Kupang, mediantt.com – Merasa ‘teraniaya’ oleh atasannya, Bupati Flores Timur, Yosep Lagadoni Herin, karena dijatuhi hukuman disipilin berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, sesuai Keputusan Bupati Flotim No BKD.862/44/PP.PNS/2015, maka PNS atas nama Rofinus Kopong Teron, SH, mengadukan kasusnya ini ke Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian PAN-ARB. Bahkan atas fasilitasi anggota DPR RI, Mely Mekeng, ia bertemu langsung dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia, Yuddy Chrisnandi, di Jakarta, untuk menjelaskan kasusnya secara detail untuk bisa disolusi dengan bijak.
Menurut Rofin, saat itu juga Menteri memerintahkan stafnya untuk mengecek apakah SK Bupati Flotim itu sudah ditindaklanjuti atau belum. Manteri juga memerintahkan stafnya untuk melakukan kajian terhadap pengaduan Rofin Kopong. “Waktu itu saya sampaikan ke Pak Menteri bahwa saya tidak sedang merebut kemenangan, tapi keputusan bupati itu harus ditinjau secara seimbang karena keputusan itu lebih cenderung karena interest pribadi. Saya mengadu ke Menteri karena merasa sedang disolimi dan meminta Pak Menteri untuk melihat apakah keputusan bupati ini cukup beralasan secara hukum atau sekedar interest pribadi,” jelas Rofin kepada mediantt.com, Selasa (2/5/2015) . Selain mengadu ke Komisi ASN, ia juga telah menyurati anggota DPR RI dari Dapil NTT 2, Melky Mekeng, untuk bisa memberi perhatian atas kasus yang sedang dialami. “Tapi akhirnya Pa Melky fasilitasi saya untuk bertemu langsung Pak Menteri PAN-RB,” kata bekas aktifis API Renha Rosari Kupang ini.
Dalam suratnya ke Komisi ASN bernomor khusus berperihal pengaduan itu, yang diterima mediantt.com, Senin (1/5/2015), Rofin Kopong membeberkan prosedur pemeriksaan atas dirinya dan sejumlah fakta. Ia menulis, bahwa keputusan Bupati Flotim telah bersandar pada laporan hasil pemeriksaan inspektorat Flotim No ITKAB.2/2/PEMSUS-2013 yang tidak procedural dan sistematis serta isinya bernuansa karangan bebas untuk memenuhi kebutuhan atasan, dalam hal ini Bupatii Flores Timur. Menurut Rofin, seperti ditulis dalam suratnya itu, penilaian itu dapat didalilkan seperti ini; Pengambil-alihan pemeriksaan oleh inspectoral tanpa didahului dengan pemeriksaan oleh atasan langsung dalam hal ini Camat Solor Barat, dan ini bertentangan dengan Pasal 24 ayat 1 PP Nomor 53 Tahun 2010. Selain itu, jika merujuk pada Diktum Penjatuhan Hukuman disiplin sebagaimana tercantum dalam Keputusan Bupati Flores Timur, maka Tim Pemeriksa yang melakukan pemeriksaan terhadap dirinya harus terdiri dari atasan langsung, unsur pengawasan dan unsur kepegawaian. Faktanya, pada saat pemeriksaan, Tim Pemeriksa hanya terdiri dari unsur Pengawasan (Inspektorat Daerah) tanpa melibatkan atasan langsung dan unsur kepegawaian. Hal ini ini menegaskan bahwa Komposisi Tim Pemeriksa tidak sesuai dengan ketentuan pasal 25 Ayat 2 PP Nomor 53/2010.
Menurutnya, jika merujuk pada Standar Operasional Prosedur sesuai Peraturan Bupati Flotim Nomor 7/2013 Tentang Standard Operasional Prosedur Penanganan atas Pelanggaran Disiplin PNS Daerah Lingkup Pemkab Flores Timur, maka Keputusan Bupati Flores Timur tentang Penjatuhan hukuman disiplin atas dirinya tanggal 13 Maret 2015 berdasarkan LHP Inspektorat Flotim tanggal 20 November 2013 Tentang Tindakan Indisipliner oleh PNS a.n Rofinus Kopong Teron nyata- nyata bertentangan dengan Peraturan Bupati dimaksud.
Karena itu, secara Formil maupun materil, tindakan Inspektorat dalam pemeriksaan yang kemudian Laporan Hasil Pemeriksaannya (LHP) menjadi ‘bacaan’ sekaligus menjadi sandaran Bupati Flotim dalam menetapkan Keputusannya, jika ditinjau dari prosedur dan tenggang waktu dalam setiap tahapan, nyata-nyata Melanggar Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Standard Operasional Prosedur Penanganan atas Pelanggaran Disiplin PNS Daerah Lingkup Pemkab Flotim.
Rofin juga membeberkan, “Bahwa atas surat perintah Bupati Flores Timur, saya diperiksa oleh Inspektorat Daerah Flores Timur pada 29 Juli tahun 2013, namun baru dijatuhi hukuman pada tanggal 13 Maret 2015. Jika dilihat secara cermat antara Dokumen LHP Inspektorat Daerah dan Dokumen Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diambil atas diri saya dan atasan saya dalam hal ini Camat Solor Barat, maka sangat tidak relevan formula yang menjadi isi dari LHP dengan Fakta-fakta Pemeriksaan yang tertuang dalam BAP. Sebab, dalam dokumen BAP, baik yang dilakukan atas diri saya maupun pada atasan saya Camat Solor Barat, jelas-jelas dikemukakan bahwa semua hari kerja tanpa kehadiran saya sebagaimana yang dinyatakan dalam Keputusan Bupati adalah semua dengan pemberitahuan baik karena sakit ataupun karena ijin yang diberikan oleh Camat sebagai atasan saya pada unit Kerja Kantor Camat Solor Barat, Kabupaten Flores Timur”.
Dari substansi keputusan Bupati Flotim itu, Rofin dengan tegas menandaskan, “Tidak benar tidak saya tidak masuk kerja mulai bulan Oktober 2012 sampai Juni 2013 atau setidak-tidaknya 181 hari secara berdasar dan bertanggung jawab sebagaimana disebutkan dalam Diktum Kesatu Keputusan Bupati Flores Timur”. Dan, terbaca telah terjadi rekayasa fakta karena yang benar adalah “Dalam bulan Okteber sampai dengan tanggal 11 Desember 2012, saya masuk kerja pada kantor camat Solor Barat dan/atau tidak masuk kerja untuk beberapa hari tertentu dengan se-ijin Camat Solor Barat. Sedangkan mulai tanggal 12 Desember 2012 sampai dengan 31 Desember 2014, saya melaksanakan tugas sebagai Ketua Panwaslu Kabupaten Flores berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu dan sepengetahuan atasan saya dalam hal ini camat Solor Barat. Ini sebuah kenaifan sebab memulai melaksanakan tugas di Panwas, saya dahului dengan menyurati Bupati Flotim pada 19 Desember 2012 perihal Pemberitahuan dan Permohonan Petunjuk. Namun surat saya tidak direspon sampai saat ini.
Tak cuma itu. Dalam konsiderans Menimbang huruf c Keputusan Bupati Flotim Nomor BKD.862/44/PP.PNS/2015 yang menyatakan bahwa perbuatan saya tersebut telah mempengaruhi produktifitas kerja dan kebijakan teknis internal kantor camat Solor Barat, maka jika benar saya tidak masuk kerja sebagaimana didalilkan, seharusnya hukuman disiplin yang dijatuhkan adalah jenis hukuman disiplin ringan dan bukan jenis hukuman disiplin berat sebagaimana diktum Kesatu keputusan dimaksud. Karena sebagaimana ketentuan pasal 8 PP 53 Tahun 2010 menyatakan pada intinya bahwa hal tidak masuk kerja yang berdampak negatif pada unit kerja adalah masuk kategori pelanggaran yang dijatuhi hukuman disiplin ringan. “Jadi terbaca secara jelas tidak ada korelasi logis antara kualitas pelanggaran dengan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan berdasarkan keputusan ini,” tegasnya.
Rofin juga membeberkan fakta pendukung lainnya untuk membantah dalil pertimbangan dari Keputusan Bupati Flotim, yang juga mau menegaskan bahwa keputusan bupati itu merupakan bentuk kesewenang-wenangan yang termotivasi oleh adanya interest pribadi, tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan serta bermotif menghancurkan karir dan masa depan dirinya sebagai PNS. Fakta-fakta itu, antara lain, (1) Bahwa dalam Tahun 2011, saya dimutasi sebagai Staf ke Kantor Camat Solor Barat. Hal mana, ketika itu Pangkat dan Golongan saya SAMA tingkat dengan atasan saya yakni Camat Solor Barat. (2) Bahwa oleh karena selama kurang lebih empat tahun ini saya dalam posisi sebagai Staf, maka saya tidak berkesempatan untuk mengalami kenaikan Pangkat hingga saat ini. (3) Bahwa pada tahun 2011, saya menyurati Bupati Flores Timur untuk meminta rekomendasi guna melanjutkan pendidikan Program Pasca Sarjana Dengan Biaya Sendiri. Namun Bupati menolak tanpa alasan.
(4) Bahwa selama saya bekerja di Panwaslu sebagai Lembaga Negara yang berstatus Ad hock, Bupati memerintahkan Camat untuk melakukan Penahanan gaji saya dan hingga saat ini pula gaji saya selama kurang lebih dua tahun belum terbayarkan. Sementara angsuran pinjaman saya pada BRI tetap dibayarkan pada setiap bulan. (5) Bahwa saya mengikuti seleksi dan kemudian menjadi Ketua Panitia Pengawas Pemilu di Kabupaten Flotim sesungguhnya atas pengetahuan dan ijin camat sebagai atasan saya di Kantor Camat Solor Barat.
(6) Bahwa untuk mengikuti seleksi Anggota Panitia Pengawas Pemilu, UU Nomor 15 Tahun 2011 Pasal 85 memberikan ruang bagi PNS untuk boleh mengikuti seleksi dimaksud dengan syarat mengundurkan diri dari jabatan di Pemerintahan. Dalam Penjelasan Psl dimaksud, menegaskan bahwa pengunduran diri dari jabatan di pemerintahan tidak menghapus status PNS. Karena itu, saya tidak sedang dalam jabatan apa pun di Kantor Camat Solor Barat, maka saya tidak melakukan pengunduran diri.
(7) Bahwa dalam UU dimaksud pula tidak mensyarakakan adanya adanya Rekomendas Bupati bagi PNS yang mengikuti seleksi menjadi Anggota Panwaslu. Namun demikian, dengan pertimbangan Etika Kepegawaian, saya telah menyurati Bupati untuk meminta ijin/rekomendasi, namun surat saya diabaikan dan tidak memberikan tanggapan apa pun. (8) Bahwa setelah saya dilantik menjadi Anggota/Ketua Panitia Pengawas Pemilu, saya telah menyurati Bupati untuk memberitahukan dan meminta petunjuk atas urusan Kepegawaian saya selama saya di Panwaslu, namun surat saya itu pun diabaikan.
(9) Bahwa selama saya bekerja sebagai Pengawas Pemilu, saya tidak pernah mendapat Teguran oleh Bupati baik lisan maupun tertulis. Selama melaksanakan tugas di Panwaslu, sebagai Ketua Panwaslu, saya selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah melalui Asisten Administrasi Umum dan Pemerintahan sebagai pejabat yang ditunjuk Bupati untuk menangani komunikasi kerja dengan Lembaga Pengawas Pemilu di daerah. (10) Bahwa proses rekrutmen anggota Panwaslu di daerah bermula dari pengumuman yang dilakukan oleh Bupati Flotim melalui Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) dengan syarat-syarat sebagaimana yang diatur dalam Psl 85 UU Nomor 15 Tahun 2011. Hal ini berarti bahwa Bupati Flores Timur mengetahui semua syarat yang ada tanpa perlu ada Rekomendasi Bupati bagi PNS yang akan mengikuti seleksi. Bupati juga memahami dan mengerti bahwa Panwaslu di Kabupaten adalah Lembaga Negara yang bersifat ad hoock. Karena itu, Keputusan Bupati dengan membaca LHP inspektorat yang membentuk opini bahwa saya meninggalkan tugas di Kantor Camat Solor Barat dan menggeluti profesi lain adalah hal yang tidak patut diterima secara akal sehat. Apalagi melaksanakan tugas di Panwaslu atas sepengetahuan atasan saya dalam hal ini Camat Solor Barat.
