Dr Jelamu Ardu Marius, M.Si, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT yang baru, punya terobosan luar biasa untuk membangun Pariwisata NTT. Mimpinya besar, menjadikan NTT destinasi pariwisata dunia. Pembenahan serius mesti dilakukan, terutama infrastruktur ke obyek-obyek wisata NTT yang indah mempesona. Masyarakat NTT pun harus disiapkan untuk memiliki budaya pariwisata dengan perilaku yang ramah-tama.
Nah, apa saja kiat dan terobosan yang dilakukan Dr Marius untuk Pariwisata NTT? Berikut kutipan wawancara eksklusif mediantt.com dengan mantan Kepala Biro Ekonomi Setda NTT ini, di ruang kerjanya, belum lama ini.
————————————————————————–
Profisiat untuk Pa Kadis Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT. Sebagai Kadis baru, apa target dan prioritas anda dalam pembangunan pariwisata di NTT, karena pariwisata juga menjadi salah leading sektor pembangunan?
Mimpi saya dan juga mimpi kita bersama, ke depan, NTT harus sungguh-sungguh menjadi destinasi pariwisata dunia. Untuk itu, kita harus benar-benar berkompetisi dengan beberapa destinasi pariwisata yang lain seperti Bali, NTB, Jogja, Toraja, Raja Ampat dan beberapa destinasi pariwisata dunia yang terkenal di Indonesia.
Bagaimana mewujudkan mimpi besar itu di tengah lesunya pariwisata kita karena minimnya infrastruktur pendukung?
Nah, yang paling penting menjadikan NTT sebagai destinasi pariwisata dunia adalah kesiapan kita dalam bidang infrastruktur pendukung pariwisata. Jalan-jalan menuju obyek wisata di daerah-daerah masih sangat terbatas dan belum lancar, sehingga perlu dibenahi ke depan, seperti jalan provonsi, kabupaten ataupun jalan negara. Kemudian kesiapan enegri, listrik harus disiapkan sehingga industri pariwisata harus benar-benar begerak maju bersama dengan sektor-sektor ekonomi yang lain. Kita memiliki banyak obyek tourism, mulai dari Komodo di Labuanbajo sampai ke Timur Flores. Ada Semana Santa, ada penangkapan Ikan Paus secara tradisional di Lamalera, Lembata, ada Sasando di Rote dan lain sebagainya. Itu semua tidak akan berarti apabila infrastruktur pendukungnya tidak ada. Infrastruktur pendukung itu misalnya jalan, energi (listrik), sarana-sarana transportasi darat, laut maupun udara, harus lancar.
Lalu kemudian ketersediaan restoran, hotel maupun ketersediaan souvenir. Sehingga mimpi kita ke depan bahwa NTT tidak hanya pengembangan pariwisata, tetapi diikuti juga dengan pengembangan ekonomi kreatif. Jadi ada pariwisata dan ekonomi kreatif.
Apa gagasan anda mensinkronisasi kedua aspek ini; pariwisata dan ekonomi kreatif?
Dua aspek ini secara simultan saling mendukung. Yang terjadi selama ini, ekonomi kita hanya berbasis produktif yakni pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan. Artinya ekonomi NTT selama ini diarahkan dalam konteks ekonomi berbasis produksi. Kalau pariwisata sudah berkembang dengan baik, maka ekonomi produksi itu akan didukung oleh ekonomi jasa yaitu pariwisata dan ekonomi kreatif. Ada lima pilar nasional yang menjadi mimpi Presiden Jokowi di bidang ekonomi nasional yaitu pangan, ekonomi maritim, pariwisata, energi dan industri. Ini lima pilar ekonomi Indonesia yang diharapkan berkembang secara baik. Dan lima pilar ini dimuat dalam RPJMN 2015-2019. Itu di tingkat pusat. Untuk NTT ada di RPJMD kita 2014 2018.
Akhir-akhir ini, wisatawan domestik dan mancanegara mulai borring (jenu) dengan pariwisata Bali lalu mulai bergeser ke NTB dan NTT dengan pintu masuk Labuan Bajo, Manggarai Barat. Bagaimana startegi anda menangkap peluang ini agar NTT menjadi destinasi pariwisata dunia?
Kita harus bersyukur bahwa letak NTT sangat dekat dengan NTB dan Bali, dekat dengan pusat pariwisata. Kita mau menimbah keuntungan dari Bali sebagai pintu masuk pariwisata internasional, yang kemudian ke NTB dan NTT. Kalau kita bandingan, obyek wisata kita dengan kedua provinsi itu, NTT sebetulnya lebih banyak obyek wisatanya, mulai dari wisata alamnya yang sangat indah, pulau-pulaunya yang sangat indah, taman bawah lautnya yang juga sangat indah. Hanya saja, masalah kita adalah minimnya infrakstruktur. Itu saja. Kalau soal keindahan alam, keindahan bawah laut, kesenian dan budaya, sebetulnya kita sangat kaya raya. Yang kita belum punya adalah kelengkapan infrakstriktur. Di situ kelemahan dunia pariwisata kita. Dan kita akui, sampai saat ini kita belum menjadikan destinasi wisata itu sebagai aset sosial dan aset ekonomi. Kita masih melihat itu sebagai aset mati.
Nah, apa kiat anda agar aset yang mati itu bisa menjadi aset sosial dan ekonomi, sehingga kelemahan pariwisata kita bisa diperbaiki dan NTT bisa menjadi destinasi wisata dunia yang menjanjikan?
Saya sedang berpikir bagaimana menyelenggarakan suatu Festival Senyum. Mungkin kedengaran lucu, tetapi pesan dari festival tersebut bahwa dunia wisata adalah dunia keramatamahan (hospitality). Sama misalnya kalau tamu datang ke rumah kita, kalau kita serius tanpa senyum kepada tamu, pasti tamu tak akan datang lagi. Demikian dalam dunia wisata. Keramatamahan itu penting. Apalagi mereka datang bukan gratis, mereka membawa uang untuk belanjakan uang itu. Usaha kita adalah bagaimana mengorek keinginan mereka untuk memanfaatkan peluang. Untuk itu, hospitality atau keramahtamahan harus dijaga. Keraramatamahan, tutur kata lalu perilaku, bagimana hubungan sosial, bagaimana cara kita mengekspresikan diri dalam hubungan dengan wisatawan. Itu semua masuk dalam hospitality.
Bisa dijelaskan lebih detail dan konkrit festival senyum itu?
Kita mulai dengan suatu festival, sebuah gagasan yang sedang saya pikirkan ke depan adalah perlunya suatu festival keramatamahan, tapi supaya lebih nyentrik saya namakan Festival Senyum. Maksudnya, masyarakat kita harus terbiasa dengan senyum, karena secara psikologis, senyum adalah reaksi tubuh, reaksi alamiah tubuh manusia. Tetapi dalam reaksi alamia itu kita mau menunjukan kepada publik wisatwan bahwa kedatangan anda kami terima dengan senang hati, diterima dengan hati yang terbuka, silahkan datang ke rumah kami, datang ke provinsi kami dan datang ke kabupaten kami. Kami menyambut kedatangan anda dengan baik. Dan senyum itu adalah sebuat ekpsresi. Sederhana kelihatan tapi sangat memberi kesan pertama kepada para pengunjung. Saya akan berkeliling ke semua kabupten/kota di NTT, saya coba membahas dengan kepala dinas pariwisata di kabupaten/kota untuk bisa menggagas festival senyum di masing masing kabupaten. Jangan melihat kata senyumnya tetapi pesan dibalik itu adalah hospitality (keramah-tamaan) terhadap wisatawan. Bagaimana cara kita bertutur kata dengan mereka, cara kita menjual barang-barang kita ke mereka, cara kita mengucapkan terima kasih, cara kita menerima mereka di airport, hotel atau restoran, cara kita mengantar mereka ke obyek-obyek priwisata dan lain sebagainya.
Nilai apa yang akan kita maknai dari pesan festival senyum itu, apakah ini juga bagian dari kehendak tourism market atau pasar wisata?
Pesan lain dari festival senyum itu adalah akan banyak nilai yang kita tunjukkan kepada wisatawan bahwa kami bangsa yang ramah, masyarakat yang ramah yang siap menerima kedatangan siapapun ke provinsi kita (NTT). Satu kebiasaan buruk yang sering dilakukan selama ini tatkala ada orang asing datang kita selalu teriak… heii bule bule….! Nah sebenarnya itu sangat tidak menyenyangkan bagi orang barat. Sama, kalau kita ke Eropa, ke Amerika, ke Jepang, tiba-tiba segerombolan anak muda mengatakan “eeeh rambut kriting ee, kulit hitam eee,” pasti kita tidak nyaman dan tidak menyenyangkan. Karena itu, kita harus mensosialisasikan keramahtamahan itu dengan bagaimana melatih, mendidik masyarakat kita untuk berperilaku dengan wisatawan secara baik penuh keramahtamahan. Jadi pesan dalam festival senyum ini bahwa kita mau mengatakan bahwa keramah-tamahan bukan saja budaya kita, tetapi memang pasar wisata menghendaki hal seperti itu. Jangan lupa berpariwisata adalah bertemu, bertukar secara sosial, tetapi juga bertransaksi secara ekonomi. Ada suplay, ada demand. Dan kalau kita sudah bertransaksi secara ekonomi berarti kita sudah masuk dalam suatu pasar yang disebut pasar wisata (tourism market). Dalam pasar wisata barang-barang yang bermutu akan dibeli oleh pembeli. Ingat barang itu tidak harus souvenir, tidak harus hotel atau restoran, tapi perilaku kita. Itu yang disebut bagian dari pasar wisata atau tourism market. Nah, kenapa Thailand mampu mendatangkan jutaan turis setiap tahun, karena pasar wisata mereka sangat ramah, karena market wisata mereka sangat ramah terhadap wisatwasn.
Berarti anda ingin menciptakan pasar wisata di seluruh wilayah NTT?
Ini yang mau kita kembangkan di NTT adalah menciptakan pasar wisata di seluruh wilayah NTT; pasar wisata yang ramah terhadap kunjungan wisatawan. Jadi wisatawan (migrasi sementara) , supaya dia betah dan kembali ke tanah airnya dengan mengatakan bahwa NTT itu menjadi destinasi wisata yang menarik. Kita harus ciptakan suatu kondisi dalam tempo dua atau tiga hari itu membuat mereka nyaman, membuat NTT sebagai rumahnya yang kedua selain rumahnya yang pertama. Dia harus merasa at home, dia harus merasa nyaman, dia harus diperlakukan sebagai bagian dari keluarga kita. Sehingga begitu dia pulang dia membawa kesan baik. Akhirnya pasar wisata yang tadinya transaksi ekonomi, kemudian bergeser menjadi transasksi sosial, karena di sana ada akselerasi budaya, di sana saling menghargai, di sana saling mengenal budaya satu sama lain, di sana saling meniru atau berakselerasi antara budaya, antara bangsa, antara etnik, antara agama dan lain sebagainya.
Jadi pasar wisata itu tidak hanya berdimensi pasar ekonomi, tetapi pasar sosial, dimana di sana ada interaksi antara orang, bangsa dan etnik yang sangat penting untuk menciptakan kesatuan sebagai warga yang nyaman. Jadi tourism culture atau budaya wisata harus menjadi bagian dari budaya masyarakat NTT.
Seperti apa bentuk dan metode pelaksanaan festival senyum yang bakal menjadi brand anda tersebut?
