Izin Pak Presiden, Flores Mau Bicara…..

by -333 views

BAJAWA – Bupati Ngada, Marianus Sae, punya cerita luar biasa ketika dengan gaya preman ‘mengintimidasi’ forum rakor para bupati se-Indonseia di Jakarta, beberapa waktu lalu. Pertemuan nasional itu dihadiri Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla, juga para menteri kabinet kerja. Demi kebaikan Flores dan Lembata, Marianus Sae terpaksa menunjukkan karakter aslinya. Bagaimana kisahnya?

Forum nasional itu bertajuk; rapat kordinasi para bupati seluruh Indonesia dengan Presiden dan Wakil Presiden, di Istana Bogor. Seluruh rangkaian acara mulai dari pembukaan hingga sesi diskusi dan pemaparan progres dan dinamika permasalahan di kabupaten masing-masing, berjalan normal. Para bupati dan walikota dari NTT berada di satu area dalam ruangan tersebut. Tapi ada sejumlah bupati yang tidak kebagian tempat duduk, karena ruangan tidak memuat seluruhnya.

Marianus Sae pun dengan seksama mengikuti dinamika forum tersebut, meski sesekali menggerutu karena tidak sepakat dengan beberapa kebijakan pimpinan sidang. Kabupaten di wilayah Indonesia Barat diberi kesempatan memaparkan kondisi wilayahnya, tapi untuk NTT, hanya tiga bupati yang ditunjuk menyampaikan progres kabupatennya, yakni Sumba Barat Daya, Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara. “Hanya tiga bupati dari NTT yang diberi kesempatan memaparkan situasi kabupatennya. Yang lain tidak diberi ruang, terutama dari Flores dan Lembata. Lalu, Pak Chris Rotok main mata dengan saya. Saya mengerti apa yang dimaksud Pa Chris. Saya bilang tenang saja!’ cerita Marianus Sae ketika berbincang dengan Asosiasi Jurnalis Media Online (AMO) NTT di ruang kerjanya, Bajawa, Selasa (7/7/2015).

Mendapat support dari Bupati Manggarai, Chris Rotok, Marianus Sae pun mulai atur strategi dan trik untuk ‘mengintimidasi’ forum tersebut. Ia mengambil posisi duduk yang bisa memberinya ruang untuk melakukan interupsi kepada moderator. Ketika moderator memberi kesempatan terakhir kepada salah satu bupati dari wilayah Sumatera, padahal masih banyak kabupaten yang belum diberi ‘hak bicara’, Marianus Sae mulai berang. Ia lalu melakukan interupsi.

“Moderator, saya interupsi,” teriak Marianus. Moderator diam saja, dan sepertinya mengabaikan interupsi tersebut. Marianus tak kehilangan akal. Spontan ia merampas mike dari bupati yang sedang bicara, dan langsung berkata, “Pak Presiden dan Wakil Presiden, mohon izin Flores mau bicara!”. Suasana forum yang gaduh dan hingar-bingar menjadi sunyi. Senyap. Semua mengarahkan perhatian mencari siapa gerangan yang berani melakukan tindakan itu.

Dengan gayanya Marianus mulai bicara. “Mohon izin Pak Presiden, saya Mariaus Sae, Bupati Kabupaten Ngada!’ Presiden Jokowi angguk-angguk saja, memberi isyarat kepada moderator untuk memberi kesempatan kepada Marianus untuk bicara. Wapres Jusuf Kalla langsung nyeletuk, ‘Oh, ini bupati yang hebohkan Indonesia dengan memblokir bandara.” Presiden Jokowi pun sejenak melihat Marianus sembari melepas senyum khasnya, lalu angguk-angguk.

“Bapak Presiden dan Wakil Presiden yang saya hormati, ijinkan Flores bicara. Dalam forum ini sepertinya kabupaten dari Flores dan Lembata tidak diberi hak yang sama untuk memaparkan keadaan di wilayahnya. Padahal, Flores dan Lembata juga bagian integral dari Indonesia, tapi terkesan ada diskriminasi. Flores wilayah yang luas dan punya potensi. Masa kami tidak diberi hak bicara seperti yang lain. Saya mau sampaikan, Flores punya permasalahan yang lebih kompleks, karena topografi dan geografis wilayahnya yang sulit. Flores butuh pembangunan jalan dan jembatan, juga listrik yang memadai seperti daerah lain di Indonesia bagian Barat. Masyarakat kami punya potensi dan keunggulan-keunggulan, tapi tidak bisa dipasarkan karena infrastruktur jalan dll yang belum mendukung. Kami minta perhatian Bapak Presiden dan Wapres, termasuk perjuangan untuk Flores menjadi provinsi sendiri, karena NTT terlalu luas. Sekali lagi, Flores dan Lembata minta perhatian pemerintah pusat,” papar Marianus Sae.

Selesai Marianus bicara, forum itu pun langsung diskorsing untuk makan siang. Marianus Sae pun mencari tempat yang nyaman untuk merokok bersama para bupati lainnya dari Flores. Rupanya, caranya ‘mengintimidasi’ forum rakor itu, mendapat perhatian serius dari Presiden. Presiden Jokowi memerintahkan ajudannya untuk mencari Bupati Ngada itu untuk makan siang bersama.

“Saya sudah tidak pikir lagi dengan apa yang terjadi di forum itu. Selesai saya bicara, rapat diskors untuk makan siang dan saya jalan-jalan ke belakang di kebun untuk isap rokok. Tiba-tiba ajudan sambil lari-lari bilang, Pa Bupati Ngada dipanggil Pa Presiden. Siap, saya!” jawab Marianus kepada ajudan Presiden.

Marianus pun makan siang semeja dengan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla, bersama sejumlah menteri yang diperintahkan Presiden untuk mengakomodir tuntutan Flores yang disampaikan Marianus Sae. Ada Menteri Dalam Negeri, dan ada Menteri PU.

“Kementerian PU silahkan perhatikan dan tuntaskan jalan dan jembatan di Flores dan Lembata, lalu Mendagri segera tindak lanjuti pemekaran NTT menjadi Provinsi Flores,” kata Marianus, mengutip pernyataan Presiden kepada Mendagri dan Menteri PU.

Selesai rakor itu, Marianus Sae pun kembali ke Ngada dengan rutinitasnya seperti biasa. Belum ada kabar lanjutan setelah rakor para bupati itu. “Tapi saya mendapat informasi, tahun depan seluruh kabupaten di NTT mendapat tambahan dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 100 miliar untuk infrastruktur,” katanya.

Itulah gaya preman Bupati Ngada, Marianus Sae, yang terpaksa dilakukan ketika merasa Flores dan Lembata dianaktirikan dalam forum rakor para bupati itu. “Mudah-mudahan ada nilai tambah untuk perubahan dan kebaikan Flores dan Lembata. Tapi karena NTT ini terlalu luas, dan Flores dan Lembata juga punya potensi sumber daya yang limpah, maka Flores harus segera menjadi provinsi sendiri,” tandas Ketua Panitia Pembentukan Provinsi Flores (P4F) ini. (AMO/josh diaz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *