JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana melakukan penyelidikan terkait dugaan adanya permufakatan jahat dalam skandal lobi PT. Freeport atau yang sering disebut skandal “Papa Minta Saham.”
Tak urung, langkah ini juga memunculkan reaksi positif mau pun negatif. Pihak yang merespons positif berharap, Kejagung bisa mengungkap praktek busuk dari tindakan bawah tangan Setya Novanto.
Ada pun reaksi negatif diwakili Fadli Zon, yang menyebut Jaksa Agung berkolaborasi dengan NasDem untuk mengintervensi kasus yang melibatkan sejawatnya, Setya Novanto.
Menanggapi polemik tersebut, anggota Komisi V DPR, Ahmad M Ali menyatakan dukungannya terhadap langkah kongkrit Jaksa Agung HM Prasetyo.
Politisi yang akrab disebut Mat Ali ini menilai, langkah Jaksa Agung akan menjawab keresahan publik terkait manuver Ketua DPR, Setya Novanto. Lengkapnya perangkat penyelidikan dan penuntutan yang dimiliki Kejagung, sekaligus bisa menutup kelemahan proses peradilan etika di MKD.
Keduanya bisa berjalan beriringan dalam upaya mengungkap peran korporasi yang berpotensi merugikan negara. “Tunggu apa lagi? Usut tuntas dan sikat habis. Jaksa Agung tinggal lengkapi dua alat bukti, bahwa Setnov (Setya Novanto) menyimpan itikad buruk, dan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Kemudian lengkapi dengan bukti lainnya, sudah cukup untuk menjerat pelaku papa minta saham,” tandas Mat Ali berapi-api.
Perihal tudingan Fadli Zon terkait adanya kolaborasi antara Kejagung dengan Partai NasDem dalam menangani kasus itu, Ahmad Ali membantahnya.Politisi asal Sulawesi Tengah ini menandaskan, bahwa langkah Kejaksaan Agung murni berorientasi pada kepentingan bangsa.
Itu sudah menjadi konstitusi Kejaksaan Agung untuk mengusut adanya dugaan penyalahgunaan jabatan demi kepentingan pribadi. Dalam hematnya, penegakan hukum tak bisa dikompromikan atas dasar kepentingan apapun.
Terlebih menurutnya, kasus “Papa Minta Saham” ini melibatkan para pengusaha besar dan orang-orang yang paling berkuasa di Indonesia. Justru sangat aneh jika Kejagung tak menindaklanjuti persoalan hukum yang sangat mendasar seperti itu.
Maka, tudingan Fadli Zon, menurut Mat Ali, tak lebih dari ekspresi kegalauan, karena kepentingannya bersama Setya Novanto dan rekan-rekan persekongkolannya mulai terancam. “Itu (Fadli Zon, Red) panik aja. Saya sarankan, Jaksa Agung maju terus, pantang mundur demi kepentinga bangsa,” tegas Mat Ali.
Sebagai informasi, pidana permufakatan jahat sendiri diatur dalam UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal 15 UU ini menjelaskan bahwa percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindakan korupsi tergolong sebagai tindakan memperkaya diri, atau korupsi.
Pelaku tindak pidana ini dibayangi ancaman penjara 20 tahun sebagaimana tertuang dalam pasal 2 UU terkait. Pasal-pasal itulah yang menjadi pijakan hukum Kejagung dalam mengusut dugaan pemufakatan jahat Setya Novanto. (suara pembaruan)