JAKARTA – Sejak satu dekade terakhir, pemerintah mulai merisaukan banyaknya regulasi di daerah yang justru menghambat pembangunan dan investasi. Satu era pemerintahan telah berlalu, masalah yang sama belum juga rampung terselesaikan. Presiden Joko Widodo dalam dialog publik bertema Membangun ekonomi yang berdaya saing, kemarin, menyebut saat ini masih ada 3.000 peraturan daerah penghambat investasi yang mesti dicabut. Kewenangan yang luas untuk menggali pajak daerah dan retribusi membuat pemerintah setempat cenderung kebablasan dalam menggembungkan pundi-pundi pendapatan asli daerah.
Pemerintah pusat harus berkejaran dengan produktivitas daerah dalam menerbitkan regulasi. Bukan tidak mungkin ketika satu perda bermasalah akhirnya dicabut, 10 lainnya terbit. Suatu pekerjaan yang tidak kunjung usai. Untuk mengatasi persoalan tersebut, mau tidak mau pemerintah pusat harus kerap memberikan pemahaman kepada daerah tentang koridor aturan yang benar. Jika perlu, siapkan pula sistem peringatan dini perda bermasalah. Begitu peraturan bermasalah muncul, pusat bisa seketika turun tangan membenahi. Namun, tidak hanya perda yang bermasalah. Secara keseluruhan terdapat 42 ribu aturan yang perlu dirampingkan. Aturan tersebut mencakup undang-undang, peraturan daerah, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan aturan lainnya.
Regulasi-regulasi bermasalah menciptakan jerat yang menahan laju pembangunan. Jerat tersebut membuat pembangunan infrastruktur dapat dikatakan sangat lamban selama satu dekade terakhir. Begitu peletakan batu pertama terlaksana, pembangunannya baru terealisasi bertahun-tahun kemudian. Investor tentu saja malas menanamkan modal di daerah dengan akses jalan yang sulit. Itu masih ditambah dengan pemberlakuan kegiatan ‘earth our’ secara paksa setiap hari karena keandalan listrik yang rendah. Semua akibat ketidaksigapan mengatasi persoalan dengan cepat. Hanya berkutat pada identifikasi masalah.
Respons yang lambat hampir pasti selalu menimbulkan masalah. Lihat saja kontroversi transportasi berbasis aplikasi daring yang kemudian memicu aksi anarkistis di Ibu Kota akibat tak kunjung diwadahi dengan regulasi. Undang-undang dan peraturan bukanlah kitab suci yang tidak bisa diubah. Mudah atau tidaknya, serta cepat atau lambatnya membenahi puluhan ribu aturan bergantung pada kemauan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan mitra legislatif mereka. Di situ pula pertumbuhan ekonomi nasional menggantungkan diri. Pihak eksekutif dan legislatif mesti komit membuat aturan main yang mendorong kemajuan ekonomi daerah secara lebih cepat.
Jangan lagi ungkapan ‘jika bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?’ justru lebih mengena ketika publik, termasuk investor, menilai layanan pemerintah. Gerak cepat dalam mengurai jerat aturan bakal tecermin pada laju pembangunan, khususnya infrastruktur. Dengan iklim usaha yang menyejukkan, pengoperasian usaha menjadi lebih efisien. Buntutnya, investor akan berdatangan tanpa harus diminta. (mi/edt/jdz)
Foto : Presiden Joko Widodo