Tangisan Matinya Demokrasi dan Kaum Minoritas di Indonesia

by -229 views

JAKARTA – Sidang penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sebenarnya suatu bentuk ujian terhadap kedewasaan bangsa Indonesia dalam menanggapi kebebasan alam berdemokrasi.

Seharusnya di alam demokrasi, setiap orang berhak untuk memilih dan dipilih menjadi pemimpin tanpa harus melihat kesukuan, ras, agama dan golongan seseorang. Ternyata demokrasi hanyalah bualan dan mimpi semata.

Hal ini tercermin dan sangat jelas terlihat ketika Pilkada DKI Jakarta 2017. Ada sekompok orang dengan bebasnya menyuarakan alirannya untuk membela pilihannya dan menghujat lawannya yang kebetulan kaum minoritas

Hakim telah menjatuhkan vonis selama 2 tahun terhadap kasus Ahok. Vonis ini terasa menyakitkan dan menyesakkan dada bagi pendukung Ahok. Ahok yang dinilai oleh rakyat Jakarta sebagai orang yang berjasa dan dekat dengan rakyatnya justru harus berakhir menjadi pesakitan dan dihukum selama 2 tahun penjara.

Ada yang salah dengan negeri Indonesia ini. Kasus Ahok merupakan martir bagi kaum minoritas di negeri Indonesia. Jakarta tidak akan pernah lagi bisa dipimpin oleh kaum minoritas. Karena kaum minoritas adalah kafir.

Ksus Ahok seakan menjelaskan bahwa kaum minoritas dilarang untuk menjadi pejabat di negeri Indonesia ini. Ini jelas tamparan yang sangat keras kepada orang-orang yang selama ini mendengungkan bahwa Indonesia adalah Demokrasi. Indonesia adalah negara plural dan hidupnya saling menghormati. Tidak ada SARA di Indonesia. Kasus Ahok mematikan seluruh cuitan itu. Kasus Ahok memastikan bahwa inilah wajah Indonesia sesungguhnya.

Jakarta adalah ibu kota Indonesia tetapi Jakarta seperti hanya milik segelintir orang yang memaksakan kehendak demi ketamakan dan kerakusan. Jakarta bukan hanya magnet bagi seluruh warga Indonesia untuk pergi dan bertarung mencari sesuap nasi. Jakarta merupakan wajah kerakusan, ketamakan, dan pusat perubahan ideologi bangsa Indonesia.

Tangisan warga langsung pecah begitu majelis hakim memutuskan menghukum Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok) 2 tahun penjara. Tarian poco-poco yang tadinya dipersiapkan sebagai bentuk sukacita berganti dengan tangisan oleh karena salah seorang terbaik putra Indonesia harus di penjara oleh karena ketidakadilan.

Ahok memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tetapi Ahok sendiri akhirnya merasakan ketidakadilan tersebut. Ahok harus berakhir di palu hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto.

Raut sedih dan kecewa terlihat dari massa pro Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas vonis majelis hakim. Massa terlihat sedih dan menangis atas vonis itu. Ada yang menangis terisak. Raut sedih tak bisa ditutupi. Massa terdiam di lokasi.

Tangisan warga bukan hanya menangisi Ahok yang telah menjadi martir untuk membela rakyat dari penindasan pejabat dinegeri ini. Tangisan warga adalah tangisan bahwa mereka sudah jelas akan semakin tertindas dan terpinggirkan kembali.

Orang yang selama ini telah berdiri tegak menentang kaum penguasa kini sudah di vonis selama 2 tahun dan dipenjara.

Dilain sisi ada orang-orang yang merasa sukacita luar biasa. Usai vonis dibacakan, beberapa di antaranya meneriakkan takbir, Takbirrrrrrrrrrrrrrrrrr……………….

Ahok selama ini yang memang dipantau untuk dijatuhkan oleh lawan-lawannya. Akhirnya Ahok kalah, tetapi kekalahan Ahok bukan karena korupsi, bukan karena makan uang rakyat, makan uang e-ktp, bukan karena chat mesum, bukan karena kasus BLBI, bukan karena kasus Hambalang tetapi karena kasus tuduhan penistaan agama.

Mungkin Ahok kalah di pengadilan kali ini, tetapi usaha Ahok untuk tetap membuat tersenyum warganya akhirnya mengajukan banding. Banding adalah sebagai bentuk perlawanan Ahok kepada hukum yang sewenang-wenang menjatuhkan vonis kepadanya.

Bagi kaum sapi-sapian mungkin ini merupakan angin surga, karena sudah tidak ada lagi orang yang bisa mengganggu mereka. Ahok merupakan lawan terkuat yang selama ini mereka hadapi. Kejatuhan Ahok merupakan modal besar bagi mereka untuk bisa menjatuhkan orang yang lebih besar dari Ahok.

Jokowi Mulai Keras

Ahok telah divonis bersalah oleh hakim 2 tahun penjara. Agar hukuman itu langsung dirasakan, hakim memerintahkan agar Ahok langsung ditahan dan dijebloskan dipenjara. Pro-kontra atas vonis Ahok pasti akan terus berlansung. Namun bagi Presiden Jokowi, vonis untuk Ahok itu bisa membuatnya bebas dari belenggu. Mengapa?

Coba bayangkan jika Ahok divonis bebas. Para lawan-lawan Jokowi dengan dendam membara seperti Amin Rais, Din Syamsuddin, AA Gym, Rizieq dan siapapun akan menuduh Jokowi terus-menerus bahwa ia telah membela Ahok. Jokowi akan dituduh mengintervensi pengadilan. Jokowi akan dituduh sebagai pembela penista agama. Walaupun sebetulnya ia tidak seperti yang dituduhkan.

Lalu Rizieq, Buni Yani dan teman-temannya yang sekarang telah ditetapkan sebagai tersangka akan meminta hakim, agar juga divonis bebas dari kasus-kasus hukumnya. Jika demikian maka vonis bebas akan menjadi preseden buruk bagi penegakkan hukum di Indonesia. Hukum di negeri ini ke depan akan tetap buruk di mata rakyat dan di mata dunia.

Dengan adanya vonis atas Ahok, maka ke depan Jokowi akan mulai mengumandangkan revolusi hukum di Indonesia. Kasus-kasus kecil, menengah dan besar harus diproses dengan seadil-adilnya. Kasus E-KTP misalnya yang sekarang menyita perhatian publik dan melibatkan Setya Novanto harus diusut, disidang, diadili dan divonis para pelakunya.

Vonis Ahok 2 tahun penjara itu selalu ada hikmatnya. Memang Ahok harus menjadi korban kebiadaban politik. Namanya akan dikenang sepanjang sejarah sebagai gubernur hebat nan kontroversial di DKI Jakarta sekaligus gubernur penista agama yang membuatnya dikirim ke penjara. Ia selanjutnya disebut sebagai gubernur terpidana. Lalu apa pesan hebat vonis Ahok 9 Mei 2017 itu?

Pertama, fitnah keji yang dialamatkan kepada Jokowi bahwa dia membela Ahok akhirnya tidak terbukti. Jokowi sama sekali tidak membela Ahok. Dalam beberapa kali konferensi pers yang dilakukannya, Jokowi menegaskan tidak membela Ahok. Dengan bukti vonis Ahok sekarang, maka fitnah keji kepada Jokowi itu mentah.

Kedua, vonis hakim itu kepada Ahok adalah sinyal baik bagi hukum di Indonesia. Revolusi hukum telah mulai. Orang yang salah dihukum dan orang benar dibebaskan. Dan Jokowi ingin menghancurkan pandangan buruk atas hukum di Indonesia selama ini yang selalu dipermainkan. Sekarang saatnya hukum ditegakkan.

Ketiga, dengan adanya vonis penjara kepada Ahok, maka mereka-mereka yang telah menista agama, menghina suku lain, menghina presiden, menghina Pancasila akan menerima nasib yang sama. Mereka-mereka yang terbukti melakukan makar akan divonis oleh hakim dengan adil. Semuanya itu bertujuan untuk menyelamatkan negeri ini. Mereka akan dihukum oleh hakim dengan adil. Maka ke depan Rizieq, Buni Yani, Al-Khaththath, Ahmad Dhani, Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet dan siapapun yang telah dijadikan tersangka oleh kepolisian harus bersiap-siap divonis oleh hakim akibat perbuatan mereka.

Keempat, vonis penjara kepada Ahok memberikan pesan kepada siapapun yang hidup di negeri ini bahwa di masa Jokowi, hukum harus ditegakkan seadil-adilnya. Maka bagi mereka yang belum tersandung hukum, harus mulai hati-hati. Anies-Sandi yang telah ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang Pilkada DKI Jakarta, harus siap-siap mengikuti proses hukum atas kasus-kasus mereka. Jika mereka juga terbukti bersalah atas kasus-kasus hukumnya, mereka juga akan divonis oleh hakim.

Kelima, vonis penjara untuk Ahok itu menjadi senjata Jokowi untuk menegakkan hukum di negeri ini. Pembubaran dan pelarangan HTI mulai 8 Mei 2017 atau sehari sebelum vonis Ahok adalah tindakan keras dan tegas Jokowi untuk mempertahankan NKRI. Ke depan Jokowi akan terus garang, tegas dan fight untuk melawan ormas-ormas keagamaan yang menjadi duri dalam daging seperti FPI yang selama ini telah banyak meletupkan intoleransi di negeri ini.

Keenam, Ahok harus menerima nasibnya sebagai terpidana dan akan menjalankan hukuman penjara selama dua tahun. Dari fakta-fakta hukum yang telah dibacakan oleh hakim terbukti bahwa Ahok telah merendahkan Surat Al-Maidah ayat 51. Ayat ini adalah senjata utama kaum Muslim untuk tidak memilih pemimpin non-muslim memimpin mereka.

Jadi vonis kepada Ahok hari ini adalah era mulainya penegakkan hukum berkeadilan, era mulainya revolusi hukum, era mulainya menghormati keberadaan agama apapun di negeri ini dan era penyelamatan negeri ini dari kegaduhan yang telah menghabiskan banyak energi.

Setelah vonis penjara untuk Ahok, maka sekarang tibalah saatnya bagi Jokowi untuk kembali menata ulang kekuatannya tanpa terbelenggu lagi oleh Ahok. Jokowi kini bisa mulai fight dan melawan siapapun yang ingin mengkudeta dirinya, menyelamatkan NKRI dari rongrongan anti Pancasila dan meneruskan pembangunan infrastrukturnya.

Sementara itu bagi lawan-lawan Ahok yang juga telah berbuat hal yang sama seperti Rizieq Shihab dan telah menyandang status tersangka, siap-siap ketar-ketir menunggu vonis hukuman dari hakim. (seword.com)