Kupang, mediantt.com — Brigadir Rudy Soik yang kini sedang mendekam di Rutan Penfui, mengundang simpati kalangan mahasiswa. Selasa, 2 Desember 2014 kemarin, ratusan mahasiswa dari Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, menggelar unjuk rasa di depan Markas Kepolisian Daerah NTT. Mereka menuntut agar Brigadir Rudi Soik dibebaskan dari segala tuduhan.
“Kami mendesak Kapolda untuk membebaskan Rudy Soik sebagai penyidik Satgas Anti-Trafficking, karena semuanya itu direkayasa oknum petinggi Polda,” kata koordinator BEM Unika, Saturminus Jawa, Selasa, 2 Desember 2014.
Mereka juga meminta Kapolda NTT beserta jajarannya mengusut tuntas mafia perdagangan orang yang diduga melibatkan perwira-perwira tinggi Polda, seperti Direktur Reserse Kriminal Umum Sam Kawengian serta Direktur Reserse Kriminal Khusus Mohamad Slamet yang menghentikan penyidikan kasus penjualan orang secara sepihak.
Unjuk rasa mahasiswa yang awalnya berlangsung aman berubah menjadi kericuhan setelah mahasiswa membakar ban di depan Mapolda NTT. Aktivitas itu juga memacetkan lalu lintas di Jalan Soeharto, Kupang. Polisi kemudian mengejar mahasiswa untuk menghentikan aksi tersebut.
Saturminus Jawa menjadi bulan-bulanan aparat kepolisian. Untuk menyelamatkan diri, Saturminus berlari ke dalam markas PMKRI yang berada di depan Polda NTT. Anggota polisi terus mengejar hingga ke dalam markas PMKRI. Aksi itu mendapat perlawanan mahasiswa di PMKRI.
Ketua Presedium PMKRI St. Xaverius Kupang Juventus Kago menilai tindakan aparat kepolisian merupakan hal yang tidak beretika, karena memasuki rumah orang tanpa izin.
“Kami akan menempuh jalur hukum, karena polisi telah melakukan pelecehan organisasi PMKRI,” tuturnya.
Kepala Bidang Humas Polda NTT Ajun Komisaris Besar Agus Sanjaya membantah polisi melakukan kekerasan terhadap mahasiswa dalam aksi unjuk rasa. “Kami hanya berupaya membubarkan aksi mahasiswa karena meresahkan masyarakat. Tidak ada tindakan kekerasan terhadap mahasiswa,” ujarnya. (st)