Kupang, mediantt.com — Dinamika perekonomian di Kabupaten Sabu Raijua saat ini menggeliat pasti dibawah kepemimpinan Bupati Ir Marthen L. Dira Tome. Berbagai komoditi andalan wilayah itu mula digarap serius, dan yang sedang menjadi primadona adalah garam dan rumput laut. Menariknya, garam Sabu Raijua memiliki kualitas nomor satu, dan sangat diminati konsumen.
“Garam haasil produksi Sabu-Raijua sangat diminati konsumen. Hasil penelitian laboratorium Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor, Jawa Barat, menunjukkan bahwa kualitas garam Sabu Raijua tergolong nomor satu, dengan kadar yodiumnya 97,6 persen, sementara kadar garam sebesar 97,8 persen. Kita akan terus memacu usaha ini agar bisa memberikan kontribusi bagi daerah dan masyarakat,” jelas Staf Ahli Pemkab Sabu-Raijua bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Drs. Willy Saununu kepada mediantt.com di Aula El Tari Kupang, Senin (2/2/2015).
Menurutnya, saat ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sabu-Raijua tengah memacu usaha garam dan rumput laut sebagai komoditi primadona. Karena, jika dua sektor usaha di bidang kelautan itu diurus sungguh-sungguh, maka dapat memberikan kontribusi besar bagi pendapatan asli daerah (PAD) Pemkab Sabu-Raijua dan mampu menawarkan kesejateraan hidup bagi masyarakat Sabu-Raijua.
Putra Kisar ini juga menjelaskan, Pemerintah Sabu-Raijua dalam tahun 2015 ini mulai memperluas areal usaha garam dari 21 hektar (ha) tahun 2014 menjadi 121 ha dengan target total produksi diatas 100 ton per bulan. “Tahun 2011 Pemkab Sabu-Raijua baru mulai dengan 1 ha, tahun 2014 tambah 20 ha, dengan totoal produksi garam per bulan dalam tahun 2014 mencapai 45 ton. Pak Bupati Marthen Dira Tome merencanakan, tahun 2015 ini dibangun lagi 100 hektar (ha), untuk menjawab permintaan pasar yang mulai meningkat,” kata Saununu, yang mewakili Bupati mengikuti Rakor tingkat provinsi.
Ditanya soal pasar garam hasil produksi tahun 2014, ia menuturkan, pemasarannya baru menjangkau pasar lokal. Pasar regional maupun nasional belum memungkinkan karena kuota kebutuhan garam pasar lokal masih sangat banyak, padahal produksi garam dari Sabu-Raijua masih sedikit. “Masih sangat terbatas produksi garam di Sabu. Kebutuhan garam untuk pasar lokal saja tidak cukup. Kita tidak bisa bicara soal pasar Nasional, apalagi bicara soal ekspor antar negara. Memang dari hasil lab IPB Bogor garam Sabu-Rajua termasuk kualitas nomor 1, sehingga jika terus diekspos akan mendapat perhatian pihak luar negeri, tetapi kita belum bisa. Kita terus berupaya agar dua hingga 4 tahun mendatang garam dari Sabu Raijua sudah bisa masuk pasar dunia luar,” jelas Saununu.
Ia juga menjelaskan, untuk usaha rumput laut, pemerintah Sabu-Raijua terus mendorong peningkatan produksinya, dengan cara pemerintah memberikan berbagai fasilitas, berupa bibit, tali dan berbagai sarana yang dibutuhkan para petani rumput laut. Dengan dukungan pemerintah itu, diharapkan bisa menjawab kebutuhan perusahaan yang sedang dibangun di Sabu.
“Hasil produksi rumput laut petani dibeli oleh pemerintah dengan harga bersaing. Rumput laut yang basah berkisar Rp 8.000 per kg, sedangkan harga rumput laut yang sudah kering, berkisar Rp 16.000 per kg. Pemerintah sedang membangun pabrik rumput laut di Sabu, yang diperkirakan membutuhkan 10 ton per hari, sementara produksi rumput laut baru mencapai margin 90 ton per tahun. Jadi kita terus memacu produktifitas para petani rumput laut sehingga bisa menjawab kebutuhan Pemerintah Sabu-Raijua untuk kepentingan pabriknya,” ujar mantan atlit sepak bola PSK Kupang itu. (jdz)