Vatikan Restui Pengunduran Diri Uskup Maumere

by -221 views

MAUMERE – Pimpinan Gereja Katolik Sedunia di Vatikan, Italia, pekan lalu, telah menyetujui surat pengunduran diri Uskup Maumere, Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD.

Permohonan pengunduran diri merupakan tradisi bagi para pemimpin Gereja Katolik ketika mereka telah mencapai usia 75 tahun. Surat pengunduran diri dikirim Mgr. Kherubim pada bulan Januari 2016 melalui Duta Besar Vatikan di Jakarta.

“Sebutannya nunc pro tumc artinya permohonan telah dikabulkan. Ini berlaku sampai pada saatnya ada pengganti. Namun sejak ada persetujuan itu, saya masih menjalankan tugas sebagai uskup. Kalau dalam perjalanan saya meninggal maka dengan sendirinya diangkat administrator. Kalau belum, maka diproses sampai ada penggantinya,” kata Mgr.Kherubim, di Maumere, Selasa (27/9/2016) siang.

Sekadar tahu, tahun 2011 lalu, Mgr Kherubim Pareira merayakan 50 tahun hidup membiara, 40 tahun sebagai imam dan 25 tahun menjadi gembala umat dalam jabatan sebagai uskup.

Uskup Kherubim masuk novisiat Societas Verbi Divini (SVD) tahun 1961 sehingga tahun ini genap 50 tahun hidup membiara. Hari Senin tanggal 22 Agustus 2011, Uskup Kherubim merayakan panca windu imamatnya. Beliau ditahbiskan sebagai imam pada tanggal 22 Agustus 1971 di Lela, Kabupaten Sikka.

Pada tahun ini juga Uskup Kherubim merayakan pesta peraknya sebagai uskup. Kherubim diangkat Paus Yohanes Paulus II sebagai Uskup Wetebula, Sumba tanggal 25 April 1986. Pada tanggal 19 Januari 2008, Mgr. Kherubim diangkat Paus Benediktus XVI sebagai Uskup Maumere.

Ziarah panjang itu bisa bertahan hanya karena penyelenggaraan Tuhan semata. “Ini semua karena penyelenggaraan Tuhan. Kalau mengandalkan diri sendiri, saya tidak bertahan. Tuhan yang menguatkanku,” demikian Mgr. Kherubim Pareira. Banyak yang tidak tahu kalau beliau pernah menghadapi cobaan berat untuk hidup selibat.

Setelah ditahbiskan menjadi diakon, Uskup Gerulfus Kherubim mengakui pernah mengajukan pengunduran diri. Namun, berkat dorongan pembinanya, beliau bisa bertahan dan benar-benar merasa matang ketika diangkat menjadi Uskup Weetebula tahun 1986.

Hidup selibat, kata Uskup Kherubim, tidaklah mudah. Terutama karena hidup yang dijalani itu diyakini banyak orang menyalahi kodrat manusia. “Selibat itu berat. Kalau kaul kemiskinan, kita terlahir dari keluarga yang biasa hidup sederhana. Kaul ketaatan, kita sudah diajarkan disiplin itu di seminari. Tapi kemurnian selibat, itulah yang paling berat,” ungkap Uskup Kherubim.
Lalu apa rahasianya? Uskup Kherubim menyebut tentang doa. Doa, kata Uskup Kherubim, merupakan sumber kekuatan untuk tetap bertahan dalam panggilan imamat.

“Dalam setiap persoalan, doa selalu mengembalikan kita pada jalan yang benar. Dalam doa, Tuhan selalu memberikan penerang untuk bisa memecahkan persoalan yang kita hadapi setiap hari,” katanya.

Spesialis Psikologi Pendidikan dan Pedagogik dari Universitas Kepausan Salesian Roma (1973- 1974) dan alumnus Universitas Kepausan Antonianum Roma (1974-1976) ini menambahkan, motto imamat: Tuhanlah Kekuatanku, Madahku dan Keselamatanku (Mzm. 118: 14) selalu menjadi lilin penerang jalannya. “Motto ini tetap jadi jiwa panggilan hidup saya,” ujarnya.

Ketika diangkat sebagai uskup di Sumba, Mgr. Kherubim memilih motto: Ut Omnes Unum Sint atau Supaya Semua Orang Bersatu (Yoh 17:21). Motto ini lahir dari kenyataan masyarakat Sumba yang beraneka ragam, baik dari segi budaya maupun agama. Uskup pertama di Pulau Sumba itu mengaku, kesulitan pada awal karya misi di Sumba yakni kuranngnya tenaga imam pribumi. Kekurangan imam ini membuat imam-imam bekerja ekstra. Satu orang imam bahkan harus melayani tiga paroki dalam bentangan wilayah yang sangat luas.

Kehadiran putera kelima pasangan Yulius Aloysius Pareira dan Ibu Elisabeth da Iku Pareira sungguh membawa perubahan bagi keberadaan seminari Sinar Buana Sumba. Uskup Kherubim mendorong lahirnya banyak calon imam pribumi. Selain itu, beliau mengirimkan calon-calon imam pribumi studi di Seminari Ritapiret, Maumere.

Usaha awal perjalanan misi di Sumba, kata Uskup Gerulfus Kherubim, yakni menguatkan kapasitas pelayan. Sebab pada waktu itu, jumlah imam projo hanya dua orang. Sedangkan paroki berjumlah 13 buah, dengan jumlah umat Katolik 42. 000 jiwa. Imam-imam redemtoris belum bisa mememehuni kebutuhan pelayanan bagi para umat
yang jumlahnya begitu banyak hingga ke Sumbawa Besar. Untuk memenuhi pelayanan di paroki, Uskup Kherubim mendapat dukungan imam-imam Serikat Sabda Allah (SVD).

Jumlah umat di Keuskupan Weetabula selepas Uskup Kherubim pada tahun 2008 sebanyak 153.000 jiwa. Perkembangan itu sejalan dengan suburnya panggilan imamat di sana yang semakin hari semakin bertambah. Uskup Gerulfus juga telah mengundang banyak tarekat religius wanita dan laki-laki, yakni ADM, CSSR, CIJ, SVD, SDB, OCD, PRR, Alma dan berbagai tarekat yang lainnya untuk berkarya di Sumba. Kehadiran beberapa tarekat religius telah mendukung pelayanan imam-imam redemtoris yang sudah lebih awal berkarya di Sumba.

Sebagai seorang guru, Uskup Kherubim mengenang sejumlah orang penting hasil didikannya puluhan tahun lalu seperti Benny K Harman (anggota DPR RI), Joni Plate (pengusaha sukses di Jakarta),Uskup Ruteng, Mgr. Hubertus Leteng, Pr, Uskup Sorong, Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr, Romo Sipri Hormat di Ritapiret, Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dula. Didikan ketat di seminar Kisol, kata Uskup Kherubim, telah membentuk lulusannya sebagai manusia yang mandiri dan sukses dalam berbagai lapangan hidup.

Moment pancawindu imamatnya tahun ini, kata Mgr. Kherubim, merupakan kesempatan bersyukur karena bisa melalui beratnya pelayanan sebagai uskup dan imam. Beliau juga bersyukur dan berterima kasih terhadap orang-orang yang menyertai perjalanannya sebagai imam dan uskup selama puluhan tahun. (*/pk/jdz)

Ket Foto : Uskup Maumere, Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD membagikan hostia saat misa.