Sebaiknya Setop Menghambat Calon Perseorangan

by -163 views

JAKARTA – Politik dan semua produk turunannya mestinya selalu bervisi jangka panjang. Sangat tidak elok bila politik terjebak pada kepentingan sesaat. Namun, ironisnya itulah yang acap terjadi di negeri ini. Politik amat sering dimanfaatkan untuk menggapai tujuan-tujuan sempit dan jangka pendek tanpa memedulikan masa depan. Masalahnya politik jangka pendek identik dengan penghambaan pada kepentingan kelompok, bukan pada kepentingan publik. Politik pun makin menjauh dari tujuan mulianya untuk memberikan maslahat bagi rakyat.

Belakangan ini kita sedang disuguhi tontonan amat gamblang contoh sebuah manuver politik reaktif yang rela mengorbankan visi masa depan demi kepentingan sesaat. Sebuah pertunjukan akrobat yang tak sungkan mempertaruhkan kepentingan bangsa hanya untuk memenangi pertarungan politik di tingkat daerah.

Keinginan tiba-tiba sejumlah partai politik untuk menaikkan syarat dukungan bagi calon perseorangan di pilkada sebetulnya mudah ditebak. Langkah itu amat mungkin merupakan reaksi dari dinamika politik yang luar biasa setelah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memutuskan maju sebagai calon perseorangan pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017. Wacana revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada pun mereka gulirkan demi mengegolkan ‘target’ tersebut.

Tak perlu mata seorang ahli, dengan terang benderang publik bisa melihat gerakan para politikus di DPR itu lebih didasari nafsu menjegal seseorang ketimbang keinginan untuk menyempurnakan regulasi.

Dengan berbagai cara, publik membaca tujuan mereka hanya satu, yakni menghambat gerakan Ahok yang menurut mereka telah mengerdilkan peran parpol di kancah perpolitikan. Saking mudahnya ditebak, akrobat tanpa seni yang ditunjukkan sejumlah parpol itu pun, seperti biasa, tak mendapat respons positif dari masyarakat. Yang ada justru tentangan kuat karena para politikus pengusul revisi tersebut dianggap sedang menjauhkan jarak antara publik dan partai politik. Jarak antara keduanya yang sudah jauh malah akan kian jauh dengan polemik itu. Jika rencana revisi itu betul-betul dilaksanakan, bukan tidak mungkin akan jadi pintu masuk bagi kian tenggelamnya citra parpol di mata publik.

Amat disayangkan bila konsekuensi yang berat itu harus kita ambil hanya demi memuaskan nafsu politik sebagian kelompok yang merasa kepentingan mereka terganggu oleh majunya Ahok melalui jalur calon perseorangan itu. Sesuatu yang bahkan menurut Mahkamah Konstitusi sudah sesuai dengan konsep demokrasi deliberatif itu mestinya sama-sama dihormati, bukan malah diutak-utik untuk memenangkan kepentingan kelompok tertentu. Terminologi demokrasi deliberatif bermakna demokrasi yang bertujuan tercapainya aspirasi-aspirasi setiap pihak, baik individu maupun kelompok, tersalurkan dengan sempurna tanpa adanya intervensi atau campur tangan dari pihak lain.

Dengan spirit itu, sudah semestinya semua pihak saling menghormati. Keberadaan calon perseorangan di pilkada bukan untuk menggerus peran parpol dalam demokrasi politik kita. Karena itu, tidak seharusnya pula parpol resah dan punya keinginan mengebiri calon perseorangan. (*/mi/jk)

Foto : Gubernur DKI, Basuki Tjahya Purnama