Duka nestapa kembali menyelimuti dunia tenaga kerja, khususnya yang bekerja di luar negeri. Pekan lalu, Folfina Abuk, TKI asal Desa Kota Foun, Kecamatan Biboki, TTU, meninggal di Malaysia. Jenazahnya telah dipulangkan, tapi ada kejanggalan besar. Tubuhnya penuh jahitan. Begitu dibuka, keluarga keget, organ tubuh, termasuk lidahnya tidak ada. Duh Dolfina, betapa tragis nasibmu.
DOLFINA Abuk (30) meninggal di Malaysia pada 7 April 2016. Jenazahnya tiba di kampung halamannya 9 April 2016 diantar oleh seorang polisi bersama agen. Karena ada kejanggalan, keluarga sepakat membuka peti jenazah. Dan, betapa kaget melihat dua jahitan di tubuhnya. Ada satu jahitan panjang mulai dari leher hingga bagian bawah kemaluan dan satu pada bagian belakang kepala.
Karena curiga, keluarga membuka jahitan itu dan melihat organ tubuh bagian dalam tak ada lagi termasuk lidahnya. ”Sebelum dikubur, kami menanyakan hal ini kepada agen dan polisi yang mengantarnya, tapi jawaban mereka putri telah diotopsi sebelum dikirim pulang,” kata ayah korban, Mikhael Bere Tay dan istrinya Yulitha Bete di kediaman mereka, Kamis (14/4).
Menurut Bere Tay, putrinya menjadi TKI dan bekerja di Malaysia sejak 19 Desember 2013. Namun pada 8 Maret 2016, masa kontraknya berakhir, sehingga majikannya mengantar dia ke agennya. Saat itu dia masih sempat telepon. Setelah itu, tidak ada kabar hingga tanggal 7 April 2016 egennya menelpon bahwa Dolfina sudah meninggal.
” Kami bersyukut jenazah anak kami bisa kembali di kuburkan di kampung halaman. Tapi kenapa organ dalamnya tidak ada lagi. Kami minta kasus ini diusut tuntas agar memberikan kepastian kepada keluarga,” tegasnya.
”Saya jadi curiga kenapa ko jenazah ini dari leher sampai bagian bawa alat kelaminnya penuh jahitan. Bukan hanya itu di bagian belakang kepalanya juga ada jahitan. Dan saat kami buka mulutnya lidah korban sudah tidak ada,” tambah bapak kecilnya, Fransiskus Tae.
Ia meminta agar pihak Nakertrans Kabupaten serius merespon kasus tersebut. ”Kami tidak mau kalau jenazah anak kami ini dibuat seperti ini,” tegasnya.
Kepala Desa Kota Foun, Fian Manek saat dihubungi melalui selulernya, mengaku sudah mendapat informasi dari keluarga korban. ”Saya sudah mendengar hal itu dari keluarga korban. Waktu itu saya sudah telepon pihak kepolisian untuk memeriksanya, tapi untuk kelanjutannya saya juga belum tahu karena saat ini saya lagi di Kefa,” ujarnya.
Bupati TTU Lapor Polisi
Mereaksi kasus Dolfina, Bupati TTU, Raymundus Sau Fernandes, bersama sejumlah pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) TTU, langsung mendatangi Kantor Kepolisian Resor setempat, usai menerima pengaduan dari keluarga besar Dolfina Abuk (30), mengenai kondisi jenazah Dolfina yang penuh dengan jahitan.
Bupati Ray mengatakan, setelah pihaknya mengambil alih kasus tersebut dari keluarga, ada dua hal yang akan dilaporkan ke polisi yakni keberangkatan Dolfina ke Malaysia secara ilegal dan dugaan hilangnya sejumlah organ tubuh tenaga kerja wanita (TKW) tersebut.
“Kita ke kantor polisi melalui jalur hukum yang ada di kita (Bagian Hukum Setda TTU) selanjutnya permintaan keluarga dan pemerintah daerah untuk kita memastikan bahwa Dolfina ini lengkap organ tubuhnya atau tidak. Karena itu hanya bisa dilakukan dengan membongkar kubur dan selanjutnya dilakukan visum atau otopsi dan tentunya itu akan dilaukan oleh polisi,” jelas Fernandes.
Dia mengatakan, perusahaan yang memberangkatkan Dolfina ke Malaysia harus bertanggung jawab.
Direktur Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum (PLBH) Timor, Magnus Kobesi yang mewakili keluarga Dolfina mengatakan, mereka melaporkan lima orang yakni tenaga lapangan yang mengajak dan menjemput Dolfina saat keberangkatan pertama ke perusahaan, koordinator cabang di Kefamenanu, Adi Sinaloe, Boy Moy, dan Dori (WNI yang berada di Malaysia).
“Mereka inilah yang mengatarpulaukan Dolfina dari Indonesia ke Malaysia sehingga kita laporkan mereka ke polisi. Biarlah polisi yang akan menindaklanjuti kasus ini,” kata Magnus.
Terkait dengan laporan itu, hingga kini pihak Kepolisian Resor TTU belum memberikan keterangan secara resmi soal laporan tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda NTT, AKBP Jules Abraham Abast mengatakan, akan segera mengecek laporan tersebut dari Polres TTU. Bupati Ray Fernandes bersama sejumlah pimpinan SKPD langsung masuk ke ruang kerja Kapolres TTU AKBP Robby M Samban.
Kepala Bagian Hukum Setda TTU Eddy Sinlaeloe bersama ayah kandung Dolfina Mikhael Berek Tae membuat laporan polisi di ruang Sentra Pelayanan Terpadu Polres TTU.
FMK Desak Otopsi Jenazah
Rabu (20/4), sejumlah organisasi yang terwadah dalam Forum Mahasiswa Katolik (FMK) di TTU menggelar aksi damai di halaman Polres TTU. Mereka mendesak Polres TTU melakukan otoupsi atas jazad Dolfina Abuk. Sebab, hampir seluruh tubuh Dolfina dipenuhi jahitan ketika diterima oleh pihak keluarga. Diduga kuat, organ tubuh Dolfina telah diambil untuk diperjual belikan.
“Kami minta Polres TTU segera otoupsi jazad Dolfina untuk bisa tahu apakah tewas murni atau ada hal lain,” kata salah stau mahasiswa, Naihati.
Kuasa hukum keluarga Dolfina, Magnus Kobesi, mengatakan, Kapolri segera mengambil langkah atas kasus itu, dan berkoordinasi dengan pemerintah Malaysia untuk segera mengusut kematian Dolfina yang dipenuhi dengan jahitan.
Selain itu, menurut Kobesi, keluarga juga meminta agar pemerintah Malaysia menemui majikan Dolfina untuk mencari tahu penyebab kematian korban. “Kami minta Kapolri bersikap dan segera menemui majikan Dolfina melalui pemerintah Malaysia untuk mencari tahu penyebab kematian Dolfina,” tegas Kobesi.
Menurutnya, keluarga menduga kematian Dolfina tidak wajar, sebab hampir seluruh tubuhnya dipenuhi jahitan. Kata dia, dengan dipenuhinya jahitan pada tubuh korban, keluarga menduga organ tubuh Dolfina telah diambil untuk diperjual belikan di Malaysia.
“Satu minggu sebelum Dolfina meninggal keluarga masih komunikasi dengannya,” kata Kobesi.
Ia menambahkan, keluarga juga mendesak agen yang merekrut Dolfina untuk ikut bertanggungjawab. “Sebab, sesuai kontrak, Dolfina dikontrak oleh perusahaan agar bekerja di Malaysia sejak tahun 2013 dan akan berakhir 2016. Kami minta agen dan perusahaan diperiksa dan mereka harus tanggungjawab karena kontraknya selesai 2016,” terang Kobesi. (che/jdz)
Foto : Ilustrasi