Untuk festival senyum itu sendiri kita akan persiapkan dengan matang, dan tentu saja dengan dewan jurinya yang profesional. Dewan juri akan kita ambil pakar psikologi, dan seniman, untuk bagaimana menilai senyum-senyum pariwisata yang indah dan yang memberi kesan mengekspresikan keramahtamahan itu dalam bentuk senyum. Tidak semua senyum itu menunjukkan ekspresi ramah-tamah, karena ada senyum sinis, ada senyum terpaksa, dan ada senyum politik (sambil tertawa). Di dalam dunia transaksi ekonomi, kan ada senyum bisnis. Kalau memang kita mau uangnya ya kita berusaha melempar senyum agar kita bisa menggaet uang dari sakunya. Itulah senyum ekonomi, senyum bisnis. Nah, senyum wisata itu untuk memberi kesan bahwa ternyata mereka (warga NTT) bangsa yang ramah. Mereka akan membandingkan secara global, bahwa oh ternyata di bagian belahan dunia ini ada satu tempat yang namanya NTT memiliki kekhasan, walau mukanya garang atau hitan-hitam, tapi ternyata mereka sangat ramah. Kita harapkan, begitu para wisatawan itu bisa memberi kesan ke kita jika mereka telah tiba kembali ke negara asal mereka.
Terakhir, apa harapan anda kepada semua stakeholder pariwisata untuk bersama mewujudkan mimpi anda menjadikan NTT destinasi pariwisata dunia?
Pesan saya kepada pelaku-pelaku wisata, yang pertama kepada Biro Perjalanan atau Travel. Karena biro perjalanan mebuat paket-paket tour, maka dia harus mampu menciptakan paket tour seperti half day tour atau ada yang full day tour, atau juga ada yang tour dua sampai empat hari. Biro perjalanan harus bisa menciptakan paket-paket tour itu sehingaga wisatawan tak punya waktu untuk duduk. Setiap jamnya diatur untuk mengunjungi satu destinasi wisata. Dia tidak boleh dibiarkan nganggur. Tidak boleh dibiarkan bertanya kemana lagi yang harus dikunjungi. Dia harus disuguhkan untuk satu paket tour yang pasti, bahwa setengah hari ini setelah saya turun dari pesawat, saya bisa melakukan tour dalam kota; kemana yang harus dikunjungi dalam kota. Itu semua ada dalam item-item paket tour. Semuanya sudah dihitung dengan cost atau biayanya.
Kedua, untuk pelaku usaha transportasi. Dia harus bisa mendidik driver-nya dengan kondekturnya untuk bisa melayani wisatawan extra ordinary, dia melayani tamu yang mau mendapatkan kesan menarik. Bahwa orang-orang yang saya bawa dalam mobil ini adalah orang-orang yang saya harus perlakukan dengan ramah agar dia merasa nyaman, dihargai, dll. Demikian juga dengan pelaku pariwisata yang lain mulai dari jasa penginapan atau hotel, harus sama perlakuan, termasuk para penjual souvenir. Kebiasan kita selama ini, misalnya, harga satu souvenir yang hanya Rp 25.000, karena ada turis lalu dijual Rp 30.000 sampai Rp 40.000, itu yang salah. Karena mereka juga akan menilai mutuh dari souvenir tersebut. Masa harganya seperti ini, padahal mereka sudah lihat di internet harganya sekian. Nah itu yang tidak boleh. Jadi tatkala kita jual souvenir di daerah pariwisata, juallah sesuai dengan standar harga yang memang sudah ditetapkan. Jangan menaikkan harga, karena itu nanti yang menimbulkan kesan buruk. Kemudian aparatur pemerintah, diharapkan setiap kabupaten/kota harus memiliki pusat informasi pariwisata, sehingga begitu wisatawan turun dari bandara, mereka tidak kesulitan informasi soal pariwisata di daerah itu, karena pemerintah telah menyiapkan pusat informasi pariwisata untuk wilayahnya. (josh diaz)