KUPANG – Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) NTT, Ruth Diana Laiskodat, mengingatkan bahwa hasil temuan BPOM menunjukkan bahwa produksi pangan berupa jajanan seperti kerupuk, yang tengah beredar di masyarakat, mengandung boraks dan zat pewarna tekstil. Untuk itu, harus diwaspadai karena sangat berbahaya bagi kesehatan.
“Sesuai hasil pengujian sampling yang kami lakukan, bahan berbahaya ditemukan di kerupuk yang mengandung boraks dan pewarna tekstil, namun jajan yang lain masih aman,” jelas Ruth Diana Laiskodat kepada wartawan di Kupang, Rabu (12/10/2016).
Ia menjelaskan, BPOM terus melakukan pengujian dan sampling secara rutin terhadap produk jajajan kerupuk yang didapati mengandung bahan berbahaya, seperti boraks (bleng), formalin (pengawet mayat), dan pewarna tekstil (methanyl yellow). Apalagi, sebut dia, tingkat higienis dan sanitasi produksi pangan itu juga belum memenuhi standar.
“Hasil pengujian di laboratorium mikrobiologi, khususnya sanitasi dan higienis masih didapati bakteri kapang khamir pada jajanan,” tegasnya.
Menurut dia, BPOM mencatat sekitar 200 jenis penyakit timbul akibat mengkonsumsi makanan yang tidak aman dan tercemar. Sesuai data BPOM, pada 2015 terdapat sejumlah 47 kasus keracunan makanan. Jumlahnya mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 84 kasus.
Jenis makanan dengan kasus terbanyak pada olahan rumah tangga sebesar 36 persen, jasa boga sebesar 28 persen, pangan jajanan 26 persen dan pangan olahan industri serta pangan siap saji sebesar 6 persen.
“Keamanan makanan merupakan syarat penting yang harus dipenuhi sebagai syarat makanan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, baik hasil produk rumah tangga maupun industri olahan,” katanya, mengingatkan.
Jaga Kemanan Pangan
Ruth Laiskodat juga mengatakan, untuk memperingati Bulan Keamanan Pangan Nasional (BKPN), BPOM NTT mengelar kegiatan sadar pangan berbasis bahan pangan lokal yang melibatkan kelompok masyarakat, komunitas ibu rumah tangga, karang taruna dan guru.
“Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku komunitas tentang keamanan pangan serta melakukan pengawasan di setiap komunitas, sehingga menghasilkan keamaman pangan yang layak dan aman. Jadi, kami menerapkan pengetahuan dan kesadaran akan keamanan pangan yang layak dan aman bagi warga,” tegas Ruth Laiskodat.
Menurut dia, BPOM telah melakukan program insiatif terkait keamanan pangan yakni Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD) yang dilaksanakan di 12 desa/kelurahan di Kota Kupang dan Kabupaten Belu. “Telah terbentuk 60 kader keamanan pangan di tingkat desa/kelurahan. Pada 2016 sedang dilakukan GKPD di tiga desa di Ende dan telah terbentuk 52 kader,” ujarnya.
Seluruh rangkaian kegiatan tersebut dititik beratkan sebagai upaya atau tindakan untuk melindungi masyarakat dari pangan yang beresiko terhadap kesehatan, sekaligus mengkampanyekan budaya keamanan pangan. (*/rony)
Foto : Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) NTT, Ruth Diana Laiskodat.