Kupang, mediantt.com — Pembangunan dermaga penyeberangan untuk kapal Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) di Nangakeo, Kabupaten Ende, sejak diresmikan pada tahun 2008 lalu hingga kini tidak dapat dipergunakan.
“Kami menduga proses pembangunan dermaga ini bermasalah,” kata Ketua Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus di Kupang, Jumat (12/6/2015).
Asal tahu, pembangunan dermaga feri Nangakeo, Ende, menghabiskan dana APBN sebesar Rp 21 miliar lebih dan hasil pekerjaan itu tidak dapat dipergunakan karena kapal feri tidak bisa sandar. “Posisi dermaga Nangakeo tidak aman untuk kapal feri bersandar dan saat ini sudah rusak sebelum digunakan. Hal itu merupakan kasus yang harus diambil alih oleh penyidik Kejaksaan Tinggi atau Tipikor Polda NTT,” katanya.
Petrus menjelaskan, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana puluhan miliar rupiah untuk membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat Kabupaten Ende, namun kini tinggal kenangan saja. “Saya berharap penyidik Kejati NTT dan Tipikor Polda NTT segera melakukan pemeriksaan para pejabat yang terlibat dalam proses pembangunan dermaga itu,” minta Petrus Salestinus.
Masyarakat mengeluhkan manfaat dermaga yang dikelola oleh Dinas Perhubungan NTT itu karena dinilai amat membahayakan bagi proses bongkar muat penumpang dan barang, maupun kendaraan, lantaran goncangan feri saat bersandar amat keras akibat hempasan gelombang yang keras.
“Posisi dermaga Nangakeo tidak aman. Yang kami khawatirkan kalau kendaraan penumpang rusak karena benturan dengan bodi kapal, atau penumpang terluka karena terjatuh akibat goyangan keras. Siapa yang harus bertanggung jawab. Sementara hal itu disebabkan oleh faktor alam karena posisi dermaga kurang tepat, tidak sesuai dengan harapan,” jelasnya.
Ia juga mengharapkan dermaga tersebut diubah posisinya, tak lagi searah dengan garis atau bibir pantai yang mengarah ke sebelah timur, melainkan ujung dermaga menghadap ke selatan. Pasalnya, tiupan angin dan gelombang di perairan setempat amat ganas.
“Dengan posisi dermaga menghadap ke timur (menyamping), ketika dihempas alun goyangan feri terasa keras, sehingga feri akan terombang-ambing ke kanan dan ke kiri. Namun apabila posisi dermaga dibangun menghadap ke selatan (laut lepas), meski gelombang besar, gerakan feri hanya ke atas dan bawah, seperti kepala yang mengangguk-angguk,” katanya.
Kepala Dinas Perhubungan NTT, Ricard Djami, menyatakan belum mengetahui persoalan dermaga Nangakeo itu. “Saya belum mengetahui persoalan itu, saya malah baru dengar saat ini dari wartawan. Karena sejak perencanaan pembangunan dermaga tersebut sudah melalui perhitungan yang matang. Dan sampai saat ini saya juga belum mendapat laporan resmi,” katanya.
Kalau memang ada usulan dermaga direnovasi, mestinya ada laporan tertulis, sehingga pihaknya dapat menurunkan tim ke lapangan untuk melakukan pengkajian, apakah memang perlu dermaga itu perlu diperbaiki atau tidak, jelasnya. (beritasatu.com/sp)
Foto : Dermaga Nangakeo Ende yang rusak dan mubasir karena tidak bisa disandari oleh kapal feri. (Suara Pembaruan/Yosep Kellen).