Ole-ole dari Kota ‘Slamet’ Purwokerto

by -311 views

Sabtu, 2 Mei 2015, penulis bersama istri Yasinta Udayana Nona Diaz dan anak Grace Diaz, bersama ipar Lorens Seran bersama istri Lusia Fransisca Tiwe, berangkat ke Surabaya, terus ke Purwokerto, membesuk om kami, Gerardus ‘Agus Salim’ Lengoleta, yang dirawat di Pavilium Abiyasa dan Pusat Geriatri RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokorto, Jawa Tengah, karena stroke.

Tepat pukul 11.00 Wita, pesawat Citilink lepas landas dari Bandara El Tari Kupang dan landing di bandara Juanda Surabaya, pukul 13.00 WIB. Dari bandara Juanda kami menuju rumah makan Cianjur di Surabaya, menikmati masakan khas china yang aduhai lesatnya. Dari situ kami langsung menuju stasiun Gubung Surabaya untuk melanjutkan perjalanan ke Purwokerto dengan kereta Expres Bima. Pukul 17.00 WIB, gerbong kereta expres Bima mulai bergerak menuju Purwokerto setelah melintasi sejumlah stasiun, antara lain, mojokerto, jombang, nganjuk, madiun, solo balapan, Jogjakarta, dan karang anyar. Perjalanan yang amat melelahkan selama delapan jam.

Di stasiun Purwokerto, sudah menunggu mobil jemputan dari Hotel Hirison, sebuah hotel bintang lima di Kota Purwokerto. Kami pun melepas lelah setelah perjalanan melelahkan dari Kupang hingga Purwokerto. Besok harinya, Minggu (3/5/2015), setelah sarapan pagi di hotel, kami menuju ke Rumah Sakit Margono, di bilangan Jln Dr Gumberg No 1, Kelurahan Kedungwulu, Kecamatan Purwokerto Barat, khususnya di Pavilium Abiyasa dan Pusat Geriatri. Gedung berlantai delapan itu amat megah, dengan gaya bangunan klasik. Seluruh sistem berjalan amat teratur, mulai dari pintu masuk hingga pelayanan yang sangat memuaskan di setiap sudut gedung tersebut.

Suasana yang berbeda dengan rumah-rumah sakit pemerintah di daerah kita, NTT ini, khususnya di RSUD Prof WZ Johanes Kupang. Kebersihan menjadi satu fakta yang luar biasa. Nyaris tak ada satu pun sampah berserakan. Tak ada pula dinding yang kotor karena tangan jahil manusia, seperti orang-orang kita yang kadang sembarangan mencoret. Tidak ada ‘cat merah’ akibat semburan sirih pinang. Bersih, rapih dan amat teratur.

Seluruh pelayanan medis amat humanis. Satu orang pasien ditangani empat orang perawat. Semua ready, tak pernah mereka tinggalkan pasien, apalagi pasien berat seperti stroke, jantung, dll. Keluarga yang menjaga duduk manis, hanya bisa diizinkan membesuk pada jam yang sudah ditentukan. Selebihnya menjadi urusan para medis; mulai dari makan, minum obat, dll, termasuk memandikan dan mengganti pakaian pasien. Tak pernah ada yang mengeluh. Semua dijalani dengan ikhlas, sesuai motto rumah sakit itu; melayani dengan sepenuh hati. Di situ juga tersedia Hostes, kamar yang disewakan untuk penjaga pasien yang dari luar kota. Fasilitas hostes layaknya hotel berbintang dengan harga per malam Rp 200.000.

Ketika mendapat giliran kurang lebih 30 menit untuk menjaga om yang sedang dirawat di ruang intensive care unit (ICU) di lantai dua, terlihat jelas keramahan dan keikhlasan para medis. Amat telaten dan profesional mengurus pasien yang stroke. “Ini udah tugas kami mas, protap yang ada di rumah sakit ini, apalagi ini ruang khusus untuk pasien yang ingin mendapat perawatan khusus, jadi kita laksanakan semua dengan sepenuh hati,” tutur dr Waluyo, dokter jaga di ruang ICU ketika diajak ngobrol sesaat saja.

