Kasus Santet di Mabar, Kabareskrim Targetkan Ungkap Pelaku

by -140 views

JAKARTA — Penyelidikan Polda Nusa Tengggara Timur (NTT) atas kasus pembakaran rumah, kios, dan gudang milik Stefanus Darlin (45) di Kampung Ngiring Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), NTT, yang dituduh menyantet sejumlah warga setempat, sampai Sabtu (4/4) telah memeriksa 25 orang sebagai saksi, termasuk kepala desa. Polisi menargetkan akan mengungkap pelaku.

“Langkah pengembangan penyelidikan yang dilakukan Polda NTT berikutnya adalah mencari saksi-saksi yang melihat atau mengetahui langsung dugaan keterlibatan tujuh orang yang dilaporkan sebagai pelaku,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Umum (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Pol Budi Waseso yang dikonfirmasi SP, Sabtu (4/4).

Selain it, kata Budi, kepolisian juga tengah melengkapi alat-alat dan bukti lainnya sesuai KUHAP. Petugas juga masih menyelidik intensif lokasi kejadian, selain menunggu hasil analisa tim Puslabfor Mabes Polri untuk kepentingan pemeriksaan kriminal forensik di lapangan.

Sebagaimana diketahui, tragedi ancaman maut yang dialami Stefanus dan istrinya, Hendrika Hemi, dua anak mereka, dan Carolus Muju (orangtua Stefanus Darlin) yang dituduh menyantet merupakan tindakan main hakim sendiri.

Menurut pendiri Save NTT Petrus Selestinus, aksi pembakaran dan tuduhan santet itu adalah kejahatan kemanusiaan serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, sehingga kapolda NTT seharusnya bertindak cepat dengan memerintahkan kapolres Manggarai Barat untuk menuntaskan kasus tersebut.

“Siapa pun pelaku apalagi sudah diiidentikasi jati dirinya segera tangkap. Polisi seharusnya jangan tunggu laporan dari korban. Begitu ada informasi dari masyarakat, apalagi sudah diberitakan media massa, seharusnya proaktif. Itu bukan delik aduan yang menunggu laporan. Itu delik biasa. Kejahatannya luar biasa,” ujar Petrus kepada SP, Sabtu.

Petrus merasa iba melihat Stefanus dan keluarganya harus pergi dari kampung mereka akibat fitnah santet. Mereka terpaksa mencari perlindungan ke kampung saudaranya di Desa Rego, Kabupaten Manggarai Barat, sekitar 100 kilometer dari kampung halaman mereka.

Stefanus, melalui telepon, Minggu (15/3) malam mengatakan, ia terpaksa meninggalkan kampung halamannya karena diancam akan dibunuh. Stefanus dituduh menyantet sejumlah orang di kampungnya hingga meninggal. “Mereka menuduh saya menyantet, dengan tak punya bukti. Saya sudah sumpah demi Tuhan Yang Maha Esa, di hadapan mereka dan kepala desa, namun diancam dibunuh. Rumah, kios, dan gudang kami telah dibakar,” kata Stefanus sambil menangis.

Stefanus tiba di Labuan Bajo, Minggu petang dan langsung melapor ke Polres Manggarai Barat. “Kami masih berada di Labuan Bajo, menunggu adik perempuan saya yang dibutuhkan keterangannya oleh polisi. Kemarin polisi berjanji setelah mendapat keterangan dari adik perempuan saya, polisi langsung tangkap para pelaku,” kata Stefanus, Senin (16/3).

Adapun para pelaku yang berusaha membunuh keluarga Stefanus adalah Kanis Ndehong, Yohanes Hasbin, Ardianus Karno, Bonefasius Haru, Hubertus Juko, Julianus Manus, Maksimus Aki. Anehnya, tindakan ini terkesan dibiarkan Kepala Desa Nangga Kantor Timur, Agustinus Imut.

Kapolres Manggarai Barat, AKBP Julet Abas, ketika dikontak Minggu (15/3) malam, mengatakan, pihaknya belum mengetahui perkembangan kasus tersebut. “Kalau kita di Manggarai Barat hari Minggu adalah hari untuk beribadah ke gereja. Karena sebagian besar masyarakat di sini beragama Katolik,” jawab Julet.

Kapolda NTT, Brigjen Pol Endang Sunjaya, melalui Kabid Humas AKBP, Agus Santoso di Kupang, Senin, (16/3), mengatakan, saat ini penyidik Polres Manggarai Barat telah melakukan pemeriksaan sejumlah warga yang diduga sebagai pelaku pengancaman pembunuhan, pengusiran, dan pembakaran rumah, kios serta tempat penyimpanan padi dan jagung milik Stefanus. “Jika dalam pemeriksaan itu ditemukan tindakan pidana, maka akan ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan,” kata Agus.

Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dula, mengatakan, ia belum mendapat laporan resmi dari camat. Namun yang paling penting adalah sudah ada laporan ke polisi, sehingga pihaknya akan melakukan koordinasi. “Sebab menuduh orang menyantet itu sulit dibuktikan. Kalau orang mati bisa saja disebabkan banyak faktor. Kalau santet sulit dibuktikan,” katanya.

Stefanus mengisahkan, kejadian tersebut berawal pada Selasa (10/3). Ia dihadapkan kepada rumah Tua Golo (Kepala Kampung), Maksimus Adi, oleh para pelaku, dengan tuduhan telah menyantet beberapa orang. “Di hadapan Tua Golo saya bantah, karena saya tak menyantet,” kata dia.

Selanjutnya ia dibawa ke kantor Desa Nangga Kantor Timur. Di hadapan kepala desa, ia tetap membantah dan meminta kepala desa menyelesaikan perkara ini di kantor polisi. “Namun kepala desa dan para pelaku melarang, dan saya harus membayar denda berupa satu ekor kambing dan satu ekor kerbau,” kata dia.

Karena takut dibunuh, Stefanus menyanggupi permintaan para pelaku. Namun tanpa disangka, Kamis (12/3), para pelaku membakar rumah, kios, dan gudang milik keluarganya. Selain itu para pelaku berusaha membunuh mereka.

Anggota DPRD Manggarai Barat, Marselinus Jeramun, mendesak polri mengusut kasus ini dan menyeret pelaku ke hadapan hukum. “Ini bukan kejahatan biasa, tetapi merupakan kejahatan kemanusiaan,” kata Marsel. (sp/jk)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *