Perlu Terobosan Baru Memberantas Korupsi

by -201 views

JAKARTA – Operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak pernah kehabisan mangsa. Awal pekan ini, panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tepergok menerima suap. Belum juga sepekan berlalu, giliran Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono tertangkap tangan dengan bentuk korupsi serupa.

Uang terduga hasil suap atau gratifikasi yang disita dari Tonny Budiono tidak kurang dari Rp20,74 miliar. Jumlah itu disebut-sebut sebagai hasil sitaan tangkap tangan terbesar oleh KPK. Sitaan terdiri atas uang tunai Rp18,9 miliar yang tersimpan dalam 33 tas, ditambah kartu ATM dengan sisa saldo Rp1,174 miliar.

Yang membuat geleng-geleng kepala, Tonny mengaku uang di 33 tas itu dikumpulkannya sejak 2016 dari berbagai proyek. Padahal, baru pada Oktober tahun lalu, polisi menggerebek Kantor Kementerian Perhubungan dan menangkap tangan sejumlah pelaku pungutan liar. Kala itu, Presiden Joko Widodo langsung mendatangi lokasi dan melontarkan peringatan keras bagi segenap aparat negara agar tidak main-main dengan uang rakyat.

Dari peristiwa itu terbentuk Satgas Sapu Bersih Pungli yang kemudian diikuti pembentukan tim serupa di seluruh daerah. Seperti kerbau bebal, sang pejabat Kemenhub tidak mengindahkan peringatan Presiden. Bahkan, ia bersama mitra kejahatannya memainkan modus transaksi suap yang tergolong baru.

Suap atau gratifikasi disetor ke rekening yang diduga menggunakan nama fiktif. Tonny Budiono mengakses dana itu dengan kartu ATM yang diserahkan kepadanya. Kita mengapresiasi kerja keras KPK yang mampu mengendus kejahatan para koruptor walau tikus-tikus itu menggunakan banyak modus.

Meski begitu, operasi yang terus-menerus membuahkan hasil sekaligus menunjukkan betapa pelaku korupsi sama sekali tidak gentar menghadapi ancaman hukuman. Mereka terus melaksanakan aksi menggerogoti uang negara. Kalaupun toh apes tertangkap, masih ada kemungkinan mendapat hukuman ringan seperti rata-rata vonis palu hakim di pengadilan tindak pidana korupsi.

Terpidana korupsi tinggal menjalani hukuman dan begitu keluar penjara, uang masih berlimpah. Masyarakat dan tetangga pun pemaaf. Asalkan sudah memenuhi syarat untuk bebas, lepas dari jeruji disambut dengan tepukan rebana dan selamatan. Tidak ada aib yang tersisa. Hidup juga masih sejahtera.

Sebuah siklus yang memberikan pelaku koruptor sejuta asa. Wajar bila koruptor merajalela tanpa jeda. Mau sampai kapan terus begitu? Langkah terobosan harus ditempuh. Pada 2002 lalu, pendirian lembaga antirasywah ialah terobosan itu. Lambat laun kita sadari KPK seperti kapal tunggal yang menjaring ikan di lautan luas.

Ini saatnya mengumpulkan para ahli untuk duduk bersama memikirkan terobosan baru, mencari solusi paling efektif memberantas korupsi. Ahli-ahli hukum pidana dan para hakim dimintai rumusan hukuman yang paling menjerakan. Mulai sanksi materi, fisik, hingga sanksi sosial.

\Mahkamah Agung harus menyerap rekomendasi para ahli dalam menyusun pedoman beperkara di pengadilan tipikor. Bila perlu, DPR dan pemerintah mengintegrasikan rekomendasi itu dalam peraturan perundangan. Kita sudah muak melihat tampang para koruptor. Negeri ini perlu amunisi baru dalam perang melawan korupsi. (miol/jdz)