Diskusi Seru ‘Seandainya Indonesia tanpa Katolik’

by -118 views

MANADO — Seminar Pendidikan Politik bertajuk “Seandainya Indonesia Tanpa Katolik” dibawakan oleh Pastor Prof Dr Eddy Kristiyanto OFM, dari Sekolah Tinggi Filsafat Driakarya Jakarta,  yang diselenggarakan Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Manado di Wisma Montini, Sabtu (30/5/2015) rupanya memancing antusiasme peserta.

Hampir semua tokoh Katolik  termasuk Maya Rumantir (bakal calon gubernur Sulawesi Utara), Benedikta Mokalu (bakal calon walikota Manado), Jimmy Asiku (bakal calon wakil walikota Manado), Cindy Wurangian (bakal calon walikota Bitung), Maria Pioh (bakal calon wakil walikota Tomohon), Sherly Mantiri (bakal calon walikota Tomohon) terlibat aktif dalam seminar tersebut.

Jimmy Asiku menyebut Manado dengan Katolik saja sekarang ini sudah hancur apalagi jika tanpa Katolik. Jalan rusak katanya tidak diperbaiki dan banyak penerangan jalan yang dibiarkan mati.

“Saya sebenarnya tidak mau ikut politik, usaha saya sudah bagus. Tapi ternyata dengan politik saya bisa membantu masyarakat mencapai kesejahteraannya,” katanya.

Sebagai seorang Katolik dan menerima pendidikan Katolik, ia sudah belajar banyak nilai Katolik yang bisa diterapkan dalam masyarakat. Ia semakin yakin karena semua anggota keluarganya sudah merestuinya untuk maju.

John Iroth, Ketua Kaum Bapa Katolik Kevikepan Manado mengatakan Indonesia tanpa Katolik hambar. Katolik baginya merupakan agama universal dengan nilai-nilai universal.

Ketua Dewan Pastoral Paroki Santo Fransiskus Xaverius Pineleng sekaligus wakil ketua Kaum Bapa Katolik Keuskupan Manado 2013-2017 Hoyke Makarawung malah memberikan pertanyaan menantang bagaimana seandainya Indonesia tanpa calon Katolik. Ia mengatakan calon Katolik harus memiliki integritas di samping kualitas  lain.

“Selanjutnya dukungan seperti apa yang harus dibuat. Misalnya, apa yang harus dilakukan di kotamadya dan daerah lain,” katanya.

Romo Eddy sendiri dalam seminar itu, berbagi pemaparannya dalam dua sesi. Ahli sejarah Gereja itu memberikan pengetahuan yang luar biasa tentang sejarah Gereja dunia dan dalam hubungannya dengan agama-agama lain.

Menurutnya, Indonesia tanpa Katolik bukan Indonesia. Sulut tanpa Katolik juga tidak bisa dipahami.

“Orang akan mampu menangkap inspirasi, jati diri Sulut jika dipahami sangat baik kekristenannya. Kita tidak mungkin memahami Papua, NTT tanpa kekristenan. Para misionaris masuk ke pedalaman dan pembangunan dimulai dari situ,” katanya.

Judul itu diambil, kata Romo Eddy, karena Indonesia sementara dihinggapi penyakit amnesia (penyakit lupa). Karena materialisme dan konflik kepentingan, manusia Indonesia gampang lupa akan unsur agama.

Pada bagian kedua, Romo Eddy berbicara tentang sejarah perjalanan Gereja. Akhirnya, ia menyimpulkan Gereja telah berperan dengan nilai-nilainya dalam perjalanan bangsa Indonesia dan Indonesia sebenarnya telah menjadi “rumah damai” bagi Katolik dan agama-agama  lain.

Uskup Manado, Mgr Joseph Suwatan MSC di akhir kegiatan mengapresiasi adanya suasana baru. Lima tahun sesudah pilkada yang lama, banyak umat awam secara menunjukkan minat dalam bidang politik.

“Demokrasi sementara tumbuh. Karena itu siapa saja yang mencalonkan diri tampilkan kualitas untuk memang ikut membangun Indonesia. Didiklah para pemilih dengan pendidikan politik. Pendidikan itu bukan hanya untuk para pemilih Katolik tapi juga non-Katolik,” katanya.

Sementara itu, Ketua Kerasulan Awam Keuskupan Manado, Pastor Fred Tawalujan meminta agar setiap buah pikiran dari setiap seminar yang dilaksanakan bisa dilanjutkan. Juga untuk seminar tentang “Seandainya Indonesia Tanpa Katolik” itu. (ucannews.com)

Foto : Mgr Joseph Suwatan MSC

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *