Nasib Tragis Seorang Katarina Seko

by -135 views

Katarina Seko, TKW berusia 15 tahun asal TTU, menjadi korban penipuan staf PJTKI Aula Arta, LH, yang merekrutnya untuk dikerjakan ke Negeri Jiran, Malaysia. Tiga tahun bekerja di Malaysia Timur, Katarina digaji 1.000 ringgit atau sekitar Rp 3 juta per bulan. Tragisnya, uang hasil keringatnya ludes ‘diperas’ LN. Ia akhirnya kembali dengan tangan hampa, tak ada satu sen pun di tangannya ketika tiba di Kupang. Menyedihkan. Bagaimana kisahnya?

Kepada media ini di ruang Komisi V DPRD NTT, Selasa (13/1/2015), Rina, begitu ia biasa disapa, berkisah, setelah pertemuan kilat dengan LH, staf PJTKI Aula Arta, di Kefa, yang menawarkan kerja di luar negeri dengan gaji tinggi, Rina langsung menyatakan iya. Tanpa izin orang tua, Rina langsung ke Kupang bersama LN. Setelah dua hari berada di Kupang untuk urusan dokumen seperti KTP dan Paspor, Rina langsung diberangkatkan ke Malaysia. “Awalnya saya bertemu dengan pa LN di Kefa. Dia bujuk saya untuk kerja di Malaysia dengan gaji tinggi. Saya mau dan kami langsung ke Kupang untuk urus KTP dan Paspor. Lalu, pada 15 Juni 2012, LH antar saya ke Malaysia dan serahkan ke majikan saya saat ini,” cerita gadis yang mengaku usianya di KTP dan Paspor dipalsukan dari 15 tahun menjadi 25 tahun.

Ia berkisah, setelah tiba di Malaysia, Rina yang masih terlalu kecil untuk memahami segala hal, percaya saja kepada LN, orang yang dianggap berandil mengubah nasib hidupnya. Sebelum kembali ke Kupang, LH dengan berbagai bujuk-rayu, meyakinkan Rina agar uang gaji hasil kerja kerasanya, bisa dikirim kepada orang tuanya melalui rekening LH di BRI Kupang. Rina yang masih sangat lugu dan polos saat itu, menuruti saja kemauan LN. LH pun meninggalkan No Rekeningnya sehingga memudahkan Rina untuk mentransfer uang kepada orangtuanya. Rina pun setiap bulan mengirim uang gajinya ke rekening LH dalam jumlah yang bervariasi hingga seluruhnya berjumlah Rp 90 juta lebih. “Saya transfer ke rekening LH itu sebanyak 15 kali dengan jumlah yang berbeda. Terakhir saya transfer tanggal 2 Januari 2015 sebelum saya cuti dan kembali ke Kupang,” tutur bungsu dari lima bersaudara ini.

Yang paling memilukan, ketika sampai di Denpasar, Bali, ia terpaksa harus kehilangan handphone karena sudah tidak ada uang lagi untuk membayar taxi. Akhirnya, sopir taxi menyita hp-nya. Tiba di Kupang, nasib tragis juga kembali dialami Rina. Gadis yang cuma tamatan sekolah dasar ini, lagi-lagi tidak bisa membayar taxi. “Uang saya habis untuk beli tiket jadi tidak bisa bayar taxi di Bali dan Kupang. Setelah tiba di Kupang, saya numpang taxi lagi karena tidak bisa hubungi keluarga karena hp sudah disita di Bali. Saya lalu naik taxi tapi karena tidak bisa bayar juga akhirnya saya harus nginap di rumah sopirnya dan koper saya pun disita. Keesokan hari saya dihantar ke rumah Pak Melky di Oesapa tanpa koper dan pakaian saya diisi di dalam tas kresek,” katanya.

Buntut dari nasib tragis yang dialami ini, Selasa (13/1/2015), Rina bersama kerabatnya, Melky Mbara, mengadukan masalah ini ke Komisi V DPRD NTT. Mereka diterima Ketua Komisi V Winston Rondo dan anggotanya. Kepada Komisi V, Melky menceritakan nasib pilu yang dialami Rina, terutama soal penipuan yang dilakukan LH, staf PT Aula Arta, yang ‘memeras’ Rina dengan cara mengirim uang gajinya ke rekeningnya. “Kami sudah lapor ke Polda NTT di bagian Human Trafficking untuk bisa mengusut masalah penipuan ini,” kata Melky. Menurutnya, pihaknya sudah ke BRI untuk mengecek uang yang ditransfer ke rekening LH dan sudah ada print out transaksi keuangan tersebut. Tapi saldonya hanya 98 ribu lebih. Karena setiap kali ditransfer, uang langsung ditarik melalui ATM dan juga ditransfer lagi ke dua orang lagi. Karena itu, kami datang ke bapa-bapa dewan untuk bisa membantu kami menyelesaikan masalah ini,” kata Melky.

Melky juga menjelaskan, ketika diberangkatkan ke Malaysia, PT Aula Arta ini tidak menyampaikan ke orangtua, bahkan umurnya pun dipalsukan dari 15 tahun menjadi 25 tahun. “Orang tuanya tahu setelah dia kembali ke Kupang saat ini,” ujarnya.

Setelah mendengar penjelasan Melky, Ketua Komisi V, Wisnton Rondo, mengatakan, apa yang dialami Rina adalah potret nyata eksploitasi tenaga kerja NTT dengan modus baru. “Komisi lima sedih dan sangat prihatin dengan apa yang dialami RIna. Kami akan bantu fasilitasi dan dampingi masalah ini. Kami segera bersurat ke Polda NTT untuk secepatnya menangkap Leksi Haning dan jaringannya, karena ini modus baru human trafficking di NTT. Tapi kami bersyukur ade Rina bisa kembali dengan selamat,” kata Winston, politisi Partai Demokrat ini.

Menurut Winston, kasus Rina ini akan mendapat perhatian khusus Komisi V, karena itu, ia meminta kepada Dinas Nakertrans NTT untuk segera mengecek keberadaan PT Aula Arta, apakah berstatus legal atau ilegal untuk diberi sanksi sesuai regulasi. “Kami akan secepatnya cek keberadaan PT Aula Arta untuk diberi tindakan,” kata salah satu Kabid Dinas Nakertrans yang hadir saat itu.

Wakil Ketua Komisi V, Muhamad Ansor saat itu juga langsung berkomunikasi dengan Wakapolda NTT, dan mendapat konfirmasi kalau Polda NTT siap memproses kasus ini, dan menangkap pelaku penipuan terhadap tenaga kerja dibawah umur ini. Ansor juga mengingatkan RIna, dan calon TKW lainnya agar modus baru ini harus diwaspadai untuk tidak diulangi lagi. “Jangan cepat percaya dengan orang yang berusaha lemah lembut tapi ada niat melakukan pemerasan,” tambah anggota Komisi V, Kasmirus Kolo. (josh diaz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *