Menanti Janji KPK; Apakah Menahan Dira Tome atau Tidak!

by -142 views

Kupang, mediantt.com — Hari Jumat, diyakini publik sebagai momentum keramat bagi pejabat yang diperiksa oleh KPK. Sebab, fakta yang terjadi selama ini, pejabat yang menjalani pemeriksaan di KPK, selalu berakhir dengan penahanan. Karena itu, hari Jumat dianggap keramat di lembaga antirasuah itu. Nah, Jumat (21/8/2015) besok, Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi dana PLS tahun 2007 senilai Rp 77 miliar, diperiksa KPK. Apakah Dira Tome juga akan langsung ditahan usai diperiksa? Entahlah! Yang jelas, besok, mantan Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) NTT ini menjalani pemeriksaan di KPK.

Tiga pekan lalu, Ketua Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kombes Pol Hendrik Christian, mengatakan, penyidik KPK bakal kembali memeriksa mantan Kabid PLS Dinas P dan K NTT, Marthen Dira Tome, pada pertengahan Agustus 2015. Bupati Sabu Raijua ini akan diperiksa kembali terkait kasus dugaan korupsi dana PLS tahun 2007, yang menurut Kejaksaan Tinggi NTT dan KPK, telah merugikan negara sebesar Rp 59 miliar. Christian bahkan menegaskan,” Setelah periksa kita langsung tahan,” kata Kombes Hendrik, Minggu (2/8/2015), seperti dilansir sergapntt.com.

Saat itu, Marthen Dira Tome ketika dikonfirmasi sergapntt.com menyatakan siap diperiksa. “Ow hohohoho, saya siap sekali untuk diperiksa,” ujarnya. Ditanya apakah siap ditahan KPK, Dira Tome menjawab, “Ohh itu lebih bagus. Tidak masalah”.

Seperti dilansir Timor Express edisi Kamis (20/8), Dira Tome mengaku telah menerima surat panggilan dari penyidik KPK untuk diperiksa pada Jumat (21/8).

“Saya sudah dapat informasi itu. Nanti hari Jumat juga (diperiksa). Saya tidak dipanggil saja sudah ke sana (KPK). Apalagi dipanggil,” kata Marthen Dira Tome saat dikonfirmasi per telepon, Rabu (19/8) malam.

Menurut dia, sebagai warga negara, ia justeru mendorong KPK untuk mempercepat proses hukum terhadap dirinya dan membuktikan apa kesalahan yang telah dibuat. Sebab, secara pribadi, dirinya menilai penetapan dirinya sebagai tersangka sangat tidak beralasan.

“Memang kita harus jelaskan yang sebenarnya kepada penyidik dengan bukti-bukti yang kita miliki. Bagaimana mungkin mereka tahu kalau seseorang itu sakit kalau tidak pernah diperiksa. Ini kan yang terjadi dengan saya. Mereka menetapkan tersangka baru cari bukti. Ini yang salahnya disini dan kita akan luruskan di KPK nanti,” tandas Dira Tome.

Ia menandaskan, “Kalau dibilang penyalahgunaan wewenang, lalu saya sebagai apa? Bukan kepala dinas dan saya hanya Kabid. Apalagi saya bukan pejabat negara. Sehingga ini kesewenang-wenangan KPK. Dan jangan sampai ada muatan politis yang berlebihan di sana,” tegas Dira Tome. Jika kemungkinan terburuknya adalah ditahan, MDT juga mengaku siap dengan segala argumentasi bersama penasehat hukumnya. “Kita lihat saja nanti. Dan tentu saya akan konsultasikan dengan penasehat hukum juga,” tegas Dira Tome yang populer di Sabu Raijua dengan sapaan Ma Tade.

Ia juga mempertanyakan kerugian negara Rp 56 miliar yang disampaikan KPK, karena seluruh dana PLS itu telah disalurkan ke kelompok-kelompok binaan. “Silahkan tanya ke kelompok binaan, apakah menerima dana itu atau tidak. KPK silahkan buktikan,” katanya.

