Cipayung Desak DPRD NTT Bentuk Pansus Human Trafficking

by -136 views

Kupang, mediantt.com – Buntut tindakan pemukulan aparat Polda NTT terhadap aktifis mahasiswa dan pengrusakan Marga Siswa PMKRI Cabang Kupang, Selasa lalu, saat Senat Mahasiswa Unwira Kupang berunjukrasa ke Mapolda NTT terkait kasus human trafficking yang melibatkan Brigpol Rudy Soik, Rabu (4/12), puluhan mahasiswa Kelompok Cipayung yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat NTT Tolak Perdagangan Manusia, unjuk rasa ke DPRD NTT. Salah satu tuntutannya, mendesak DPRD NTT membentuk Pansus human trafficking.

Pantauan media ini, selain membawa bendera organisasi, bendera merah putih, para pengunjuk rasa juga membawa pamflet yang bertuliskan antara lain  “Bongkar Kasus Mafia Trafiicking di NTT, Copot Kapolda NTT, Tangkap Oknum Polisi yang menyerobot Marga PMKRI, Stop Bajual orang, Stop Kekerasan’.

Kelompok Cipayung yang terdiri dari PMKRI, GMKI, HMI, GMNI dan PMII Cabang Kupang itu, juga ikut bergabung LMND, Senat Universitas Katolik Widya Mandira, Senat Mahasiswa Universitas Kristen Artha Wacana  dan Senat FKIP Universitas Kristen Artha Wacana.

Dalam unjuk rasa itu, mereka juga melakukan aksi bakar ban dan bolkir jalan, hingga sempat membuat arus lintas di jalan utama macet. Arus kendaraan akhirnya dialihkan ke jalur lainnya.

Para mahasiswa secara bergantian melakukan orasi. Dalam orasi, mereka mengutuk tindakan aparat kepolisian yang secara represif melakukan kekerasan kepada mahasiswa. Bagi mereka, pemukulan oleh aparat kepolisian merupakan representase dari orde baru serta merupakan tindakan bandit yang mencoreng citra kepolisian.

Sesuai rencana mahasiswa akan berdialog dengan DPRD NTT guna meminta pertanggung jawaban pemukulan aktivis serta masalah trafficing yangdiduga melibatkan aparat kepolisian.

Koordinator umum pengunjuk rasa Amos Lapu dalam orasinya  meminta Kapolfda NTT bertanggugjawab terhadap masalah pemukulan mahasiswa dan penyerobotan marga siswa PMKRI cabang Kupang.

Dalam dialog dengan Komisi V DPRD NTT di Ruang Kelimutu, Kelompok Cipayung juga mendesak DPRD setempat DPRD NTT untuk membentuk panitia khusus (Pansus) penyelesaian masalah perdagangan manusia. “Kami minta DPRD menghadirkan Gubernur untuk menjelaskan masalah traffiking di daerah ini,” kata Amos.

Menurut Amos, masalah perdagangan manusia di NTT sudah melibatkan birokrat dan aparat penegak hukum sebagai mafia serta memuluskan perdagangan manusia di daerah ini. Namun, para pelaku ini masih lolos dari jeratan hukum, sehingga mereka masih leluas menjalankan praktek traffiking di daerah ini.

Mereka juga mendesak Kapolda NTT Brigadir Jenderal Endang Sunjaya untuk meminta maaf melalui media terkait aksi penyerangan marga PMKRI dan pemukulan mahasiswa saat melakukan unjuk rasa di Mapolda NTT. “Kami minta polisi menghentikan tindakan represif kepada mahasiswa yang melakukan unjuk rasa,” katanya.

Ketua Komisi V, Winston Rondo yang menerima para pengunjukrasa menegaskan pihaknya akan memanggil Kapolda NTT untuk menjelaskan kasus penyerangan Marga PMKRI oeh Polisi dan aksi pemukulan terhadap mahasiswa. “Rencananya, Besok, Kamis, 4 Desember 2014, kami akan hadirkan Kapolda NTT di gedung ini,” tegas Winston yang didampingi anggota Komisi V, Jimy Sianto.

Seperti diberitakan, Aksi damai menuntut pembebesan Rudy Soik yang dilakukan ratusan mahasiswa Universitas Khatolik (Unika) Widya Mandira Kupang,Selasa lalu, berakhir ricuh. Pasalnya kordinator aksi, Saturminus Djawa babak belur dihajar belasan anggota polisi yang berjaga di depan Mapolda NTT.

Dalam tuntutannya, para mahasiswa meminta Kapolda NTT mengusut tuntas mafia perdagangan orang yang diduga melibatkan perwira-perwira tinggi Polda, seperti Direktur Reserse Kriminal Umum Sam Kawengian serta Direktur Reserse Kriminal Khusus Mohamad Slamet yang menghentikan penyidikan kasus penjualan orang secara sepihak.

Awalnya, unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa berlangsung aman. Namun beberapa saat kemudian berubah menjadi kericuhan setelah mahasiswa membakar ban di depan Mapolda NTT. Aktivitas itu juga memacetkan lalu lintas di Jalan Soeharto, Kupang. Polisi kemudian mengejar mahasiswa untuk menghentikan aksi tersebut.

Saturminus Jawa menjadi bulan-bulanan aparat kepolisian. Untuk menyelamatkan diri, Saturminus berlari ke dalam markas PMKRI yang berada di depan Polda NTT. Anggota polisi terus mengejar hingga ke dalam markas PMKRI. Aksi itu mendapat perlawanan mahasiswa di PMKRI.

Ketua Presedium PMKRI St. Xaverius Kupang Juventus Kago menilai tindakan aparat kepolisian merupakan hal yang tidak beretika, karena memasuki rumah orang tanpa izin. “Kami akan menempuh jalur hukum, karena polisi telah melakukan pelecehan organisasi PMKRI,” tuturnya.

Kepala Bidang Humas Polda NTT Ajun Komisaris Besar Agus Sanjaya membantah polisi melakukan kekerasan terhadap mahasiswa dalam aksi unjuk rasa. “Kami hanya berupaya membubarkan aksi mahasiswa karena meresahkan masyarakat. Tidak ada tindakan kekerasan terhadap mahasiswa,” ujarnya. (jdz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *