BANDUNG — Tati Hayati, istri dari sang sniper terbaik dunia asal Bandung, Tatang Koswara, mengungkapkan, suaminya meninggal dalam keadaan bahagia. Pasalnya, rahasia yang 25 tahun disimpan Tatang sudah terungkap.
“Bapak tidak menceritakan misi rahasia yang ia jalankan di Timor Timur (sekarang Timor Leste). Entah mengapa tiba-tiba ramai tentang cerita Bapak,” ucap Tati di kediamannya di daerah Kompleks TNI AL, Cibaduyut, Bandung, Rabu (4/3/2015).
Setelah sebagian cerita itu ramai di permukaan, Tatang terlihat bahagia. Ia pun menceritakan kiprahnya bersama pasukan pimpinan Kolonel Edi Sudrajat di Timor Leste, termasuk kepada wartawan. Bahkan, beberapa pekan terakhir ini, Tatang kerap menelepon saudara maupun kerabatnya. Sesekali, ia pun bercerita tentang kesibukannya akhir-akhir ini dan kecintaannya terhadap Indonesia.
Sehari sebelum meninggal, Tatang bercerita kepada Kompas.com bahwa selama 25 tahun, ia bungkam soal misi rahasia di Timor Leste. Hal itu sesuai dengan amanat komandannya saat itu, Edi Sudrajat, yang melarang Tatang menceritakan misi rahasia tersebut, kecuali atas seizin atasannya.
Awalnya, Tatang berpikir, cerita itu akan menguap setelah wafatnya Edi Sudrajat. Namun, tiba-tiba, nama Tatang disebut-sebut dunia internasional sebagai salah satu sniper terbaik dunia.
“Saya tak pernah membuka identitas. Bahkan, saat berjualan di Kodiklat TNI AD, tidak ada yang tahu kalau saya ini sniper,” ucapnya.
Dalam upayanya menyimpan rahasia, kehidupan Tatang pun seolah misterius. Ia sempat enam kali pindah rumah hingga akhirnya menempati kediamannya yang sekarang sejak empat tahun silam.
Nama Tatang mulai mencuat seiring terbitnya buku Sniper Training, Techniques and Weapons (2000) yang ditulis Peter Brookrsmith. Dalam buku tersebut disebutkan, Indonesia menyimpan sniper jempolan bernama Tatang. Tatang mencetak rekor 41, di bawah Philip G Morgan (5th SFG (A) MACV-SOG) dengan rekor 53 dan di atas Tom Ferran (USMC) dengan rekor 41.
Nama Tatang tercatat dalam urutan Sniper’s Roll of Honour di dunia. Buku ini sempat diulas di majalah Angkasa 2014 silam. Sejak saat itu, nama Tatang terus melejit hingga akhirnya banyak diulas di media massa.
TNI Lebih Berani dari AS
Sniper atau penembak jitu kelas dunia asal Bandung itu juga menilai, tentara Indonesia (TNI) memiliki beberapa kelebihan dibanding tentara Amerika Serikat. Dengan kelebihan ini, tentara Indonesia harus lebih percaya diri.
“Tentara Indonesia memiliki kelebihan dalam gerilya,” kata Tatang saat ditemui Kompas.com di kediamannya, di kawasan TNI AL, Cibaduyut, Bandung, dua hari sebelum meninggal.
Ia menjelaskan, pada pertengahan tahun 1970-an ia terpilih mengikuti program Mobile Training Teams (MTT). Program ini di bawah pimpinan Kapten Conway yang merupakan pelatih dari Green Berets, Amerika Serikat.
Dalam program itu, Tatang diajarkan menembak jitu pada jarak 300, 600, dan 900 meter. Tim khusus itu pun dilatih bertempur melawan penyusup, melawan sniper lain, kamuflase, melacak jejak, dan menghilangkannya.
“Saya mendapat banyak ilmu militer AS, sangat membantu tugas saya. Tetapi, militer Indonesia tidak kalah, malah saya bilang lebih berani,” ucap Tatang.
Tatang mencontohkan, dalam medan terbuka, sniper Indonesia lebih berani dalam jarak dekat dibanding Amerika. Selain itu, yang paling membedakan adalah kemampuan tentara Indonesia dalam bergerilya.
“Tentara Amerika kurang mampu bergerilya, itulah mengapa Amerika bisa kalah oleh Vietnam,” ucap Tatang.
Sembari terkekeh, Tatang membenarkan pemeo yang mengatakan bahwa Amerika hanya bisa mengalahkan Vietnam dalam film Rambo.
Tatang meninggal akibat serangan jantung pada Selasa (3/3/2015) malam seusai tampil dalam program “Hitam Putih” yang ditayangkan Trans 7. Tatang meninggalkan seorang istri, Tati Hayati, dan empat orang anak, yakni Pipih Djuaningsih, Ina marlina, Tubagus Apdi Yudha, dan Tanti Melani. Sehari sebelum meninggal, Tatang menulis wasiat untuk anak-anaknya. Wasiat tersebut dibuat mirip sebuah sertifikat. (jdz)