Berada di Wilayah ‘Merah’, Pureman Butuh Perhatian Ekstra

by -134 views

Kalabahi, mediantt.com — Warga terutama anak-anak usia sekolah di Kecamatan Pureman, Kabupaten Alor sedang berada di wilayah ‘merah’ atau berbahaya, dan karena sistem sosial kemasyarakatannya sudah terpengaruh oleh Timor Leste. Apalagi, fasililitas publik di wilayah itu masih memprihatinkan. Karena itu, Pureman butuh perhatian ekstra dari pemerintah.

“Anak-anak di Pureman berada di daerah perbatasan. Berbahaya karena proses belajar mengajar setiap saat mereka lebih cenderung terpengaruh dengan media komunikasi Negara Timor Leste. “Ini sangat berbahaya. Bahkan dari TV, dan radio membuat anak-anak di Pureman lebih menguasai sistem pemerintahan Timor Leste dari pada Indonesia. Anak-anak juga lebih menguasai bahasa Tetun dari pada bahasa Indonesia,” tandas Wakil Ketua (Waket) I DPRD Alor, Yahuda Lanlu,SH kepada wartawan di Kantor DPRD Alor, Selasa (18/8/2015).

Dalam reses ke Kecamatan Pureman akhir pekan lalu, demikian Yahuda Lanlu, warga di Kecamatan Pureman meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) untuk membangun jembatan penghubung di kali Mademang. Sebab, di kali Mademang dengan lebar 50 meter itu, warga kesulitan menyeberangi saat banjir musim hujan.

Menurut Lanlu, pihaknya saat reses ke Pureman beberapa hari lalu, selain jembatan, warga juga meminta Pemkab Alor dalam hal Dinas Pendidikan dan Kebudayaan membangun gedung SMA. Sebab, di Kecamatan Pureman tidak ada gedung SMA, sehingga selama ini siswa di Pureman menggunakan kantor KUD sebagai tempat belajar. “Banyak anak-anak yang mau melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA tetapi gedung sekolah tidak ada. Selama ini mereka pakai kantor KUD sebagai tempat belajar,” katanya.

Yahuda menjelaskan, selain beberapa kesulitan diatas, Kecamatan Pureman juga merupakan kecamatan perbatasan yang berhubungan langsung dengan Negara Timor Leste. Kecamatan ini sangat strategis, yang mana dalam hubungan pelayaran Pureman ke Atauru melewati selat Ombay. Pelayaran ini lebih dekat karena hanya membutuhkan waktu hampir tiga jam, jika dibandingkan pelayaran Pureman ke Kota Kalabahi dengan waktu tempuh enam jam.

“Itu artinya bahwa dari pelayaran Pureman ke Atauru dengan waktu tempuh tiga jam dan dari Pureman ke Kota Kalabahi enam jam, ini menjadi salah satu alasan untuk diperhatikan penuh oleh Pemkab Alor. Karena sudah saatnya kita harus membangun fasilitas-fasilitas yang dapat membantu arus perdagangan. Seperti perdagangan hasil komoditi kemiri ke Atambua dan sebagainya,” jelas dia.

Mantan aktifis ini menjelaskan, di Pureman serta sebagian wilayah Alor Selatan yang ada di pesisir Pureman itu, letaknya sangat strategis serta punya hasil komoditi yang sangat luar biasa.

“PAD terbesar hanya di bagian pantai selatan, tapi sangat disayangkan sampai dengan saat ini belum ada sarana prasarana yang memadai, bahkan tambatan perahu di Mademang juga sudah rusak parah dan tidak bisa difungsikan,” katanya.

Menariknya, lanjut Lanlu, anak-anak di Pureman berada di daerah perbatasan. Berbahaya karena proses belajar mengajar setiap saat mereka lebih cenderung terpengaruh dengan media komunikasi Negara Timor Leste. “Ini sangat berbahaya. Bahkan dari TV, dan radio membuat anak-anak di Pureman lebih menguasai sistem pemerintahan Timor Leste dari pada Indonesia. Anak-anak juga lebih menguasai bahasa Tetun dari pada bahasa Indonesia,” tandasnya. (joka)

Ket Foto : Waket I DPRD Alor, Yahuda Lanlu,SH saat mengalungkan medali kepada atlit dalam kegiatan O2SN di Moru beberapa bulan lalu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *