Harga Naik Ganggu Industri

by -170 views

JAKARTA – Para pebisnis meminta pemerintah tidak menaikkan harga berbagai kebutuhan masyarakat secara bersamaan. Sebab, penurunan daya beli masyarakat akan langsung memukul industri.

Ketua Komite Tetap Pengembangan Pusat Belanja Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handaka Santosa mengatakan, para pebisnis saat ini dilingkupi banyak kekhawatiran. ”Semuanya pada naik dan akan naik. Makanya, tidak heran jika pertumbuhan ritel tiga bulan terakhir minus 5 persen. Padahal, akhir tahun ditargetkan naik 5 persen,” jelas Handaka, Minggu (5/4/2015).

Kenaikan harga beberapa kebutuhan penting masyarakat seperti beras, bahan bakar minyak (BBM), dan elpiji plus kondisi ekonomi makro yang belum membaik telah membuat daya beli masyarakat tertekan. ”Ini berbahaya karena pertumbuhan ekonomi itu banyak ditopang dari penjualan ritel,” ujar mantan ketua umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) tersebut.

Seharusnya, papar wakil ketua umum Realestat Indonesia (REI) itu, kondisi perekonomian tidak seperti sekarang. Kenaikan upah minimum provinsi yang berlaku sejak Januari lalu seharusnya langsung mengatrol daya beli masyarakat. ”Tapi, akibat harga-harga naik dan kondisi perekonomian buruk, daya beli malah menurun. Seharusnya pemerintah sebagai pemegang saham utama BUMN seperti Pertamina atau PLN bisa mencegah supaya harga-harga tidak naik,” tuturnya.

Efek berantai dari penurunan daya beli masyarakat sangat dikhawatirkan para pebisnis. ”Kalau semua harga naik, efek psikologisnya, masyarakat akan mengerem pembelian. Atau setidaknya uang dipakai untuk yang penting-penting dulu seperti bayar sekolah dan makan,” ujar dia.

Jika itu terjadi, dampaknya akan sangat terasa bagi pelaku industri. Pertumbuhan ekonomi pun terancam stagnan. ”Efeknya panjang,” katanya. Dia mengilustrasikan, orang akan menunda membeli baju. Dengan begitu, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang sebelumnya memproduksi 1.000 potong pakaian cuma membuat 500 baju. ”Berapa karyawan yang berpotensi dirumahkan jika itu terjadi? Itu bisa luar biasa dampaknya,” ucap dia.

Belum lagi kalau dikaitkan dengan penjualan properti yang bisa menurun. Turunnya penjualan properti, terang dia, bisa berpengaruh terhadap industri semen, keramik, cat, atau baja ringan. ”Bahkan, penjualan furnitur hingga gorden juga bisa turun,” tambah Handaka.

Karena itu, pihaknya berharap pemerintah dan para menterinya bisa mempertimbangkan masak-masak setiap rencana kenaikan harga. ”Saya sendiri tidak puas. Masak rupiah melemah, bukannya cari solusi, malah pejabatnya ngomong ini menguntungkan dan membuat Indonesia kompetitif,” kata dia.

Padahal, kondisi rupiah yang tak kunjung stabil justru membuat pelaku usaha resah karena biaya produksi yang meningkat. ”Yang penting itu stabil. Tidak seperti sekarang, trennya naik terus di atas Rp 13.000 per dolar (AS),” jelasnya.

Pengamat ekonomi Lana Soelistianingsih mengungkapkan, kenaikan harga BBM dan listrik turut mendorong pelemahan keyakinan kepada konsumen. ”Ada wacana di mana TDL (tarif dasar listrik) akan naik Mei, kemudian diikuti oleh harga-harga yang lain. Itu juga turut memengaruhi persepsi konsumen saat itu,” ujar Lana. Jadi, lanjut dia, konsumen juga melakukan antisipasi dengan menunda pembelian barang-barang yang bersifat kebutuhan sampingan.

Dia menjelaskan, ke depan, keyakinan konsumen juga diperkirakan masih mengalami pelemahan lantaran kenaikan harga BBM pada Maret, yang dampaknya masih dirasakan pada bulan ini. ”Saya kira, di bulan April ini masih akan ada perlambatan daya beli konsumen akibat kenaikan (harga) beberapa komponen tersebut,” tambahnya.

Selain BBM, kenaikan TDL dan harga bahan pokok menjelang Ramadan menjadi faktor melemahnya optimisme konsumen. ”Saya kira, sampai semester I tahun ini masih ada potensi melemah karena sudah menjelang puasa dan Lebaran juga,” katanya.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Saleh Abdurrahman menegaskan, pemerintah sudah mempertimbangkan dengan matang kenaikan harga BBM. Diskusi soal harga naik dan turun yang bakal terjadi tiap bulan juga sudah disimulasikan. ”Terlalu cepat untuk menghakimi pencabutan subsidi tidak berhasil,” jelasnya.

Dia mengakui bahwa pengalihan subsidi ke infrastruktur belum berdampak besar karena terkendala mekanisme lelang dan dana belum sepenuhnya cair. Namun, dia memastikan bahwa dana itu memang benar digunakan untuk memperkuat infrastruktur. (jp/jdz)

Foto : Ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *