Standarisasi Pelayanan Publik di NTT Masih Problematik

by -226 views

KUPANG – Ada problematika ketatalaksanaan yang dihadapi Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT saat ini, yaitu masih sedikitnya Standar Operasional Prosedur (SOP) di lingkungan perangkat daerah yang dijadikan rujukan untuk memahami teknis pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).

Hal ini terungkap dalam Pertemuan Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas) lingkup Pemprov NTT bertajuk “Reformasi Pengelolaan Sumberdaya Manusia (SdM) Aparatur, Prasyarat Tata Kelola Birokrasi yang Baik dan Sinergitas Peran Pemerintah Daerah Menuju Masyarakat Informasi” yang diselenggarakan Biro Humas Sekretariat Daerah, di Hotel Naka, Kupang, Selasa (19/9).

Hadir sebagai narasumber dalam pertemuan yang mengikutsertakan unsur kehumasan lingkup Pemprov NTT maupun TNI dan Polri, adalah Kepala Biro Organisasi Setda NTT, Ferdy Kapitan, dengan materi berjudul “Reformasi Birokrasi dalam Upaya Menciptakan Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih dan Transparan”, juga Kepala Biro Humas Setda NTT, Semuel D. Pakereng, dengan materi “Sinergitas Program dan Kegiatan Humas Pemerintah Daerah”. Pertemuan Bakohumas tersebut dipandu Kepala Bagian Hubungan Kelembagaan pada Biro Humas NTT, Lidya Dunga Poety.

Kepala Biro Organisasi, Ferdy Kapitan, mengatakan, jika dilihat dari indikator jumlah perangkat daerah yang SOP Administrasi Pemerintahannya telah ditetapkan dengan Peraturan Gubernur (Pergub), maka ada sembilan Biro di lingkup Setda NTT dan pada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) NTT, sedangkan perangkat daerah lain, SOP Administrasi Pemerintahannya belum ditetapkan.

Permasalahannya, sebut Kapitan, penyusunan dan penetapan SOP Administrasi Pemerintahan perangkat daerah yang belum optimal, karena adanya pemahaman yang bervariasi terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 tahun 2011 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPAN-RB) Nomor 35 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP Administrasi Pemerintahan.

“Dari pemahaman yang bervariasi itu maka solusinya diperlukan Peraturan Gubernur tentang petunjuk teknis penyusunan SOP Administrasi Pemerintahan lingkup Pemprov NTT, sehingga seluruh perangkat daerah dapat menyusun SOP administrasi Pemerintahan,” tuturnya.

Terkait Area Perubahan dalam upaya melakukan pembenahan birokrasi, telah ditetapkan acuannya pada Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi. Selanjutnya, lebih teknis diatur dalam PermenPAN-RB, nomor 37 tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah dan PermenPAN-RB, Nomor 11 tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019, jelas Ferdy Kapitan, sambil mengurai rencana aksi delapan area perubahan  yang harus dilaksanakan perangkat daerah.

Kedelapan area perubahan itu, diantaranya, pertama, pelayanan publik melalui pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat, Kedua, manajemen perubahan, yaitu terciptanya budaya kerja positif bagi birokrasi yang melayani, yaitu bersih dan akuntabel. Ketiga, pengawasan, yaitu meningkatnya penyelengaraan pemerintahan yang bebas KKN. Selanjutnya keempat, akuntabilitas, meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.

Kelima, kelembagaan, yaitu organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran. Keenam, tatalaksana, yaitu terciptanya prosedur kerja yang efektif dan efisien, terukur sesuai prinsip good governance. Ketujuh, sumberdaya manusia aparatur, yaitu SdM aparatur yang berintegritas, kompetan dan kapabel dan berkinerja tinggi serta terkhir adalah melalui peraturan perundang-undangan yang tidak tumpang-tindih.

Kepala Biro Organisasi juga menguraikan soal kepatuhan dalam memberikan pelayanan publik terkait tatalaksana birokrasi di Provinsi NTT. Menurut dia, masih diperlukan upaya bersama untuk membenahi birokrasi di daerah. Kepatuhan masih relatif rendah, banyak ketentuan masih dilihat sebagai kewajiban, bukan sebuah kebutuhan.

“Jadi, ketidakpatuhan terhadap standar pelayanan publik bisa menimbulkan praktek maladministrasi. Karenanya kualitas pelayanan kita masih perlu dibenahi menuju pelayan yang mudah, murah, cepat dan berkualitas” tuturnya.

Menurut dia, ada capaian zona kepatuhan yang diraih Pemerintah Daerah di NTT, yaitu Kabupaten TTS, 89,36 – Provinsi NTT, 79,59, menyusul Kota Kupang 77,61, Kabupaten TTU 66,39 dan Kabupaten Kupang dengan zona kepatuhan 46,73. Sedangkan untuk Indeks Kepuasan Masyarakat dalam pelayanan publik secara keseluruhan berada di kategori baik dengan nilai 78,06.

Sementara itu, Kepala Biro Humas Semuel Pakereng, dalam pemaparannya, menjelaskan peran Hubungan Masyarakat (Humas) di Provinsi NTT harus tetap diperhatikan dengan berpedoman pada kode etik kehumasan dan kode etik jurnalistik.

Ia mengakui, tugas kehumasan sangat kompleks, yaitu terdapat tugas ke dalam (internal publik) dan tugas keluar (eksternal publik). Sementara tugas yang paling menonjol adalah kerjasama dengan media massa, diantaranya media nasional dan media lokal.

Selain itu, Biro Humas NTT dalam perannya menjalin komunikasi dengan seluruh perangkat daerah dituntut untuk mampu bersama-sama mempublikasikan semua program pemerintah provinsi NTT.

“Jadi yang berkaitan dengan publikasi seluruh program perangkat daerah adalah Dinas Kominfo NTT. Sedangkan Biro Humas menjalankan tugas sebagai juru bicara Gubernur, Wakil Gubernur dan Sekda NTT. Untuk informasi terkait kebijakan umum pemerintah daerah dapat kami sampaikan, untuk hal-hal teknis, kami berharap dapat dijelaskan oleh setiap perangkat daerah. Karenanya, kami mengajak kepada kita semua untuk dapat berpartisipasi mempublikasikan kegiatan pemerintahan, menjadikan media sebagai mitra utama” katanya. (hms/son)