Ribuan Peziarah di Larantuka Ikuti Prosesi Cium Tuan

by -245 views

LARANTUKA – Dua kapel yang menjadi sebagian simbol kota Larantuka, Nusa Tenggara Timur, Kapel Tuan Ma dan Kapel Tuan Ana didatangi ribuan umat Katholik, hari ini. Ritual pembukaan kapel oleh keturunan Kerajaan Larantuka pada hari yang disebut dengan Kamis Putih ini, tak hanya diisi dengan mengaji, namun juga sebuah tradisi bernama Cium Tuan.

Prosesi Cium Tuan Ma dan Cium Tuan Ana yang dilakukan sejak pukul 10.30 WITA itu dibuka dengan ibadah sabda. Didampingi Confreria atau sosok yang disebut-sebut sebagai Laskar Maria, Keturunan Raja Larantuka Don Lorenzo III yakni Don Andre III Martinus Diaz Viera de Godenho (DVG) membuka ritual Upacara Tuan Muda.

Upacara tersebut merupakan bentuk dari memudakan kembali patung Mater Dolorosa oleh para Confreria atau Pesadu yang telah disumpah.

Setelah Upacara Muda Tuan itulah pintu-pintu kapela kemudian dibuka dan umat Katholik yang datang diberikan kesempatan untuk bertatap muka dengan Mater Dolorosa.
Dalam bagian tradisi Semana Santa atau Pekan Suci di Larantuka, pertemuan umat dengan Mater Dolorosa yang telah setahun tak menampakan diri itu diartikan sebagai sebuah kunjungan devosional penuh tobat,ungkapan syukur dan harapan.

Ribuan jemaat bergilir untuk menunggu perjumpaan yang dianggap sebagai bentuk ungkapan kerinduan itu. Sebuah kecupan yang diberikan jemaat kepada Tuan Ma, yang disebut dengan Cium Tuan itu, menjadi penutup perjumpaan.

Sebelum para peziarah atau umat Katholik Larantuka menjejakkan tangga kapel, prosesi Cium Tuan Ma terlebih dulu dilakukan oleh Presidenti Confreria, Raja Ama Koten dan keluarga, Tuan Mardomu Pintu Tuan Ma dan para ketua suku-suku Semana dan Perangkat Kapela.

Di bawah teriknya panas matahari, deretan-deretan peziarah terus berdatangan ke kapel. Tak hanya dari warga Larantuka, namun para pendatang yang ingin merasakan wisata religi di kota yang punya julukan sebagai kota Reinha Rosari itu juga setia dan rela berpanasan demi mencium Tuan Ma.

Seperti yang diakui oleh Dwika Siswanto, 67, warga Parakan, Temanggung yang mengaku tak masalah terjemur matahari demi berjumpa dengan Mater Dolorosa. “Saya ke sini selain untuk ibadah, saya penasaran juga karena waktu ditayangin di televisi acaranya terasa sakral sekali,” kata Dwika yang sudah membeli paket perjalanan wisata religi di Larantuka sejak enam bulan lalu.

Kamis sore, pintu Kapel Tuan Ma dan Tuan Ana dipastikan akan tertutup sementara. Para peziarah bakal mengikuti misa Perjamuan Terakhir Yesus yang diadakan malam hari nanti di Gereja Kathedral Larantuka.

Rabu Trewa

Tradisi Semana Santa atau pekan suci Paskah di Larantuka, resmi dimulai setelah puluhan anak melakukan aksi seret seng di depan Kapela Tuhan Ma, usai kegiatan mengaji Tuan Mardomu Pintu Tuhan Ma dan Tuhan Ana, Rabu (23/3).
Ratusan jemaat Katolik dari Larantuka atau kota-kota lain mengikuti misa keagamaan sembahyang atau ibadat lamentasi pada hari yang juga dikenal sebagai Rabu Trewa ini. Lamentasi atau Ratapan Yeremia sendiri menjadi momen berdoa yang dilakukan dalam tiga ratapan.

Usai melakukan lamentasi, di Larantuka, lampu di Kapela Tuhan Ma dipadamkan dan peringatan Rabu Trewa disambung dengan aksi trewa. Trewa sendiri berarti bunyi-bunyian yang menjadi tanda masuk perkabungan Yesus selama Tri Hari Suci Paskah.

Anak-anak yang sudah berkumpul di depan pintu gerbang kapel langsung menyeret-nyeret lembaran seng bermacam ukuran yang sudah mereka siapkan dari rumah ke aspal di sepanjang jalan depan kapel. Mereka bolak-balik berlarian membuat kegaduhan sambil berteriak “Trewas…Trewas….”

Tak hanya dilakukan oleh kaum anak, trewa juga diikuti oleh remaja Larantuka. Mereka mengenakan sepatu lengkap dengan kaus kaki untuk menghindari terkena sabetan seng dari temannya. Aksi ini sendiri menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi peziarah ataupun wisatawan yang datang ke Larantuka selama Semana Santa digelar.

Kebanyakan dari anak-anak yang turun ke jalan di malam Rabu Trewa ini pun sudah hampir tiap tahun mengikuti trewa. Namun ternyata tidak semua dari mereka mengetahui sejarah dari aksi yang mereka lakukan itu. Seperti yang diakui oleh Dede Da Silva, 12, pelajar SMP Mater Infiolata.

“Kalau sejarahnya enggak tahu. Ikut ini cuma dapat serunya,” kata Dede. Dia sendiri mengaku pernah terluka pada bagian kaki setelah terkena seng, waktu mengikuti trewa saat masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar. “Pernah kena seng di kaki, tapi enggak begitu parah,” ujarnya.

Trewa sendiri diketahui sebagai mengenang bagian sejarah saat-saat ditangkap dan diaraknya Yesus sebelum kemudian disalib. Rabu Trewa menjadi awal kisah sengsara Yesus. Usai trewa digelar, Romo Ece Kleden dari Kathedral Larantuka didampingi confreria memberikan air berkat di sepanjang jalan antara Kapel Tuhan Ma menuju Kapel Tuhan Ana. (cnni/jk)

Foto : Peziarah menunggu Ibadah Sabda mencium Tuan Ma. Larantuka, NTT, Kamis, 24 Maret 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)