LINDUNGI DIRI – Ibu-ibu dan anak-anak di Besipae melindungi diri di bawah pohon setelah rumahnya dibongkar oleh aparat gabungan, Selasa (18/8/2020). Foto: RadarNTT
KUPANG – Ekses kasus tanah di Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten TTS, kian rumit. Warga Besipare yang berusaha mempertahankan tanah miliknya, terpaksa diperlakukan tidak manusiawi. Bahkan ada tindakan represif yang dilakukan aparat terhadap warga Besipae tersebut, termasuk perusakan terhadap rumah warga.
Atas ulah tak manusiawi itu, kuasa hukum warga Besipae, Ahmad Bumi, SH, menurut rencana, Rabu (19/8) besok, akan melaporkan dugaan pengrusakan ini ke Polda NTT.
“Besok (Rabu, 19/8/20200) kami laporkan ke Polda NTT kasus pengrusakan rumah warga Besipae yang diduga dilakukan oleh anggota Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTT,” kata Ahmad Bumi seperti dikutip dari selatanIndonesia.com, Selasa (18/8/2020) malam.
Ahmad Bumi menjelaskan, siapapun yang terbukti melanggar hukum segera diproses sesuai hukum yang berlaku.
Selasaa malam, beredar undangan untuk kepada wartawan dari Firma Hukum ABP yang mengajak untuk meliput Laporan Polisi atas perusakan atau pembongkaran rumah milik warga di Besipae.
Dalam undangan yang diterima mediantt.com, disampaikan bahwa Laporan Polisi itu akan dilakukan pada Rabu, 19 Agustus 2020, pukul 11.00 Wita. Undangan tersebut ditandatangani oleh Ahmad Bumi, SH. dan Husni Kusuma Dinata, SH,MH selaku kuasa hukum.
Koordinator Aliansi Solidaritas Besipae, Fadly Anetong yang dihubungi menyebutkan, pada Selasa 18 Agustus 2020 tepatnya pukul 11.30 wita, terjadi lagi pengusiran yang dilakukan oleh aparat kepolisian (Brimob), TNI dan Satuan Polilsi Pamong Praja terhadap 29 Kepala Keluarga yang adalah warga Besipae dari tempat berkumpul pasca penggusuran/pembongkaran rumah.
“Pengusiran yang menggunakan tindakan represif dan kekerasan pun dilakukan oleh aparat gabungan. Masyarakat tetap bersih keras untuk tidak ingin keluar dari tempat mereka berkumpul karena belum ada penyelesaian yang jelas sehingga mereka mati-matian terus duduk diatas lahan mereka,” tegas Fadly.
Melihat sikap masyarakat seperti itu, jelas dia, beberapa orang anggota Brimob langsung menembakan senjata ke tanah sebanyak 3 kali sehingga mengeluarkan percikan api. “Setelah itu beberapa ibu diantaranya Yohana Bait, Mama Ester, dan anak-anak didorong menggunakan senjata untuk keluar,” ujar Fadly.
Fadly juga menjelaskan, tembakan tersebut untuk mengancam masyarakat yang tetap bertahan di lokasi itu untuk segera keluar atau berpindah dari tempat pengungsian mereka.
“Masyarakat yang terdiri dari anak-anak, pemuda, serta orang tua terkejut dan ketakutan mendegar bunyi tembakan dalam kerumunan. Tindakan tersebut membuat masyarakat bersama anak- anak sangat terganggu, ketakutan bahkan ada yang trauma dan menangis,” ujarnya.
Penembakan yang dilakukan oleh oknum anggota Brimob itu sempat diabadikan dalam video berdurasi kurang lebih 3 menit yang kini beredar luas di berbagai media sosial.
“Karena ketakutan, apalagi banyak anak kecil ada di lokasi, masyarakatpun beranjak mencari tempat pengungsian untuk mengamankan diri dari ancaman penembakan yang dilakukan oleh oknum anggota Brimob,” ujar Fadly. (*/jdz)