Patut Batalkan
Nah, merujuk pada dalil-dalil pengaduan dan sejumlah fakta itu, Rofin mohon kepada Komisi ASN untuk menerima pengaduannya untuk kemudian menyatakan bahwa Keputusan Bupati Flotim Nomor BKD.862/44/PP.PNS/2015 Tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin Berupa Penurunan Pangkat Setingkat Lebih Rendah selama tiga tahun atas dirinya, tidak cukup beralasan, karena itu patut dibatalkan. “Menyatakan bahwa tindakan Bupati Flores Timur dengan cara mengabaikan semua surat permintaan, pemberitahuan dan permohonan petunjuk dalam kaitan dengan mengikuti seleksi dan melaksanakan tugas sebagai Anggota Panwaslu di Flores Timur adalah tindakan yang tidak mencerminkan sikap yang baik sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah. Say ajuga menyatakan tidak melanggar disiplin PNS selama melaksanakan tugas sebagai Anggota/Ketua Panitia Pengawas Pemilu di Kabupaten Flores Timur,” tandas Rofin dalam surat pengaduannya itu.
Rofin juga mengungkapkan, pada tahun 2010, oleh Penjabat Bupati Flotim ia dimutasi sebagai Kepala Seksi Pelayanan Umum pada Kantor Camat Solor Barat. Menurutnya, tindakan mutasi oleh Penjabat Bupati itu, ditolak dengan menyurati Penjabat Bupati untuk menyampaikan alasan penolakan bahwa Penjabat Bupati tidak berwenang melakukan mutasi pegawai, kecuali atas persetujuan tertulis dari Mendagri. Dalam surat jawaban Mendagri atas permintaan Penjabat Bupati untuk melakukan mutasi, Mendagri menyetujui untuk dapat melakukan mutasi hanya untuk mengisi jabatan yang lowong dan mengantikan yang pensiun. Namun demikian, Penjabat Bupati justru melakukan mutasi dengan sistim roling yang nyata-nyata bertentangan dengan arahan Menteri dalam Negeri.
“Tindakan gegabah dengan mengabaikan petunjuk persetujuan Menteri Dalam Negeri sebenarnya dalam upaya untuk memenangkan calon bupati, yang sekarang menjadi Bupati Flores Timur. Atas Penolakan saya untuk dilantik, maka selama masa kepemimpinan Penjabat Bupati, saya dibiarkan terlunta-lunta tanpa ada petunjuk atau perintah penempatan sebagai staf pada unit kerja mana pun, sementara daftar absen dan nominatif kepegawaian saya sudah dikeluarkan dari Bagian Hukum karena jabatan yang saya emban sudah terisi oleh pejabat baru yang sudah dilantik oleh Penjabat Bupati secara melawan hukum,” beber Rofin.
Ia juga menuturkan, dalam tahun 2011, setelah Bupati hasil Pilkada yang berujung di MK dilantik menjadi bupati definitif periode 2011-2016 (sekarang sedang menjabat), ia dimutasi sebagai staf pada Kantor Camat Solor Barat. Saya melaksanakan SK mutasi itu sebagai staf dan berusaha maksimal dengan keterbatasan yang ada meskipun pangkat dan golongan saya sama dengan camat sebagai atasan saya. Keberadaan saya sebagai staf pada Kantor Camat Solor Barat sejak tahun 2011 sampai saat ini,” jelas mantan aktifis PMKRI Kupang ini. (jdz)
Foto : Rofin Kopong pose bersama Menteri PAN-RB, Yuddy Chrisnandi dan anggota DPR RI dari Dappil NTT 2, Melky Mekeng.