***

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo diresmikan pada 12 November 1995. Dari aspek geografis, lokasi RSUD Prof. Dr. Margono sangat menguntungkan, karena terletak di pusat pengembangan wilayah Jawa Tengah bagian selatan – barat, dan terletak di kota yang terus berkembang menjadi kota besar dan kota perdagangan, pendididkan dan pariwisata.

Pun, kota Purwokerto terletak di pertemuan tiga jalur transportasi menuju pusat rujukan pelayanan kesehatan yang lebih tinggi, dengan jarak sekitar 200 km. Dari kota Semarang, Yogyakarta dan Bandung. Kondisi ini sangat strategis bagi pengembangan dan pemasaran RSUD Prof. Dr. Margono.

Selain itu, Kota Purwokerto terletak tak jauh dari sebuah gunung tertinggi di Jawa Tengah, Gunung Selamet. Kota ini berdindingkan Gunung Selamet di sebelah utara, tepatnya di kaki gunung Slamet sebelah selatan, dengan dihimpit tiga kabupaten lain, yaitu kabupaten Purbalingga di sebelah timur, kabupaten Brebes di sebelah barat, dan kabupaten Cilacap di sebelah selatan kota tersebut.

Dari sejarahnya, pada jaman penjajahan sekitar tahun 1923 dikenal sebagai RS Zending yang digunakan sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi orang Belanda dan Misionaris yang berada di sekitar Purwokerto. Tahun 1985, RSU Purwokerto ditingkatkan menjadi Kelas B Non Pendidikan. Pada 12 November 1995 atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah saat itu, Soeparjo Rustam, yang didukung dana APBN, APBD serta BLN, RSU Purwokerto direlokasi ke Jl. Dr. Gumberg No 1 Purwokerto dengan nama baru RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Tahun 2011, berdasarkan SK Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Nomor: 239/MENKESKESOS/SKII/2011 telah ditetapkan menjadi RS Kelas B Pendidikan. Kemudian Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam rangka pengembangan pelayanan rumah sakit, didirikanlah Pavilliun Abiyasa dan Pusat Geriatri yang dibangun melalui tahap I pada tahun 2005 dan pembangunan Tahap II yang selesai pada tahun 2008. Sehingga sekarang RSUD Prof. Dr. Margono menempati 2 lokasi yaitu di Jl. Dr. Gumbreg dan di Jalan Dr. Angka.

Pelayanan Unggulan di Pavilliun Abiyasa dan Pusat Geriatri RSUD Prof Margono adalah jantung, urologi, maternal perinatal, onkologi terpadu (kemoterapi dan radioterapi), stroke center, infertilitas, beauty center, private wing (poliklinik VIP dan rawat inap VIP dan VVIP). Yang menariknya, alat-alat canggih yang ada di rumah sakit itu antara lain, CT-Scan,MRI, Cobalt,C- Arm Fluoroscopy, Endoscopy, Haemodialisa,
Laparoscopy, Cusa, High Speed Drill, EEG, ENMG, ECG, Echocardiogram, Bone Densitometri, USG Transduser, USG 4D, Treadmill, Pacho, Miroscope Surgery, Audiometri, dan Pneumatic Transfer.

***

Ini cuma serpihan ole-ole dari apa yang penulis saksikan dan alami di RSUD Pr Dr Margono Purwokerto, Jawa Tengah. Sejatinya Pemerintah Provinsi NTT bisa melakukan hal yang sama di RSUD Prof WZ Johanes Kupang, atau rumah sakit pemerintah lainnya di NTT. Kalau saja fasilitas memadai, dan pelayanan pun dilakukan dengan ikhlas dan sepenuh hati oleh para medis kita, maka pasien akan merasa nyaman dan tidak akan ada keluhan akan amburadulnya pelayanan di RSUD Kupang. Kalau saja, lokasi RSUD Kupang dipindahkan, maka gedung yang lama itu bisa digunakan sebagai paviliun, atau apalah namanya.

Apakah Pemerintah Provinsi NTT perlu melakukan studi banding ke RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto untuk belajar manajemen dan pengelolaan rumah sakit yang baik? (jdz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *