Komisi V DPRD NTT Dorong Pemprov Bentuk Kantor Layanan TKI Satu Pintu

by -151 views

Kupang, mediantt.com – Sistem layanan satu pintu yang selama ini dilakukan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI), menjadi bahan belajar Komisi V DPRD NTT untuk bisa diterapkan di Pemprov NTT. Karena itu, Komisi V akan mendorong Pemprov NTT untuk membentuk layanan satu pintu ini untuk TKI sebelum diberangtkan ke luar negeri. Ini juga sebagai bentuk konkrit pencegahan praktek perdagangan manusia (human trafficking) di NTT.
“Komisi V memandang model persiapan TKI yang dilakukan Pemerintah Provinsi NTB layak diterapkan di NTT untuk meminimalisir pengiriman tenaga kerja secara illegal, karena semua urusan yang berkaitan dengan TKI dilakukan di kantor layanan satu pintu. Kita akan dorong Pemprov NTT untuk membentuk kantor layanan satu pintu ini,” jelas Ketua Komisi V DPRD NTT, Winston Rondo, kepada mediantt.com, di DPRD NTT, Senin (27/4/2015).

Ia menjelaskan, anggota Komisi V yang ke NTB telah belajar tentang keunggulan dari kantor pelayanan TKI satu pintu ini, karena NTB sebagai salah satu dari lima daerah pusat TKI memberikan pelayanan untuk para TKI melalui kantor satu pintu secara efektif dan efisien. Karena dalam kantor satu pintu itu, ada unsur imigrasi untuk urusan paspor, ada Dispenduk untuk pelayanan KTP, ada Dinas Kesehatan untuk pemeriksaan dan pelayanan keterangan kesehatan, ada kepolisian, juga ada Dinas Nakertrans, dan ruang informasi pasar kerja di luar negeri. Selain itu, ada Dinas Perhubungan, ada ruang pelayanan pihak bandara, kantor maskapai penerbangan dan juga kantor pelayanan asuransi bagi TKI.

“Desain kantor pelayanan TKI terpadu satu pintu itu merupakan integrasi dari semua SKPD dan instansi yang berhubungan dengan urusan ketenaga kerjaan. Integrasi semua urusan ini yang memberikan kemudahan bagi para calon TKI dalam mengurus dokumen-dokumen administrasi. Jadi calon TKI tidak perlu jalan dari kantor ke kantor, karena semua instansi menyediakan pelayanannya di kantor terpadu satu pintu itu,” katanya.

Ia mengatakan, hasil studi banding ini akan menjadi bahan untuk melengkapi dokumen rancangan peraturan daerah (Ranperda) insiatif DPRD NTT tentang pelayanan dan perlindungan TKI. ”Ranperda insiatif ini sedang kita siapkan, dan bahan hasil studi banding ini akan menjadi bahan pelengkap bagi dokumen ranperda ini,” ujar politisi Fraksi Partai Demokrat ini.

Koordinator Kunker Komisi V ke Lombok, NTB, Kasimirus Kolo, juga menjelaskan,

adanya kantor tersebut, mengurangi bahkan menekan praktik human trafficking dan TKI illegal di NTT. Selain itu, para calo juga tidak dapat bekeliaran untuk mempengaruhi para calon tenaga kerja. “Tugas kantor satu pintu juga memberikan sosialisasi mengenai pelayanan TKI satu pintu sampai ke desa-desa. Biaya untuk urusan di kantor pelayanan TKI satu pintu tersebut relatif kecil yakni hanya Rp 250 ribu untuk semua urusan administrasi dan surat izin. Bahkan kalau surat-surat rekomendasi dan KTP-nya sudah ada, urusan selesai dalam satu hari,” jelasnya.
Menurutnya, model kantor pelayanan terpadu satu pintu juga sangat tepat untuk diterapkan di NTT. “Kami akan merekomendasikan kepada Pemprov NTT untuk mempersiapkan pembangunan kantor atau kantor pelayanan TKI terpadu satu pintu di NTT. Dengan anggaran ditanggung oleh masing-masing SKPD dan instansi terkait yang terintegrasi dalam kantor tersebut,” katanya.
Kata dia, dewan juga akan mendorong pembentukkan Pergub untuk memperkuat kinerja dan kewenangan operasi kantor tersebut. “Kita minta pola ini harus diterapkan karena sangat layak dengan konteks NTT yang marak praktek perdagangan manusia,” tandasnya.
Anggota Komisi V, Aleta Baun, menambahkan, yang paling menarik dari pola kantor satu pintu di NTB yakni adanya asuransi bagi TKI. Menurutnya, melalui kantor pelayanan TKI tersebut para CTKI/CTKW sudah terdaftar  dalam asuransi tenaga kerja yang ada sejak mendaftar dan mengurus dokumen di kantor pelayanan terpadu itu. Sehingga para TKI saat di luar negeri dapat menyisikan pendapatannya melalui jasa asuransi yang ada yang akan digunakan sebagai modal usaha saat kepulangan dari luar negeri. “Jadi jasa asuransi yang ada itu memberikan pelayanan sampai setelah tiga bulan mereka telah berada dalam negeri. Ini untuk menjaga modal usaha ekonomi mandiri bagi para TKI saat sudah berada di Indonesia,” katanya.

Buat Sesuatu di Nunukan

Winton Rondo juga mengatakan, ketika timnya ‘belajar’ ke Nunukan, banyak hal yang ditemukan terkait aktifitas para TKI, baik yang legal maupun ilegal. Apalagi, Nunukan menjadi pintu masuk TKI ke dan dari Malaysia. Di sana, hampir setiap hari ada TKI yang dideportasi karena paspor kerjanya habis masa berlakunya, dan terbanyak adalah dari NTT dan Sulawesi Selatan. Bahkan, diantara sekitar 4 ribu orang yang dideportase setiap tahun, ada juga yang tidak waras (gila), cacat, dll. Karena menyaksikan betapa seriusnya Nunukan mengurus TKI yang legal dan ilegal, maka Komisi V mengharapkan agar Pemprov NTT bisa berbuat sesuatu terutama membangun kerjasama dengan Nunukan. “Kami bertemu 100 tokoh di Nunukan yang kebanyakan dari NTT, mereka menyampaikan betapa rumitnya mengurus TKI yang bermasalah karena hampir 90 persen TKI kita pergi tanpa dokumen. Untuk itu, sangat penting membekali TKI dengan dokumen yang legal sebelum ke Nunukan. “Kerja sama yang penting dilakukan adalah di bidang pendidikan, ekonomi dan kesehatan,” ujarnya.

Menurutnya, sesungguhnya Nunukan juga menjadi pasar tenaga kerja yang potensial karena di sana ada banyak perusahaan sawit, dll yang membutuhkan tenaga kerja. Karena itu, perlu ad akerja sama antara Pemprov NTT dengan Nunukan, dan NTT harus bisa membyat sesuatu di Nunukan. “Kami akan rekomendasikan temuan kami di Nunukan untuk direkomendasikan kepada Pemerintah Provinsi NTT,” kata Winston. (jdz)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *