Kalabahi, mediantt.com — Sejumlah warga di Kampung Labupu, Desa Kopidil, Kecamatan Kabola, mengeluhkan ketersediaan listrik dan air di wilayah itu. Meksipun telah memiliki jaringan listrik, namun tiang yang terbuat dari kayu sangat beresiko bagi keselamatan warga setempat. Begitu pun dengan ketersediaan air minum, karena embung-embung yang dibangun tahun 2014 sudah rusak.
Pengeluhan ini disampaikan warga kepada anggota DPRD Kabupaten Alor, Denny Lalitan, saat reses ke Kampung Labupu, Kamis (25/6/15). Reses ini dihadiri puluhan warga kampung Labupu seperti tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat setempat.
Kepala Dusun II Desa Kopidil Asaria Paliou mengatakan, tahun 2014 telah dibangun embung-embung, namun kini sudah rusak berat. Embung-embung ini tidak bisa digunakan lagi. Akibatnya, warga setempat tidak memperoleh pasokan air yang memadai.
Dia mengatakan, pembangunan proyek ini juga tidak dilaporkan ke pemerintah setempat, sehingga pemerintah juga tidak tahu persis kegiatan proyek itu. Menurutnya, proyek ini baru dibangun namun sudah rusak. “Sekarang proyek itu sudah rusak dan air sudah tidak ada lagi. Kita bisa lihat sekarang, karena proyek itu tidak jauh dari sini,” ujarnya.
Tokoh perempuan setempat, Ariance Paliou menambahkan, di kampung Labupu sudah terdapat jaringan listrik dan masyarakat sudah memanfaatkannya, tapi masih ada beberapa jaringan yang masih menggunakan tiang dari bambu. “Tiang dari bambu justru akan mengancam keselamatan warga setempat,” katanya.
Dia menyebutkan, sejak tahun 2014 banyak warga Kopidil yang sudah berijazah sarjana, namun kesulitan untuk memperoleh pekerjaan. Menurutnya, banyak siswa yang tamat SMA juga jadi pengangguran di kampung. “Kalau laki-laki tidak sekolah mereka atur minum mabok, tapi ada yang tamat sudah menganggur. Cari kerja, tapi sepertinya tidak ada jalan begitu. Ada lowongan biar sapu halaman kantor saja,” katanya.
Tokoh muda Tertius Tang mengatakan, sejak dulu warga selalu berteriak minta air dan listrik, namun setelah terlayani banyak fasilitas yang rusak seperti embung-embung. Menurut dia, jaringan listrik sudah masuk, namun masih ada tiang listrik yang masih menggunakan kayu dan bambu. “Waktu pemasangan itu kabelnya sudah ada, tapi tiangnya masih kurang, sehingga kabel dibawa pulang. Sekarang ini untuk sementara tiang dari kayu,” kata Tertius.
Denny Lalitan mengatakan, sesungguhnya Kopidil yang memiliki air minum dan mengairi warga Kota Kalabahi, namun kenyataan Kopidil kekurangan air, sehingga membeli air dari Kalabahi dengan harga yang cukup tinggi sekitar Rp 350.000 per tangki. Menurut Lalitan, masalah ini telah disampaikan dalam rapat-rapat di Dewan.
Sedangkan terkait ketersediaan tiang listrik, Lalitan meminta warg harus menyiapkan kayu yang kuat dan tidak boleh memakai bambu, karena proses pemancangan tiang oleh PLN juga butuh waktu yang lama. “Bapak-bapak tolong jangan pakai bambu seperti yang saya lihat tadi. Bapak-bapak cari kayu yang kuat supaya tidak membahayakan bapak ibu sendiri. Apalagi ini melintasi jalan raya,” ujar Lalitan yang mengaku tidak akan maju lagi dalam Pemilu tahun 2019 nanti. (joka)
Foto: Denny Lalitan