Masih Boros, Pemerintah Diminta Berhemat

by -123 views

Jakarta, mediantt.com — Pemerintah selama ini dinilai hanya berani mengutak-atik anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), tetapi tidak betul-betul melakukan reformasi fiskal. Pemerintah dinilai masih boros, dan tidak bisa berhemat.
“Selama ini pemerintah hanya punya nyali mengutak-atik di APBN. Birokrasi senang sekali kalau ngutak-atik karena kepentingan dia tidak terusik,” ucap ekonom senior Institute for Development Economy and Finance (Indef), Ahmad Erani Yustika, kemarin.
Menurut Erani, pagu belanja birokrasi sebesar 23,5 persen dari APBN terlalu besar. Perhitungannya, jika APBN sebesar Rp 2.000 triliun, maka sekitar Rp 400 triliun lebih dari dana anggaran dikonsumsi untuk belanja birokrasi.
Dia mengatakan, pada 2004, SBY sebetulnya sudah cukup baik menjaga belanja birokrasi hanya 15 persen dari APBN. “Kan enggak lucu, kita punya anggaran, pengelola anggarannya dikasih lebih dari 15 persen. Mereka menjadi penghisap namanya. Makanya, kalau pemerintah benar-benar mau melakukan reformasi fiskal (secara) kafah, kurangi juga pagu itu,” imbuh Erani.
Erani berharap, pemerintah masih bisa melakukan penghematan. Belanja barang yang tinggi seharusnya bisa dikurangi. Honor-honor yang mencapai ratusan juta rupiah untuk eselon I dan II di kementerian/lembaga seharusnya dihemat.
“Cek di kementerian eselon I-II, satu bulan itu bisa dapat puluhan juta, Rp 50 juta-Rp 100 juta hanya dari honorarium kepanitian begitu kan. Itu yang kemudian menjadi ladang, rapat keluar kota ada uang jalan, hotel, yang gitu-gitu itu gede banget. Itu (rapat) kalau dipindahkan ke kantor, besar sekali penghematannya,” pungkasnya.

Sementara itu, Institute for Development Economy and Finance (Indef) memotret selama sepuluh tahun, postur belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami perubahan signifikan.
Ekonom senior Indef, Ahmad Erani Yustika menyampaikan, perubahan tersebut utamanya pada belanja birokrasi, subsidi energi, serta belanja modal.
Dalam seminar akhir tahun ‘Evaluasi dan Proyeksi Ekonomi Indonesia 2015’, Erani menekankan makin borosnya belanja birokrasi. Pada 2004, belanja birokrasi memakan 16,23 anggaran total APBN. “Pada 2013 belanja birokrasi mencapai 22,17 persen. Naik 7 persen,” kata Erani.

Erani mengatakan, belanja modal yang diharapkan lebih progresif justru hanya naik tipis dalam 10 tahun terakhir. Pada 2004 belanja modal sebesar 6,4 persen dari total APBN, dan pada 2013 lalu hanya mencapai 8,06 persen. Subsidi energi pada 2004 sebesa 16,2 persen dari total APBN, dan menjadi 20,89 persen pada 2013.
Erani agak sedikit optimistis ada perbaikan belanja subsidi energi, dengan keputusan Jokowi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, yang masih menjadi pertanyaan ke depan, lanjut Erani, beranikah pemerintahan membenahi postur APBN yang semakin tidak proporsional, utamanya belanja birokrasi yang boros. Diprediksikan pada 2015 nanti, belanja birokrasi bisa mencapai Rp 140 triliun.
“Belanja birokrasi naik besar. Tidak boleh dong. Oleh karenanya, kita tunggu reformasi fiskal, berani tidak pemerintah membenahi APBN lewat belanja birokrasi?” kata Erani. (kompas.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *