“Lompatan Besar” NTT Dalam Satu Dekade Kepemimpinan Lebu Raya

by -152 views

Oleh Wilson Boimau
ASN pada Biro Humas NTT

PETENIS Spanyol, Rafael Nadal, mendapat buah kesuksesan menjuarai turnamen Mutua Madrid Terbuka dengan meraih peringkat terbaru dalam Association of Tennis Proffesionals (ATP) tahun 2017. Kenaikan peringkat dari posisi lima ke posisi empat menjadi “lompatan besar” milik Borna Coric dalam 41 pekan.

Kata “lompatan besar” dalam meraih buah kesuksesan sebagaimana lead paragraf berita olahraga, sengaja penulis sajikan untuk menggambarkan arti kata “lompatan besar” sesuai judul opini di atas. Namun, “lompatan besar” berikut ini bukan dalam konteks berita olahraga, tapi “lompatan besar” diraih provinsi Nusa Tenggara Timur dalam satu dekade, dipimpin seorang Frans Lebu Raya, Gubernur Nusa Tenggara Timur.

Satu dekade kepemimpinan Gubernur Frans Lebu Raya, bersama pasangannya mantan Wakil Gubernur Esthon L. Foenay (periode pertama) dan Wakil Gubernur Benny A. Litelnoni (periode kedua), telah menciptakan “lompatan besar”bagi perubahan daerah ini. Baik itu dari sisi pelayanan pemerintahan, pembangunan maupun sosial kemasyarakatan. Buah kesuksesan yang diraih tentu bagi kemajuan dan kesejahteran masyarakat, patut mensyukurinya.

Namun, semua itu sudah pasti tidak terlepas dari sumbangsih dan jasa-jasa tujuh Gubernur NTT sebelumnya yang telah meletakan pondasi bagi kelanjutan pembangunan di provinsi berbasis kepulauan ini. Sejalan dengan Undang-Undang (UU) nomor: 64 Tahun 1958 dan lahirnya Provinsi NTT, hasil pemekaran dari provinsi Sunda Kecil yang meliputi Bali dan Lombok (NTB).

Ketujuh Gubernur itu, W.J. Lalamentik (1958-1968), Brigadir Jenderal TNI, El Tari (1968-1978), Wang Suwandi,SH (1978), dr. Ben Mboy,MPH (1978-1988), dr. Hendrikus Fernandes (1988-1993), Mayor Jenderal TNI, Herman Musakabe (1993-1998) dan Pit Alexander Tallo,SH (1998-2008).

Seyogyanya sebagai warga Nusa Tenggara Timur, patut mengakui dan menerima kenyataan ini. Pasti bisa merasakan sendiri perubahan yang terjadi selama 10 tahun terakhir. Bidang apa saja yang telah mengalami “lompatan besar” menciptakan kemajuan. Jika ada yang tidak mengakui atas fakta yang terjadi, itu hal yang wajar. Tapi marilah belajar mensyukuri apa yang diberikan Tuhan melalui tangan-tangan orang yang selalu memberikan perhatian dan berpihak pada rakyat.

Bertepatan dengan usia ke 59 tahun, provinsi Nusa Tenggara Timur, 20 Desember 2017, tentu perlu merefleksi kembali terkait berbagai program yang telah dilaksanakan. Mungkin ada yang sukses atau terdapat kegagalan. Dengan begitu, program dan kegiatan pembangunan yang dirumuskan kedepan dalam kepemimpinan Gubernur NTT periode berikut bisa lagi membawa manfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

Bagi Gubernur Frans Lebu Raya, 10 tahun lamanya membangun Nusa Tenggara Timur, adalah hal yang membanggakan. Selama 10 tahun menelusuri seluruh pelosok desa, menjadi pengalaman berharga, pekerjaan mulia di mata Tuhan dan tak pernah terlupakan. Semua ini menjadi kenang-kenangan tersendiri terutama bagi Pak Gubernur dan Wakil Gubernur, Benny Litelnoni. juga kenang-kenangan bagi seluruh rakyat NTT.

Masa panjang satu dekade bersama rakyat membangun Nusa Tenggara Timur, memang ada yang belum tercapai tetapi ada juga sukses yang bisa diraih. Capaian sektor ekonomi tumbuh 5,18 persen di atas rata-rata nasional 5,02 persen (2016) serta terjaganya deflasi 0,8 persen telah membawa kemajuan bagi kesejahteraan rakyat. Adanya kemajuan ini telah memberikan dampak ikutan terutama kemiskinan diproyeksikan semakin menurun, kendati bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun.

Berdasarkan rilis yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) NTT pada 4 Desember 2017, pertumbuhan inflasi bulan November ke Desember 2017 (month to month/m to m), sebesar 0,73 persen. Rendahnya inflasi berkat kerja keras Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang langsung dipimpin Gubernur Frans Lebu Raya, dalam upaya mengendalikan harga barang.

Hal menggembirakan terjadi pula peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) NTT hingga Rp. 1,04 triliun bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2008 yang hanya Rp. 400 miliar.

Sejak Frans Lebu Raya, dilantik menjadi Gubernur NTT, 2008 lalu, posisi prosentase kemiskinan waktu itu cukup tinggi 27,58 persen. Atas dukungan sejumlah program unggulan, kemiskinan menurun drastis hingga pada posisi 20,41 persen (2012 dan 2013). Terjadi lagi penurunan prosentase kemiskinan menjadi 19,50 persen (2014) dan pada 2015 prosentase naik kembali jadi 22,85 persen, diakibatkan dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). Pada 2016, prosentase menurun 22,01 dan pada maret 2017, prosentase penduduk miskin di NTT, sebesar 21,85 persen atau sekitar 1.150,79 ribu orang.

Paling penting juga soal keberhasilan NTT dalam menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama selama satu dekade penuh. Para pejabat pemerintah Kalimantan Barat beserta Tokoh Agama, pernah bertandan ke NTT untuk belajar bagaimana membina kerukunan hidup antar umat beragama.

Di provinsi NTT, tidak pernah terjadi gesekan yang berarti. Konsenterasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan berjalan lancar dan sukses hingga kini. Tentu ini berkat adanya dukungan dan kerjasama yang terjalin baik dengan pihak TNI/Polri. Juga Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) dan masyarakat pada umumnya.

Terdapat sejumlah program pembangunan yang telah dilaksanakan selama dua periode kepemimpinan Gubernur Frans Lebu Raya. Diantaranya program enam tekad pemerintah provinsi (pemprov) NTT. Termasuk program Desa Mandiri Anggur Merah.

Melalui program kebijakan pro rakyat maka sejak tahun 2008 lalu, postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTT juga berpihak pada rakyat. Dirancang DPRD bersama pemprov NTT berdasarkan skema belanja publik lebih besar dari belanja aparatur.

Program pembangunan ala Gubernur Frans Lebu Raya, awalnya dan paling mendasar adalah pembangunan terpadu berbasis desa. Program ini sudah sejak Beliau dilantik pada 2008. program pemberdayaan masyarakat berbasis Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sehahtera (Anggur Merah) menjadi andalan NTT. Mulai tahun 2011, diluncurkannya program Desa Mandiri Anggur Merah, disertai bantuan dana, sebesar Rp. 250 juta untuk setiap desa dengan kegiatan usaha ekonomi produktif (UEP). Dikenal program ini sebagai model pemberdayaan masyarakat dengan pola investasi.

Tingkat pertumbuhan ekonomi di desa semakin membaik termasuk kesejahteraan masyarakat. Mengingat, di desa juga melaksanakan replikasi program anggur merah dengan nama program yang berbeda-beda tapi sasarannya pemberdayaan ekonomi dari pemerintah kabupaten, sebesar Rp. 250 juta. Bahkan data BPS NTT pada tahun 2015 mengklaim prosentase kemiskinan menurun terutama di tingkat pedesaan, berkat adanya program Desa Mandiri Anggur Merah.

Untuk sektor peternakan, awalnya tahun 1970-an NTT sangat dikenal sebagai gudang ternak. Lintas perdagangan NTT mengekspor ternak sapi hingga ke Hongkong. Namun perkembangan ternak sapi pada tahun-tahun berikut populasinya mulai berkurang. Semasa Gubernur Frans Lebu Raya, memimpin NTT pada 2008, kondisi ternak sapi di NTT tersisa 540 ribu ekor.

Dan dengan adanya tekad pemerintah provinsi, untuk menjadikan NTT sebagai provinsi ternak, kini populasi ternak sapi meningkat menjadi 965 ribu ekor. Program yang dilaksanakan dengan pola budidaya dan Siwab (sapi induk wajib bunting). Baik itu dengan cara alami maupun inseminasi buatan dan melarang pemotongan ternak sapi betina produktif serta membatasi dan mengatur pengiriman ke luar daerah.

Untuk cendana awalnya memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) NTT sebesar 70 hingga 80 persen. Waktu lalu terdapat Peraturan Daerah (Perda) nomor 16 Tahun 1986 tentang Pengelolaan Cendana. Perda tersebut, mengatur pohon cendana yang tumbuh di pekarangan rumah penduduk adalah milik pemerintah. Sehingga warga tidak mendapat bagian hasil dari cendana.

Tetapi saat ini Perda itu dicabut dan diganti dengan Perda yang baru, mengatur tentang hak masyarakat atas tanaman yang tumbuh diatas tanah mIlik sendiri, menjadi milik masyarakat. Untuk meningkatkan populasi tanaman cendana, dilakukan upaya konservasi dan budidaya.

Ada juga tekad NTT menjadi provinsi perikanan kelautan, mengingat luas laut NTT 200 ribu kilometer persegi (km2) dan luas darat 47 ribu km2. Upaya budidaya ikan dan rumput laut terus digalakan.

Untuk tekad menjadikan NTT sebagai provinsi koperasi, pemprov menyadari seluruh kegiatan usaha ekonomi masyarakat tidak cukup kuat posisi tawarnya manakala masyarakat berusaha sendiri-sendiri atau dilakukan secara perorangan.

Untuk mengangkat posisi tawar masyarakat maka dilaksanakan program yang memiliki wadah tempat berkumpul sekelompok orang dalam mengembangkan usaha, yaitu koperasi sebagai tekad pemprov NTT. Tekad ini sudah terwujud dengan adanya penghargaan dari Menteri Koperasi dan UKM RI. Mengapa harus koperasi? Tentu terkait dengan penguatan Ideologi Bangsa. Sebab, di dalam koperasi ada unsur gotong royong, bukan individualisme.

Tekad menjadikan NTT sebagai provinsi pariwisata, kian menunjukan progres berarti. NTT awalnya biasa disebut dengan “Nasib Tidak Tentu”, ada juga “Nanti Tuhan Tolong”, kini mulai berubah dengan jargon pariwisata “New Tourism Territory/NTT”. Istilah ini muncul saat Sail Komodo 2013, di Labuan Bajo.

Kemudian dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, menetapkan destinasi utama Labuan Bajo, di Manggarai Barat (NTT) sebagai salah satu “10 Bali Baru”. Binatang purbakala Komodo, di Labuan Bajo, masuk dalam 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Selain destinasi utama di Labuan Bajo, terdapat 14 destnasi lainnya di Nusa Tenggara Timur.

Pemprov NTT juga menyelenggarakan event tahunan berskala nasional bahkan internasional. Seperti, Tour de Flores I dan II, Parade 1001 Kuda Sandalwood (Sumba), Festival Tenun Ikat (Sumba) dan Tour di Timor (TdT). Semuanya dimaksudkan untuk menarik minat kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang dipatok sejumlah 1,5 juta orang setiap tahun. Enam tekad pemprov NTT ini dilaksanakan guna meningkatkan perekonomian masyarakat.

Pengembangan jagung menciptakan NTT sebagai provinsi jagung. Berdasarkan data produksi jagung terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Produkdi jagung pada tahun 2016, sebesar 686 ribu ton dan meningkat menjadi 806 ribu ton (2017), di atas lahan seluas 336 ribu hektar. Pemerintah terus melakukan penguatan pada pusat-pusat pembenihan melalui sumber benih di balai-balai benih dan pengembangan penangkaran benih untuk disebar ke penangkar-penangkar benih.

Pemerintah juga mendorong pengembangan tanaman jagung lewat intensifikasi bantuan benih, pupuk dan penanganan pasca panen. Serta peningkatan insentitas tanam untuk menanam di musim kering dan hal ini jarang terjadi. Selain itu, dikakukan integrasi di tanaman perkebunan dan kawasan hutan dengan dukungan peralatan berupa hand tracktor dan tracktor serta mesin pompa air.

Sederetan program pembangunan lainnya telah digulirkan. Diantaranya, Gerakan Makan Pangan Lokal, Gerakan Pulang Kampung, Gong Belajar, Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), sampai pada perjuangan untuk menjadikan NTT sebagai provinsi kepulauan secara yuridis yang masih dalam proses. Tak luput juga dalam kepemimpinan Beliau berhasil meraih predikat atau opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Atau penilaian profesional atas kewajaran dalam informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan.

Terkait Proyek Strategis Nasional (PSN), saat ini sementara berjalan. Bahkan ada yang sudah diresmikan Presiden Joko Widodo, yaitu Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain (Belu). PLBN Motamasin (Malaka) dan Wini (TTU) siap diresmikan Presiden RI. Juga tujuh bendungan di bangun di NTT. Bendungan Raknamo, siap diresmikan.

Sedangkan bendungan Rotiklot (Belu) dan Napun Gete (Sikka) sementara dikerjakan, menyusul bendungan Temef (TTS), Lambo, di Nagekeo, Wola Pare (SBD), Wae Bara (Sumba Timur). Diikuti jembatan Pancasila – Palmerah yang menghubungkan Larantuka dan Adonara, Flores Timur.

Bidang transportasi darat, laut dan udara sudah mengalami kemajuan pesat. Transportasi laut sesuai program Tol Laut Presiden Joko Widodo, telah dibangun 14 dermaga di sejumlah kabupaten. Demikian pula pembangunan jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten terkoneksi dengan lancar. Dan hal yang paling menonjol terkait dengan pembangunan bandara.

Semua orang sekarang bisa naik pesawat udara, karena di semua kabupaten sudah miliki bandara. Terdapat sekitar 3.000 hingga 7.000 orang per-hari yang bepergian dan transit di bandara El Tari Kupang. Nampak juga 10 sampai 15 pesawat bermalam di Aphroon bandara El Tari, Kupang. Ini kemajuan yang dicapai dalam bidang transportasi udara dengan jadual penerbangan yang padat hingga subuh.

Ini bebar- benar hasil pembangunan ala Frans Lebu Raya, dalam kepemimpinan dua periode, 2008-2013 dan 2013-2018. Membuat provinsi Nusa Tenggara Timur, bukan saja maju tapi menggeliat. Mudah-mudahan figur Gubernur NTT periode berikut sama menggeliat hasil pembangunannya. Selamat berpisah, Pak Frans. Kami tidak bisa melupakan jasa-jasa baikmu bagi negeri tercinta Flobamorata. (*)