Tidak Mau Digusur Paksa, Warga Kali Mati Ngamuk di DPRD Sikka

by -134 views

Maumere, mediantt.com – Warga Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Alok Timur, yang bertahun-tahun telah mendiami Bantaran Kali Mati, Senin (7/3),  mengamuk di Gedung DPRD dan Kantor Bupati Sikka. Pasalnya, mereka diminta untuk mengosongkan lahan milik pemerintah tersebut paling lambat hari itu juga. Jika tidak, maka pemerintah akan melakukan pembongkaran secara paksa.

Usai mengikuti rapat dengar pendapat bersama anggota dewan dan pemerintah, warga yang terdiri dari 53 kepala keluarga ini langsung melampiaskan kemarahan. Mereka berteriak-teriak dari depan ruang paripurna sampai ke halaman Kantor DPRD, menyampaikan tidak puas atas sikap pemerintah yang ngotot melakukan penggusuran. Mereka juga menyumpahi anggota dewan sebagai wakil rakyat yang dituding tidak berpeduli kepada rakyat yang sedang menderita.

Beberapa ibu yang sudah berusia manula, termasuk di antaranya ibu-ibu muda yang sedang menyusui bayi, berteriak histeris dari halaman Kantor DPRD Sikka. Mereka mendesak DPRD dan pemerintah memperpanjang waktu penggusuran hingga akhir tahun 2016. Sejumlah anggota DPRD Sikka hanya menyaksikan diam saja dari depan ruang paripurna.

Setelah puas melepaskan kemarahan, warga pun menuju Kantor Bupati Sikka yang letaknya hanya 100 meter dari Kantor DPRD. Mereka bermaksud menemui Bupati Sikka Yoseph Ansar Rera untuk menyampaikan permohonan tunda penggusuran. Sampai di Kantor Bupati, warga terus melampiaskan kemarahan. Dua orang utusan warga menemui Bupati Ansar Rera di ruang kerja, sementara sejumlah media tidak diizinkan masuk.

Sejak 2014

Rencana penggusuran 53 KK yang mendiami tanah pemerintah di Bantaran Kali Mati ini ternyata sudah diproses sejak tahun 2014. Proses ini mengalami penundaan berkali-kali karena warga setempat terus meminta permohonan tunda. Awalnya, pemerintah melalui Bagian Pemerintahan Umum telah meminta seluruh warga mengosongkan lahan pemerintah di lokasi Bantaran Kali Mati terhitung 31 Oktober 2015. Namun gagal direalisasikan karena warga meminta penundaan.

Mempertimbangkan permohonan warga, pemerintah pun bersepakat menunda sampai 7 Maret 2016. Kesepakatan itu pun dituangkan dalam berita Acara Penertiban tertanggal 26 Februari 2015 yang ditandatangani para pihak di Kantor Kelurahan Kota Baru.

Berselang sehari, pada 27 Februari 2015, warga melayangkan surat kepada Bupati Sikka untuk memohon penundaan penggusuran aset tanah pemerintah di Bantaran Kali Mati. Warga memohon penundaan sampai 30 April 2016 dengan alasan masih sangat membutuhkan lokasi tersebut mengingat banyak warga yang menempati lokasi itu adalah warga tidak mampu secara ekonomi. Apalagi mereka belum memiliki tempat tinggal atau pun lokasi lain yang merupakan milik sendiri.

“Sehingga kami memohon untuk memberikan kami waktu guna mencari dan menyiapkan bahan-bahan lokal untuk membangun rumah atau mencari kontrakan di tempat lain,” tulis 40 kepala keluarga dalam surat resmi kepada Bupati Sikka per tanggal 27 Februari 2015.

Pada Senin (29/2), Sekretaris Daerah Valentinus Sili Tupen mengeluarkan surat pemberitahuan kepada 53 KK untuk melaksanakan pembongkaran dan pengosongan secara sukarela paling lambat Senin (7/3). Surat ini dikeluarkan karena berdasarkan pemantauan pemerintah ternyata sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan, warga belum juga membongkar bangunan dan mengosongkan tanah yang telah ditempati tanpa izin yang sah.

“Untuk itu diberitahukan paling lambat 7 Maret 2016 Saudara-Saudari  telah melaksanakan pembongkaran dan pengosongan secara sukarela. Bila saudara-saudari tidak mengindahkan pemberitahuan ini maka akan dilakukan pembongkaran secara paksa oleh pemerintah daerah dibantu aparat keamanan negara,” tulis Sili Tupen.

Menyikapi kondisi ini, warga pun buru-buru meminta berdialog dengan DPRD Sikka guna membahas rencana penggusuran rumah warga di atas lahan milik pemerintah. Rapat dengar pendapat ini dipimpin Ketua DPRD Sikka Rafael Raga didampingi Wakil Ketua DPRD Stefabnus Say dan Donatus David.

Dari pemerintah hadir Sekda Valentinus Sili Tupen, Kabag Pemerintahan Umum Yoseph Benyamin, Camat Alok Timur Frando da Lopez, Lurah Kota Baru Erik Hermianus, dan Kasat Pol PP Feri Henriquez. Sebanyak 53 KK pun hadir, dan mereka diwakili dua orang juru bicara.

DPRD Silang Pendapat

Rapat dengar pendapat ini menelurkan silang pendapat antara sejumlah anggota DPRD Sikka terkait waktu penggusuran yang sudah ditentukan pemerintah. Sikap anggota DPRD Sikka pun terpecah menjadi dua, karena ada yang setuju dengan penggusuran pada 30 April 2016, namun ada yang meminta penundaan sampai Juni 2016, bahkan hingga akhir tahun 2016.

Sikap mendua ini mengesankan DPRD Sikka yang tidak konsisten dengan rekomendasi mereka melalui Komisi I agar pemerintah segera menertibkan aset-aset pemerintah yang dikuasai tanpa izin oleh warga, termasuk Bantaran Kali Mati.

Sementara itu, pemerintah sudah sedikit melunak dengan memberikan kesempatan penundaan hingga 30 April 2016 sesuai permintaan masyarakat. Setelah batas waktu itu, pemerintah masih memberikan kesempatan 7 hari untuk pengosongan, kemudian diperpanjang 5 hari. Setelah itu, jika warga masih belum mengosongkan secara sukarela, maka pemerintah akan mengosongkan secara paksa.

Akhirnya melalui berbagai pertimbangan, DPRD Sikka pun merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan eksekusi pada 30 April 2016 sesuai tahapan dan prosedural yang berlaku.

Bupati Sikka Yoseph Ansar Rera yang ditemui di lobi Kantor Bupati Sikka usai menerima utusan warga, mengatakan proses penggusuran akan tetap dilaksanakan. Masyarakat sudah siap mengosongkan lahan milik pemeintah itu pada 30 April 2016.

Ia menambahkan, proses pengosongan akan dilakukan secara bertahap, di mana terlebih dahulu masyarakat secara sukarela membongkar dan mengosongkan lahan tersebut. Setelah itu pemerintah masih memberikan waktu beberapa hari, sebelum dilakukan pengosongan secara paksa. (vicky da gomez)

Foto: Sejumlah warga yang selama ini menempati Bantaran Kali Mati di Kelurahan Kota Baru, Senin (7/3) mengamuk di Kantor DPRD Sikka karena rumah mereka akan digusur pemerintah.