Jokowi Jangan Takut Tekanan LSM Pesanan Asing

by -124 views

JAKARTA – Ngototnya Fraksi Partai Demokrat yang menolak meloloskan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) menjadi Kapolri, bahkan mengancam Presiden Joko Widodo agar tidak melantik kalau tidak ingin dimakzulkan dinilai sebagai alat bargaining Partai Demokrat kepada KPK. Hal tersebut disampaikan pengamat politik Prof Dr Muhammad Budyatna melihat gaduhnya suasana politik dalam proses pencalonan Kapolri itu.
Bargaining politik yang dimaksud Budyatna adalah beberapa kasus yang dibidik KPK yang ditenggarai melibatkan Sekjen DPP Fraksi Partai Demokrat (PD) Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas yang juga merupakan putra bungsu mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

”Kalau FPD terlihat mendukung KPK sehingga menolak Budi Gunawan sebagai kapolri, wajar saja. Ini’kan sangat erat terkait posisi hukum Ibas yang sudah sering disebut-sebut menerima uang oleh beberapa saksi di persidangan Tipikor. Jadi biar Ibas tetap aman,  Demokrat harus mendukung KPK, dan saya lihat  harapannya biar tidak tersentuh KPK. Karena kalau tetap mendukung BG pasti Ibas masuk KPK,” tutur Budyatna kepada wartawan di Jakarta, Jumat (16/1).
KPK, kata Budyatna juga melakukan tebang pilih dalam memproses berbagai kasus korupsi. Sebab faktanya banyak kasus yang sampai saat ini tidak pernah disentuh sama sekali oleh KPK, sementara beberapa kasus lainnya juga hanya disentuh bagian luarnya saja. Ia menyontohkan kasus uang suap miliaran rupiah di dalam kardus durian yang diduga melibatkan Ketum Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar tidak pernah disentuh KPK, kasus korupsi di Kementerian Agama yang melibatkan mantan menteri Suryadharma Ali meski sudah menjadi tersangka tapi tanpa tindaklanjut. ”Begitu juga kasus Jero Wacik saat menjadi Menteri ESDM tanpa tindak lanjut,” imbuh Budyatna.
Terhadap Presiden Jokowi, ia lantas meminta agar bersikap bijak dalam menyikapi persoalan calon Kapolri ini. Jokowi diharapkan tidak mencontoh mantan Presiden SBY yang terkesan plin plan dalam bersikap. Jokowi diharapkan dalam mengambil keputusan tidak perlu takut dengan tekanan KPK maupun beberapa LSM anti korupsi karena kalau takiut malah akan merusak sistem penegakan hukum dan aturan bernegara.
”SBY  itu peragu dan takut citranya rusak. Jadi kalau ada tekanan dari LSM, dia langsung berubah pikiran. Makanya Jokowi jangan seperti ini, kalau memang yakin jalankan. Semua keputusan ada konsekuensinya. Jangan takut karena yang mengatur negara ini bukan KPK atau LSM, tapi dirinya sebagai kepala negara. Negara ini tidak dijalankan oleh LSM, apalagi kalau beberapa LSM itu menerima pesanan asing. Jadi harus hati-hati,” pungkas Budyatna yang juga Guru Besar Ilmu Politik UI ini.

Presiden Harus Berani Lantik BG

Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan, ada inkonsistensi KPK dalam menetapkan atau tidak menetapkan seseorang menjadi tersangka. Namun inkonsistensi ini sangat berbahaya karena dengan kewenangannya itu, maka KPK bisa menjadikan seseorang menakutkan seperti monster atau sangat baik seperti malaikat.

”KPK bisa menjegal siapapun yang tidak mereka sukai, atau melindungi siapapun yang mereka sukai. Mereka bisa membuat seseorang menjadi monster menakutkan, tapi juga bisa membuat seseorang seperti malaikat tanpa kesalahan. Ini inkonsistensi sikap KPK yang akan membahayakan proses penegakan hukum di Indonesia,” terang Asep di Jakarta, Jumat (16/1), menanggapi disahkannya Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri yang baru dalam rapat paripurna DPR.

Inkonsistensi KPK ini dicontohkan Asep bagaiamana KPK sama sekali tidak pernah menyentuh putra bungsu mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas yang juga Sekjen DPP Partai Demokrat meski sudah selalu disebut-sebut di berbagai persidangan kasus korupsi bagaimana keterlibatan Ibas dalam beberapa kasus korupsi.

”Meski ada berbagai keterangan saksi di persidangan, KPK tidak pernah sekalipun memanggil apalagi  memeriksa Ibas. Namun dalam hal BG, meski belum pernah dipanggil apalagi diperiksa, tetapi langsung jadi tersangka. Ini ada apa ?” lontar Asep.

Ia pun mempertanyakan KPK mengapa hanya menetapkan BG sebagai tersangka, padahal ada belasan perwira polisi lain yang mempunyai rekening gendut sesuai penjelasan PPATK pada 2011 lalu. Asep lantas menduga bahwa ada seperti kekhawatiran khusus KPK terhadap BG kalau yang bersangkutan menjadi Kapolri. ”Pertanyaannya, kenapa harus takut KPK terhadap BG kalau menjadi Kapolri ? Toh salah satu tugas KPK memberantas korupsi termasuk korupsi di tubuh Polri,” tutur Asep.

Ia menambahkan, kenapa KPK tidak serius mengusut BG dalam kasus rekening jumbo ketika yang bersangkutan masih berpangkat bintang satu pada 2010 lalu, di saat PPATK mengumumkan adanya belasan perwira Polri mempunyai saldo jumbo direkeningnya. ”Kalau KPK takut mengusut rekening gendut kalau BG menjadi Kapolri, lantas bagaimana publik bisa berharap pemberantasan korupsi bisa berjalan ?” pungkas Asep. (ind/jdz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *