Pemerintah Kecamatan Kabola Diduga Lindungi Enny Anggrek

by -150 views

Kalabahi, mediantt.com — Kasus dugaan korupsi proyek MBR di Wolibang, Kecamatan Kabola, Kabupaten Alor, memasuki babak berikut. Meski saat ini penyidik Polda NTT sudah menetapkan Enny Anggrek, selaku penerima surat kuasa dari Dirut PT Timor Pembangunan, Ronny Anggrek, sebagai tersangka. Tetapi penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT tidak. Kejati NTT justru menetapkan Ronny Anggrek sebagai tersangka dalam kasus itu. Maka tidak heran, berbagai kalangan menuding Kajati NTT diduga terima suap dari Enny Anggrek, sebagaimana diberitakan media ini beberapa waktu lalu.

Di Kabupaten Alor, kasus yang sedang menjerat Ketua DPC PDIP itu memiliki kisah tersendiri. Berbagai aktifis boleh melakukan aksi unjuk rasa berantas korupsi, salah satu dugaan korupsi proyek asal jadi oleh kontraktor tidak bertanggungjawab. Namun sangat disesalkan, bukan saja Kajati NTT yang diduga terima suap, tetapi Pemerintah Kecamatan Kabola juga diduga melindungi para koruptor.

Mantan anggota DPRD Alor periode 2009-2014, Hermanto Djahamouw, kepada wartawan di kediamannya di bilangan Bungawaru, Minggu (28/6/2015) menyatakan, bulan Maret 2015 lalu, pihaknya bersama Camat Kabola, Haryanto Pane, mengunjungi lokasi MBR. Dalam kesempatan itu, dirinya memberitahukan kepada Camat Kabola bahwa akan bersaksi di Pengadilan Tipikor Kupang terkait persidangan proyek MBR.

Hal itu kemudian didukung pemerintah setempat, melalui surat resmi yang dikirim ke Kejati NTT di Kupang. Inti dari surat itu, sebagaimana diterima juga wartawan membenarkan, proyek MBR dikerjakan oleh kontraktor Enny Anggrek, sesuai fakta di lapangan. Selain fakta lapangan, barang bukti lainnya seperti slip aliran dana dari rekening Ronny Anggrek ke Enny Anggrek. Ada juga surat kuasa dan tandatangan kontrak kerja. “Tanggal 26 Maret 2015, saya dengan Camat Kabola kunjungi lokasi MBR Wolibang. Saat itu Camat juga mengakui bahwa proyek MBR itu Enny Anggrek yang kerja. Maka itu saya buat surat ke Kejati NTT yang ditandatangani tokoh masyarakat Onesimus, Kepala Desa Lawahing Yusak Moulobang, Ketua BPD Frans Peni, Lurah Kabola Edison Penali, dan mengetahui Camat Haryanto Pane,” tandasnya.

Selanjutnya, sebut Hermanto, tanggal 27 Maret 2015 dirinya berangkat ke Kupang, dengan membawa surat yang tembusannya dikirim ke Presiden RI di Jakarta itu. Dia lalu memberikan kesaksian dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Kupang pada tanggal 30 Maret 2015. “Saya memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor bahwa proyek MBR Wolibang itu Enny Anggrek yang kerja. Sebab fakta di lapangan, di masa saya masih anggota dewan, saya melihat alat berat milik Enny Anggrek ada di lokasi MBR saat kunjungan reses. Saya juga bertemu Mekos (anak buah kepercayaan Enny Anggrek) dilokasi itu. Saya tanya dia, ini proyek siapa yang kerja Mekos jawab ibu ketua yang kerja, terus itu saya pesan di Mekos, tolong kasih tahu ibu ketua pasang papan proyek dulu ya,” kata mantan Ketua Fraksi PDIP ini.

Namun, setelah memberikan kesaksian, Camat Kabola justru kembali mengirimkan surat ke Pengadilan Tipikor Kupang untuk mengklarifikasi surat Hermanto yang sebelumnya sudah ditandatangani dirinya bersama Lurah, Kepala Desa, BPD dan tokoh masyarakat. Isi surat itu menyatakan, Camat tidak pernah mengetahui proses pembangunan MBR Wolibang. Camat juga tidak pernah mengatakan bahwa Enny Anggrek sebagai kontraktor pelaksana proyek MBR. Hermanto Djahamouw menegaskan, dalam waktu dekat pihaknya kembali melaporkan kasus tersebut ke pihak berwenang untuk diproses hukum.

Camat Kabola, Haryanto Pane yang dikonfirmasi wartawan tidak berada di tempat. Sekretaris Camat (Sekcam), Daud Sir mengatakan, pihaknya sama sekali tidak mengetahui surat yang dikirim Camat Kabola ke Pengadilan Tipikor itu. “Saya tidak tahu surat itu. Biasanya saya yang urus surat keluar, karena kami di kantor listrik belum ada. Saya biasa buat surat di rumah, tetapi surat yang Camat kirim itu tidak melalui saya,” katanya.

Mekos (anak buah Enny Anggrek) yang dikonfirmasi wartawan, enggan memberikan komentar. Selang beberapa menit, Enny Anggrek kembali menghubungi wartawan dengan nada ancaman. “Kurang kerja jadi mau fitnah terus, apalagi nanti saya akan laporkan pencemaran dan pemfitnahan,” tegasnya.

Data yang dihimpun wartawan, salah satunya surat Camat Kabola yang dikirim ke Pengadilan Tipikor, intinya mengklarifikasi semua isi surat Hermanto Djahamouw. Surat Camat Kabola itu, justru menegaskan kesaksian Hermanto dalam persidangan itu tidak benar. Lagi-lagi, surat itu dikirim tanpa ada paraf Sekcam, Daud Sir, serta tidak ada disposisi surat keluar pada kantor Kecamatan Kabola. (joka)

Foto : Ini kondisi terakhir proyek MBR Wolibang, Kecamatan Kabola. Sebanyak 100 unit rumah MBR itu kini mubasir akibat kontraktor tidak bertanggungjawab.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *