Hak Angket Merusak Martabat DPR

by -151 views

JAKARTA – Penggunaan hak angket untuk menyelidiki rekaman pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kasus e-KTP dinilai dapat merusak martabat DPR. Meskipun secara hukum, DPR memang memiliki hak untuk menggulirkan hak angket, namun rakyat dinilai akan memihak KPK dan menolak upaya pelemahan lembaga tersebut.

“Ini akan menambah hancur martabat DPR, karena rakyat akan memperkuat dukungan terhadap KPK,” kata pengamat politik AS Hikam di Jakarta, kemarin.

Jumat (28/4), rapat paripurna DPR menyetujui penggunaan hak angket untuk menyelidiki rekaman pemeriksaan penyidik KPK terhadap eks anggota Komisi II Miryam Haryani.  Dari 10 fraksi di DPR, hanya Gerindra yang tegas menolak hak angket dan melakukan aksi walk out.

Usulan hak angket bermula dari pengakuan Miryam yang mengaku ditekan oleh sejumlah anggota DPR saat diperiksa KPK dalam perkara korupsi e-KTP. Diantaranya, oleh Aziz Syamsuddin, dan Masinton Pasaribu.

Kata Hikam, ada kesan hak angket DPR merupakan manuver politik upaya untuk mengganggu penyelidikan yang sedang dilakukan KPK. “Pada kasus e-KTP yang diperiksa KPK adalah oknum-oknum politisi DPR,” kata dia.

Hikam mengatakan, bisa saja DPR memanggil KPK dalam rapat dengar pendapat dan meminta penjelasan mengenai proses penanganan kasus e-KTP. “Ini akan lebih adil,  dan rakyat akan menilai apa yang dilakukan DPR dalam RDP, karena forum tersebut digelar secara terbuka,” kata dia.

Dikatakannya, keputusan DPR menggunakan hak angket menunjukkan kekuatan anti KPK yang salah satu tokohnya adalah Fahri Hamzah. “Dia menggunakan posisinya untuk menekan dan memperlemah KPK serta upaya pemberantasan korupsi,” katanya.

Partai politik yang mendukung hak angket tersebut, kata Hikam, telah mengkhianati salah satu amanat reformasi yakni pemberantasan korupsi. “Yang Paling memalukan adalah oknum-oknum PDIP yang ikut dalam kelompok tersebut,” katanya.

Mantan Menteri Riset dan Teknologi itu menyarankan agar pemerintah tidak mendukung manuver DPR yang disebutnya konyol tersebut. “Rakyat juga harus menolak hak angket,” katanya.

Harusnya juga, kata Hikam, presiden Joko Widodo meminta ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengevaluasi dan memecat anggota DPR dari partainya yang menjadi pendukung hak angket tersebut.  “Sebab eksistensi KPK adalah salah satu warisan politik yang paling baik dari presiden RI ke-5. Ulah oknum PDIP yang mendukung hak angket itu merupakan noda hitam bagi PDIP,” katanya.

Dalam rapat paripurna pengesahan hak angket, anggota Fraksi PDIP Masinton Pasaribu selaku salah satu pengusul melakukan interupsi dan dengan nada tinggi, menilai penolakan terhadap usulan hak angket merupakan politik munafik yang dilakukan anggota dewan.

Tantang KPK

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengklaim jumlah pengusul penggunaan hak angket terhadap KPK sudah memenuhi syarat yang diatur UU 17/2014 tentang MD3. Ia mengatakan sebelum dibawa ke rapat paripurna, jumlah pengusul itu sudah lebih dari 25 orang.

“Saya tidak tahu tambahan-tambahan barunya, tapi 25 atau 26 anggota sudah tandatangan,” ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (28/4).

Tak hanya itu, politikus PKS ini meminta agar publik memandang positif penggunaan hak angket. Sebab, kata dia, hak angket merupakan bagian dari hak bertanya untuk menyelidiki kebenaran yang tidak didapat dalam rapat komisi.  “Ini enggak ada akibatnya untuk KPK. KPK juga selalu bilang berani jujur hebat, kalau bersih kenapa risih, kan ini yang kami terapkan,” tutur Fahri.

Fahri mengatakan, jumlah 19 nama pengusul yang menandatangani telah bertambah sampai paripurna berlangsung. Penambahan itu terjadi usai pimpinan menggelar rapat terkait surat usulan hak angket dari Komisi III DPR.

“(Penambahan dari 19 ke 26) setelah kami usulkan, dari rapat pimpinan pertama tanggal 20 atau 21 April. Ada banyak lembarnya, karena  sepertinya disebar ke fraksi-fraksi,” ujar Fahri.

Ketua Komisi III Bambang Soesatyo menyebut surat usulan angket yang diteken dan diserahkannya kepada pimpinan DPR terdiri dari enam lembar. Artinya, kata dia, jumlah pengusul angket lebih dari 25 orang.

Pasal 199 ayat 1 pada UU 17/2014 MD3 mengatur, hak angket paling sedikit diusulkan 25 anggota DPR yang berasal lebih dari satu fraksi. Hak angket menjadi resmi apabila disetujui rapat paripurna yang dihadiri setengah dari anggota DPR.

Hingga kini, kata Fahri, lembaran tandatangan pengusul hak angket tengah berada di Sekretariat Jenderal DPR. “Karena masih mengumpulkan penandatanganan terakhir yang datang dari komisi-komisi selain Komisi III dan fraksi-fraksi lain,” katanya. (cnn/jdz)

Ket Foto : Pengusul hak angket menyebut tujuh indikasi ketidakpatuhan KPK, antara lain kelebihan pembayaran gaji pegawai dan informasi penanganan kasus yang kerap bocor.