Dira Tome mengaku dituduh menyalahgunakan kewenangan, padahal apa yang dilakukan dirinya atas surat keputusan (SK) Kepala Dinas Pendidikan NTT yang kala itu dijabat Thobias Uly. “Saya menjalankan SK Kepala Dinas. Kewenangan mana yang saya salah gunakan,” ujarnya.

Dia justru menduga penyidik Kejaksaan Tinggi NTT mengganti Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dirinya saat kasus ini masih ditangani Kejati NTT, sebelum dilimpahkan ke KPK. “Saya akan luruskan kasus ini di KPK. Saya akan menjelaskan secara rinci dan sedetail mungkin proyek itu kepada KPK dalam pemeriksaan besok,” kata Dira Tome.

Lengkapi Berkas

Setelah mendapat surat panggilan dari KPK untuk diperiksa sebagai saksi, Thobias Uly, mantan Kepala Dinas PPO Provinsi NTT, langsung menggelar jumpa wartawan. Ia menyatakan siap memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana PLS.

“Saya sudah terima surat panggilan KPK sejak Rabu, 19 Agustus 2015. Surat panggilan itu tertanggal 14 Agustus 2015 yang ditandatangani atas nama pimpinan, Plh Direktur Penyidikan, Selaku Penyidik, Bambang Sukoco. Panggilan yang saya terima merupakan panggilan kedua, setelah beberapa bulan lalu saya dipanggil yaitu pada Desember 2014. Surat panggilan itu pada tanggal 22 Desember 2014. Jadi saya rencana berangkat ke Jakarta untuk memenuhi panggilan KPK,” kata Kadis Pertambangan dan Energi Provinsi NTT itu.

Ia menjelaskan, karena panggilan tersebut merupakan panggilan untuk memberikan keterangan yang kedua, tentu landasannya pada pemanggilan pertama. “Saya kira intinya untuk melengkapi dan penegasan-penegasan. Sehingga saya harus pergi ke sana,” jelasnya.

Menurut Thoby, pemeriksaan pertama bulan Desember 2014 lalu hanya memberikan klarifikasi mengenai hal-hal apa yang telah dilakukan dengan bukti-bukti yang telah tersaji di KPK. “KPK hanya minta klarifikasi mengenai dokumen dan kapasitas Kadis apa. Hanya diklarifikasi dan dibuat berita acara pemeriksaan (BAP). Jadi nanti dinamika disana tergantung pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan. Tapi yang jelas saya siap untuk hadir dan memberikan keterangan sebagai saksi,”tegasnya sembari mengaku belum membutuhkan pendampingan dalam hal ini kuasa hukum untuk mendampinginya di KPK saat memberikan keterangan.

Asal tahu, kasus dugaan korupsi dana PLS tahun 2007 senilai Rp 77 miliar itu, sempat mangkrak di tangan Kajati NTT, Mangihut Sinaga, karena kesulitan menemukan alat bukti yang konkrit.

Tapi anehnya, saat bersamaan kasus tersebut terus bergulir di Kejati NTT, hingga akhirnya diambil alih KPK. “Kami sangat kesulitan menemukan alat bukti yang konkrit untuk kasus PLS ini,” kata Mangihut Sinaga kepada wartawan, Senin (21/7/14).

Kasus ini pun pernah ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kupang dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2009. Tapi tidak ditemukan kerugian negara. Hanya saja, saat itu, baik Kejari maupun KPK tidak menetapkan status kasus ini, apakah dihentikan atau diteruskan ke tingkat pengadilan.

Ujungnya, Senin (15/9/14), KPK tiba-tiba datang ke Kupang dan mengambil alih penanganan kasus PLS dari Kejati NTT. Menurut KPK, ada kerugian negara sebesar Rp 59 miliar dalam kasus PLS. Hanya saja KPK tak menyebut darimana data kerugian negara itu. Apakah hasil penyelidikan KPK atau hasil tebak-tebakan KPK? (*/jdz)

Foto : Marthen Dira Tome.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *