Jokowi Berburu Investor di Eropa

by -130 views

JAKARTA – Kunjungan Jokowi ke Eropa memang penting. Ini karena Jepang dan Amerika Serikat sedang jengkel kepada Indonesia, sementara dana dari Cina makin seret.

Jokowi kini sedang berburu investor di Eropa. Tujuannya adalah agar mereka mau berinvestasi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang sampai sekarang masih tak menentu. Sekaligus membantu pemerintah agar kondisi keuangannya tak kian dicekik defisit.

Dalam RAPBN-P 2016, pemerintah melakukan pemangkasan sebesar Rp 50 triliun. Sumber pemangkasan adalah belanja operasional dan pembelian barang yang tidak prioritas. Sementara itu pemerintah juga sedang memburu utang baru agar defisit anggaran tidak terus membengkak.

Sekarang ini minta bantuan ke Cina sudah tak gampang lagi. Ekonomi negara berpenduduk hampir 2 miliar ini sedang kedodoran. Pertumbuhannya terus melemah, sementara utang macet kian mengelembung. Pertumbuhan ekonomi Cina tahun lalu tercatat 6,9 persen atau terendah dalam 25 tahun terakhir.

Situasi tersebut tentu saja membuat perintah Indonesia waswas karena sudah terlanjur mengandalkan Cina sebagai sumber dana utama pembangunan infrastuktur. Apalagi, karena sudah demikian kasmaran pada Cina, pemerintah secara terang-terangan menyingkirkan Jepang sebagai rekanan utama.

Jepang sampai saat ini masih marah karena merasa dikibuli oleh pemerintah dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, sehingga digusur oleh Cina. Sumber kemarahan Jepang lainnya adalah keputusan pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Mahakam dengan Inpex (Jepang) dan Total (Perancis), dan pembatalan pembangunan terminal LNG terapung di Blok Masela yang dikelola oleh Inpex dan Shell (Amerika Serikat).

Jepang juga masih terheran-heran pada keputusan pemerintah Jokowi membatalkan pembangunan pelabuhan Cilamaya yang merupakan perluasan dari Tanjung Priok. Padahal, pada awalnya, justeru pemerintah Indonesia yang minta bantuan kepada Jepang untuk membangun pelabuhan tersebut. Lalu, ketika studi kelayakan yang dibuat oleh Jepang rampung, proyek dibatalkan karena ada pipa Pertamina di wilayah yang akan dijadikan pelabuhan. Sedangkan pihak Jepang tak diberi kesempatan untuk menjelaskan bagaimana mengatasi persoalan tersebut.

Sementara itu, Amerika Serikat tampaknya masih sulit menerima sikap Jokowi yang pernah menyatakan akan bergabung dengan Trans-Pacific Partnership (TPP). Setelah menyatakan hal tersebut, Jokowi malah merapat ke Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), yang merupakan alat Cina untuk memperkuat jaringan pendukung Jalur Sutra Modern sebagai saingan TPP.

Semua hal di atas tentu juga dimonitor oleh kedutaan-kedutaan besar negara Eropa di Jakarta sehingga tak mudah bagi Jokowi meyakinkan mereka akan diperlakukan dengan baik di Indonesia. Sekarang ini para pembuat pembangkit listrik di Eropa sedang kecewa berat gara-gara hampir seluruh proyek 35 ribu megawatt jatuh ke perusahaan Cina.

Maka tak aneh bila tahun ini pemerintah bakal terpaksa lebih agresif memburu utang di dalam dan luar negeri untuk menutup defisit anggaran. (indrev/jdz)

Foto : Presiden Jokowi dan Ibu Negara ketika meninggalkan tanah air untuk melakukan lawatan ke Eropa.