Larantuka, mediantt.com – Kendati situasi di Lewonara dan Lewobunga, Adonara Timur, Flores Timur, sudah kondusif, namun sejumlah pihak mengharapkan agar perang tanding yang kerap terjadi di wilayah itu, segera diakhiri, karena tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
Kamis, 23 Oktober 2014 lalu, konflik horisontal antara warga Lewonara dan Lewobunga, yang sudah relatif aman, kembali bergolak. Satu rumah tinggal dan satu rumah kebun dibakar. Tidak ada korban jiwa dalam insiden itu namun situasi di lapangan sangat tegang.
Modus kejadian tersebut bermula pada Rabu (22/10/2014), ada sejumlah warga Riangbunga, Desa Lewobunga, mengambil hasil jambu mete di lokasi sengketa. Warga Lewonara pun turun ke lokasi. Mereka saling berkejaran dan terjadi pembakaran rumah milik warga Riangbunga. Hingga saat ini, situasi di wilayah konflik itu sudah kondusif.
Buntut dari pecahnya lagi konflik horisontal itu, warga yang bersengketa (Lewonara dan Lewbunga), secara sukarela menyerahkan sedikitnya ratusan senjata rakitan beserta peluru, dan anak panah, pada Jumat (24/10/2014).
Pengumpulan senjata dilakukan setelah Kapolres Flotim AKBP Dewa Putu Gede Artha bersama Dandim Flotim dan Asisten I Setda Flotim Abd Razak Jakra serta tokoh lainnya melakukan pendekatan dengan warga yang bersengketa dari hati ke hati.
Kapolres Flotim Putu Gede mengatakan, pengumpulan senpira dan jenis senjata lainnya berakhir pada Jumad, 24 Oktober 2014. Sedangkan pada hari Sabtu (25/10), polisi bersama TNI melakukan sweeeping dari rumah ke rumah. Jika ditemukan masih ada senpira di rumah warga yang bersengketa, maka polisi akan mengambilan tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Pendekatan persuasif dengan menghormati adat dan budaya setempat sudah kita lakukan. Jika masih ada senjata yang disimpan di rumah, maka kita akan ambil tindakan hukum,” katanya.
Ia menjelaskan, ancaman hukuman pidana maksimal terhadap pelaku yang melanggar UU Darurat pasal 12 adalah 12 tahun penjara. “Ini bukan untuk menakut-nakuti tapi sebagai penegakan hukum,” tegasnya.
Menurutnya, selain upaya penegakan hukum, penyelesaian hak ulayat tanah dikembalikan kepada pemerintah dan stakeholder yang berkompeten. “Pertemuan tokoh adat kedua belah pihak dapat menyelesaikan masalah. Kita berharap dalam waktu satu pekan ke depan, masalahnya bisa diselesaikan,” harap dia.
Perang tanding, kata dia, tidak dapat menyelesaikan persoalan, malah menambah penderitaan bagi masyarakat yang tidak terlibat secara langsung. “Apapun juga ke kekerasan tidak dapat menyelesaikan masalah. Masyarakat terutama anak-anak dan perempuan lebih menderita. Mereka bisa trauma dan tidak memberikan pendidikan yang baik bagi generasi ke depan. Hentikan perang dan mari kita jalan keluar untuk kebersamaan dan kemanusiaan,” katanya. (eman bataona)