Pemprov NTT Sedang “Memeras” ASN Jadi Sumber Pendapatan Daerah?

by -152 views

KUPANG, mediantt.com – Kebijakan Pemprov NTT mengalokasikan anggaran Rp 4 miliar lebih untuk mengakomodir pembiayaan kredit kendaraan bagi ASN lingkup Pemprov, mendapat kritik keras dari Fraksi Demokrat DPRD NTT. Fraksi Demokrat menilai, kebijakan ini menunjukkan bahwa pemprov secara tidak langsung sedang “memeras” Aparat Sipil Negara (ASN).

Sikap kritis Fraksi Demokrat ini diungkapkan dalam Pemandangan Umum Fraksi terhadap Rancangan Perubahan APBD Provinsi NTT Tahun Anggaran 2019, pada Sidang paripurna, Rabu (7/8) malam.

Dalam pemandangan umum yang dibacakan juru bicara Leonardus Lelo, Fraksi Demokrat meminta pemerintah menjelaskan argumentasi logis dibalik alokasi anggaran Rp 4 miliar lebih untuk mengakomodir pembiayaan kredit kendaraan bagi ASN lingkup Provinsi NTT sebagai salah satu bentuk ekstensifikasi sumber pendapatan bagi Pemprov NTT. “Pemerintah secara tidak langsung sedang ‘memeras’ ASN untuk menjadi sumber pendapatan daerah dengan memberikan mereka kredit kendaraan,” kritik Fraksi Demokrat.

Demokrat juga menyoroti rencana peningkatan belanja pada Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja ini terutama terkait pembangunan fisik berupa gedung dan peralatan kantor yang cukup fantastis. Fraksi Demokrat mencontohkan rencana pembangunan gedung untuk Kejaksaan Tinggi maupun Palang Merah Indonesia, yang diusulkan melalui KUA PPS dialokasikan masing-masing sekitar Rp 5 miliar lebih melalui Badan Pendapatan dan Aset Daerah.

“Pembangunan fisik pada masa perubahan yang hanya berlangsung beberapa bulan saja dan juga memasuki musim penghujan akan sangat rentan terhadap mandeknya proyek tersebut. Catatan Fraksi Demokrat ini juga ditujukan pada sejumlah Dinas dan Badan yang baru merencanakan pembangunan fisik, baik gedung maupun infrastruktur pada masa perubahan anggaran ini untuk mempertimbangkan ketersedian waktu maupun faktor-faktor eksternal termasuk alam yang dapat menyebabkan gagal atau terhambatnya pelaksanaan proyek tersebut”.

Menurut dia, Fraksi Demokrat memahami niat pemerintah untuk pengadaan kendaraan operasional melalui Badan Pendapatan dan Aset Daerah senilai Rp 6 miliar lebih yang sebelumnya tidak dianggarkan pada anggaran murni. Pengadaan kendaraan operasional pernah dijelaskan pemerintah sebelumnya merupakan bantuan kendaraan operasional bagi FORKOMPIDA.

Menurut Fraksi Demokrat, langkah ini mungkin saja baik sebagai bentuk perhatian pemerintah dalam rangka kemitraan, tetapi belum tepat dengan kondisi keuangan daerah dan kebutuhan pembangunan bagi masyarakat. “Fraksi Demokrat memandang justru kita mendorong untuk melakukan efisiensi dengan membatasi pembelian kendaraan operasional serta penataan kendaraan-kendaraan operasional yang ada sehingga anggaran yang besar itu dapat dialokasikan untuk kepentingan pembangunan daerah yang masih dibutuhkan masyarakat,”.

Hindari Mekanisme Sinterklas

Fraksi Demokrat juga memberikan perhatian khusus pada sejumlah isu, antara lain, mengingatkan pemprov untuk menghindari ‘mekanisme sinterklas’ alias bagi-bagi program dan dana tanpa melalui pengkajian, perencanaan maupun mekanisme pembahasan dan penetapan program yang ada. “Kami mendapat informasi dari berita media yang tersebar luas kutipan langsung janji bapak Gubernur yang menjanjikan proyek maupun bantuan program Rp 100 miliar untuk masyarakat perbatasan Bajawa-Manggarai Timur, Rp 100 miliar di perbatasan Sumba Barat dan Sumba Barat Daya, Rp 100 miliar untuk rencana penutupan Pulau Komodo dan lain sebagainya. Ini angka yang fantastis, jumlahnya besar sekali, darimana sumber dananya, apakah sudah ada SIDnya atau feasibility study dan perencanaan yang matang?” sorot Demokrat.

Menurut Demorat, model pemerintahan seperti ini memang akan kelihatan populis di media dan medsos tapi sebenarnya old fashion, alias sudah ketinggalan zaman, semangat era ini adalah sebagaimana yang ditunjukan sangat baik oleh Presiden Jokowi saat ini adalah era pemerintahan yang mendasarkan seluruh proses pemerintahan dan pembangunan melalui sebuah tahapan perencanaan yang tepat, partisipatif dan berkelanjutan. Tidak sesukanya pemegang kekuasaan mengekspresikan keinginannya dengan menggunakan uang rakyat. “Kita justru harusnya memberikan pembelajaran kepada pemerintahan di bawah hingga ke desa untuk melakukan tata kelolah pemerintahan dan pembangunan yang lebih baik dan berkualitas”.

Apresiasi Tax Amnesty

Fraksi Demokrat juga mengapresiasi upaya pemerintah menaikan target pendapatan daerah dari Rp 5,34 triliun menjadi Rp 5,50 triliun atau sebesar 3,04 persen. Rencana kenaikan tersebut justru lebih besar dari hasil retribusi daerah sebesar 129 persen lebih atau sekitar Rp 39,44 miliar lebih.
Sementara itu, pada hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dimana pemerintah sudah melakukan investasi yang besar melalui BUMD yang dimiliki, target kenaikan hanya sebesar 1,58 persen. Pemerintah telah berupaya menempatkan orang-orang profesional mengelolah BUMD-BUMD tersebut dan didukung dengan biaya dan fasilitas yang baik, seharusnya juga diberikan target yang tinggi untuk memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah.

Selain itu, Fraksi Demokrat juga memberikan apresiasi kepada pemprov terkait langkah tax amnesty berupa penghapusan sanksi keterlambatan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor yang mungkin merupakan sebuah terobosan untuk menertibkan sumber pendapatan daerah.

Meski demikian, Fraksi Demokrat mengingatkan bahwa kebijakan tax amnesty ini bukan hal baru karena terobosan ini pernah dilakukan oleh Gubernur NTT sebelumnya melalui Pergub Nomor 32 tahun 2017 yang berlangsung selama tiga bulan dari 15 Desember 2017-16 Maret 2018.

“Karena itu alangkah baiknya pemerintah perlu belajar dari pelaksanaan maupun hasil evaluasi terhadap tax amnesty yang dilakukan periode lalu. Apakah tax amnesty ini memberikan dampak baik atau malahan kita mengajarkan masyarakat untuk tunggu saja jangan bayar pajak dulu karena nanti pasti ada tax amnesty berikutnya? Selain itu tax amnesty yang dilakukan berulang justru mengurangi pendapatan daerah. Kita perlu belajar dari daerah-daerah lain yang sudah melakukan tax amnesty yang sama terhadap pajak kendaraan bermotor seperti yang dilakukan pemerintah Jawa Barat pada 1 Juli hingga 31 Agustus 2018 maupun DKI Jakarta melakukan hal yang sama pada tahun 2018 lalu,” Demokrat mengingatkan.

Fraksi Demokrat juga meminta pemerintah menjelaskan kenaikan sangat besar terkait penerimaan pembiayaan. Penerimaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun 2018 yang cukup tinggi justru memperlihatkan kegagalan dalam tata kelolah keuangan dan pembangunan daerah. Meskipun pada satu sisi kita perlu memberikan apresiasi apabila SILPA yang tinggi itu terjadi karena upaya penyelamatan melalui efiensi atau penertiban tata kelolah maupun pemanfaatan keuangan daerah.

Di bagian lain, Fraksi Demokrat mempertanyakan program pengembangan benih kerapu sebanyak satu juta ekor pada Dinas Perikanan dan Kelautan yang menelan biaya sekitar Rp 7 miliar lebih di Wae Kelambu. “Kami memahami mungkin program-program seperti ini terkait janji politik Bapak Gubernur dan Bapak Wagub tetapi dalam pandangan Fraksi Demokrat, peluang kegagalan sangat besar. Karena itu Fraksi Demokrat menganjurkan agar pada tahap awal program ini dilakukan studi kelayakan yang memadai dan dilakukan dahulu uji coba secara bertahap setelah itu baru dilakukan intervensi besar-besaran sesuai mekanisme yang terencana”.

Kendati memberikan catatan kritis kepada pemerintah provinsi, Fraksi Demokrat menerima Rancangan Perubahan APBD Provinsi NTT Tahun Anggaran 2019, untuk di bahas. (jdz)