Putusan Praperadilan Setnov Preseden Buruk Peradilan, KPK Kecewa

by -211 views

JAKARTA – Tim Advokasi Pejuang Anti KorupsiĀ  menilai, putusan diterimanya praperadilan Setya Novaonro dinilai menjadi preseden buruk bagi lembaga peradilan dan hukum di Indonesia. Pasalnya, putusan tersebut dinilai bisa menjadi yurisprudensi (ajaran hukum melalui peradilan) bagi tersangka lainnya maupun bakal tersangka dalam kasus korupsi E-KTP.

Koordinator Tim Advokasi Pejuang Anti Korupsi Irvan Pulungan menjelaskan, Hakim Tunggal Cepy dalam pertimbangan hukum nya tidaklah memberikan argumentasi bahwa hukum seharusnya memenuhi unsur rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Hakim Cepy menurut dia, justru lebih banyak menyoroti tentang prosedural ditetapkannya seseorang tersangka oleh KPK yang harus sesuai dengan SOP dan ketentuan KPK lainnya.

Ia pun menilai, putusan tersebut tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat. Pasalnya, E-KTP menyangkut kepentingan orang banyak dan kasus korupsi tersebut menimbulkan kerugian negara yang mencapai Rp2,3 triliun, serta dilakukan secara berjamaah.

“Proses Penyelidikan, penyidikan yang dilakukan oleh KPK dan adanya Barang Bukti lebih banyak disoroti Hakim Cepy dalam pertimbangan Hukum nya. KPK harus segera memperbaiki kelemahannya jika ingin menetapkan seseorang menjadi tersangka dan segera menuntaskan kasus korupsi E-KTP ini yang dilakukan secara berjamaah,” ujar Irvan dalam keterangan tertulis, yang dikutip CNNIndonesia.com, Sabtu (30/9).

Putusan tersebut menurut dia, sudah pasti banyak menimbulkan dugaan negatif dan spekulasi di masyarakat, tekait independensi Hakim Cepy dalam mengambil putusan. “Kerugian besar yang muncul di masyarakat secara langsung akibat adanya kasus korupsi E-KTP adalah masyarakat sangat susah untuk mendapatkan identitas kependudukan, ini tidak menjadi pertimbangan hukum bagi Hakim Tunggal Cepy,” ungkapnya.

Ia pun berharap KPK tidak berhenti karena diterimanya praperadilan tersebut dan bertindak cepat mengeluarkan sprindik baru kepada Setya Novanto. KPK diharapkan dapat membongkar sampai tuntas korupsi E-KTP ini dan, sehingga ada kepastian hukum atas masalah korupsi E-KTP yang dilakukan secara berjamaah.

“Korupsi E-KTP ini merupakan kurupsi yang nilai kerugian negara terbesar sepanjang sejarah korupsi yg pernah terjadi di Indonesia dan dilakukan secara berjamaah,” jelasnya.

KPK Kecewa

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kekecewaannya atas putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tentang penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pimpinan dan tim Biro Hukum KPK telah membahas putusan PN Jakarta Selatan itu.

“KPK kecewa dengan putusan praperadilan ini karena semua bukti yang relevan, baik yang sifatnya formil maupun sifatnya materil bahkan ada rekaman yang kita juga minta diperdengarkan ditolak untuk diperdengarkan oleh hakim,” kata Febri kepada wartawan, Jumat (29/9).

Kendati demikian, Febri mengatakan, KPK tetap menghormati putusan tersebut. “Ada banyak sekali catatan yang sebenarnya bisa kita lihat proses praperadilan ini. Namun sebagai institusi penegak hukum KPK harus hormati produk dari institusi peradilan. Jadi sikap itu kita ambil, kita hormati produk dari peradilan tersebut,” ujar Febri

Dikatakan Febri, terkait pertimbangan hakim Cepi yang menilai KPK tidak memiliki bukti permulaan yang cukup saat menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka, KPK membantahnya.

“Sebenarnya kita sudah jelaskan, bahkan sejak dalam proses penyelidikan sebelum penyelidikan Irman dan Sugiarto sudah ada setidaknya tiga bukti yang kita miliki, juga beberapa dokumen dan surat-surat dan juga keterangan dari ahli,” kata Febri.

Artinya, menurut Febri bukti itu cukup untuk menetapkan Novanto sebagai tersangka. “Dari mulai penyelidikan dan penyidikan dari pihak-pihak lain apalagi proses persidangan. Tapi apapun itu secara institusional kita menghormati,” kata dia.

Menurut Febri, dalam sidang praperadilan itu, biro hukum KPK sempat meminta hakim untuk memutar rekaman peercakapan telepon yang menyebutkan sejumlah dugaan keterlibatan Novanto dalam pengadaan proyek e-KTP. Namun, hakim Cepi menolak rekaman tersebut diputar, karena melanggar asa praduga tak bersalah, bila dalam rekaman itu menyebutkan nama pemohon praperadilan, dalam hal ini Novanto.

“Bahkan KPK memiliki bukti yang lebih banyak dibanding yang kita sampaikan di praperadilan. Apakah itu kemudian dipandang tidak cukup oleh hakim praperadilan. Itu tentu salah satu poin yang kita cermati,” kata dia.

Febri menambahkan, KPK memiliki bukti-bukti korupsi proyek pengadaan e-KTP sejak proses penyelidikan sekitar 2013 lalu. “Proses penyidikan itu tentu untuk proses korupsi elektronik secara keseluruhan,” kata dia.

Lebih lanjut, Febri menegaskan, KPK akan membahas poin-poin yang menjadi catatan dalam proses sidang praperadilan Setya Novanto. “Kami akan bahas lebih lanjut dan hal tersebut tidak akan mengubah putusan yang sudah dijatuhkan,” kata Febri. (cnn/jdz)