTT, Alexon Lumba, SH, MH mengajukan anggaran untuk tahun 2021 sebesar Rp 5 miliar. “Sedangkan khusus untuk anggaran perubahan tahun 2020 ini kami mengajukan Rp 500 juta untuk penyelesaian naskah akademik dan draf Peraturan Daerah (Perda) tentang Hak Kekayaan Intelektual Daerah NTT,” tandas Alexon Lumba. (valeri guru/jdz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *