TNI Tetap di Barak Menjaga Jarak

by -163 views

JAKARTA – Sudah lebih dari satu dekade Tentara Nasional Indonesia (TNI) berada di ruang yang baru di bawah supremasi sipil. Namun, godaan untuk kembali ke ruang lama tatkala mereka menjadi salah satu kekuatan dalam konstelasi politik praktis di Republik ini belum juga lekang. Orde Reformasi telah mengubah wajah TNI.

Di era demokrasi, TNI tak lagi diperkenankan berkecimpung langsung di jagat politik, jagat yang sejak Orde Lama mereka ramaikan. Puncaknya, lewat UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, mereka resmi dilarang berpolitik praktis. Mereka harus menjadi tentara profesional dan wajib mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi.

Tentu, tidak mudah TNI beradaptasi di ruang baru yang bertolak belakang dengan ruang yang lama. Namun, harus kita katakan, mereka relatif berhasil menyesuaikan diri. Selama 13 tahun sejak UU tentang TNI diberlakukan, mereka mampu menjaga jarak dengan politik praktis.

Secara institusional, TNI betul-betul telah kembali ke barak seperti yang dilakukan tentara di negara-negara demokrasi lainnya. Kendati begitu, bukan berarti godaan kepada TNI untuk kembali ke percaturan politik benar-benar sudah menghilang. Beragam rayuan terus saja berdatangan dari elite-elite politik untuk mengajak TNI kembali berpolitik.

Romantisme sejarah bahwa tentara pernah sangat diperhitungkan dalam perpolitikan negeri ini masih menjadi daya pikat. Politisasi TNI pun selalu bersemai, terutama ketika kita hendak menggelar hajat demokrasi, entah itu pilkada entah pemilu legislatif, apalagi pemilihan presiden.

Fenomena terakhir setidaknya menunjukkan hal itu, yakni ketika Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo melakukan sejumlah manuver yang oleh banyak kalangan dinilai sebagai manuver politik. Jenderal Gatot memang sudah membantah tudingan bahwa dirinya berpolitik praktis.

Sebagai panglima, ia mengaku berpolitik, tetapi yang ia mainkan politik negara. Namun, apa pun itu, kegaduhan akibat berbagai manuver Jenderal Gatot merupakan penegas bahwa TNI masih sangat rentan untuk dibawa kembali ke ranah politik yang sarat dengan keberpihakan.

Dilihat dari segala sisi, TNI amatlah seksi. Mereka bahkan boleh disebut sebagai organisasi terbaik di Republik ini. Mereka menguasai semua modal untuk berkuasa. Akan tetapi, kita sudah bersepakat untuk menempuh jalan demokrasi dalam berbangsa dan bernegara. Di alam demokrasi, tentara haram terlibat dalam perebutan kekuasaan.

Di alam demokrasi, tentara dilarang berbisnis dan harus tunduk di bawah supremasi sipil. Di alam demokrasi pula, tentara harus menempatkan kepentingan negara di atas segalanya. Artinya, di negeri ini, tak ada ruang sedikit pun bagi TNI untuk kembali berpolitik. Ruang itu hanya terbuka bagi mereka yang telah pensiun atau pensiun dini dan menjadi warga sipil.

Kita yakin, amat yakin, TNI masih dan akan terus menjunjung tinggi semangat reformasi yang membawa bangsa ini ke jalur demokrasi. Kita percaya, amat percaya, TNI mampu membentengi diri dari segala rayuan untuk kembali berpolitik. TNI telah berada di posisi yang benar.

Mereka ialah tentara pejuang, tentara yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di posisi tertinggi, jauh lebih tinggi ketimbang kepentingan lain. Biarkan TNI fokus pada tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara. Jangan menyeret mereka keluar barak untuk berebut kuasa. TNI harus terus berada di barak supaya dengan kuasa politik tetap berjarak.

Hari ini, TNI genap berusia 72 tahun. Kita ingin, dalam usia yang tak lagi muda itu, TNI semakin kuat, semakin sejahtera, dan terpenting semakin nyaman berada di bawah supremasi sipil. Selamat ulang tahun TNI! (miol/jdz)