Tak Boleh Ada Klaim Sepihak, Perbedaan Itu Realitas Yang Harus Diterima

by -190 views

Kupang, mediantt.com – Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya mengingatkan agar tidak boleh ada satu kelompok manapun mengklaim negara ini sebagai miliknya sendiri. Sebab, bangsa ini milik bersama, dan hendaknya menerima perbedaan sebagai realitas yang harus diterima.

“Nusa Tenggara Timur juga terlibat dalam seluruh perjuangan memerdekakan Republik Indonesia. Kemerdekaan merupakan hasil  kerjasama dan perjuangan seluruh anak bangsa. Karena itu, tidak boleh ada satu kelompok manapun mengklaim negara ini sebagai miliknya sendiri. Bangsa ini adalah milik bersama. Negeri ini diproklamirkan untuk semua,” tegas Gubernur Lebu Raya saat menyampaikan Orasi Kebangsaan pada acara Nusantara Bersatu di Alun-Alun Rumah Jabatan Gubernur, Rabu (30/11).

Dalam orasinya, Gubernur kembali menekankan pentingnya semangat kebersamaan dalam menjaga keutuhan dan kesatuan NKRI dengan berasaskan ideologi Pancasila. “Semangat gotong royong yang menjadi jiwa dasar Pancasila adalah perekat dan budaya bangsa ini. Gotong royong mengandaikan semangat saling menerima dan menghargai satu sama lain. Bergandengan tangan untuk membangun kehidupan yang lebih baik ke depannya,” jelas Lebu Raya mengutip Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 tentang Pancasila yang dapat diperas jadi satu sila (Ekasila) yakni Gotong Royong.

Gubernur juga mengungkapkan bahwa perbedaan merupakan realitas yang harus diterima. Namun perbedaan yang sudah disadari sejak awal oleh pendiri bangsa merupakan kekuatan besar yang mesti dijaga dan dipertahankan.

“Di manapun di seluruh dunia, selalu ada yang menyebut dirinya mayoritas dan minoritas. Di Republik Indonesia yang menjunjung tinggi demokrasi, mayoritas bukanlah menjadi jaminan dan minoritas bukanlah tirani. Mayoritas baru memiliki makna bila ia mengayomi dan melindungi minoritas. Tantangan yang sedang dan akan kita hadapi harus mendewasakan kita semua untuk menjaga kesatuan. Kita berdosa kepada pendiri dan pejuang bangsa bila mewariskan perpecahan kepada generasi berikutnya,” papar Gubernur, sembari mengajak masyarakat NTT untuk tetap menjaga semangat toleransi  sebagai suatu bentuk tanggung jawab sejarah karena Pancasila lahir di NTT.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Kyai Haji Hasyim Muzadi yang secara khusus hadir pada kesempatan itu,  kembali menegaskan bahwa  kemerdekaan Indonesia dibangun oleh semua agama. “Tidak boleh ada  agama manapun  yang  mengklaim diri sebagai satu-satunya yang memperjuangkan kemerdekaan. Pahlawan-pahlawan bangsa berserakan di seluruh negeri dari semua agama.Maka konsekuensinya, tidak boleh ada satu agama pun yang boleh mengambil alih  untuk dirinya sendiri tanpa keterkaitan dengan agama lainnya,” tegas Hasyim dalam orasinya.

Mantan Ketua PBNU itu menyatakan selalu ada potensi gangguan terhadap Nusantara Bersatu baik dari dalam maupun luar negeri.  Menurutnya, pintu masuk yang paling cepat untuk memecah kesatuan Indonesia adalah melalui konflik agama. “Konflik-konflik agama di Indonesia umumnya terjadi karena faktor-faktor non agama yang diagamakan oleh agama itu sendiri. Tokoh-tokoh agama memilki kewajiban untuk kembali menempatkan agama sebagai agama. Agama harus menjadi potensi negara bukan sebagai sumber masalah. Agama harus diletakan sebagai pegangan hidup dan keluhuran. Agama akan berkembang kalau menawarkan semangat humanisme. Tokoh-tokoh agama juga hendaknya terbuka untuk belajar ajaran agama lain. Saya selalu menghimbau kepada Penyelenggara Negara untuk menempatkan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara,” katanya, sembari mengingatkan agar kebenaran tidak diidentikan dengan mayoritas dan minoritas.

Ketua Sinode GMIT, Pendeta Merry Kolimon dalam kesempatan yang sama menyatakan, Indonesia adalah suatu fakta kemajemukan. Keberagaman adalah modal sosial bangsa. “Tidak ada warga kelas satu dan kelas dua dalam bangsa ini entah karena agama atau alasan apapun. Karena itu ketika kita menolak keragaman, kita sedang menolak menjadi Indonesia seperti komitmen awal para pendiri bangsa. Kami meminta kepada Presiden Jokowi Widodo untuk tetap menjadi Presiden  bagi seluruh rakyat Indonesia apapun latar belakangnya. Kami mendukung Presiden untuk tidak berkompromi dengan kelompok intoleran yang memiliki agenda-agenda terselubung,” kata  Merry sambil mengajak seluruh masyarakat untuk tetap menjadikan NTT sebagai Nusa Teladan Toleransi.

Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi NTT, Anwar Pua Geno  menjelaskan, tantangan dan ancaman terhadap integrasi Indonesia telah ada sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia dari kekuatan ekstrem dalam dan luar negeri. “Kita harus terus menyatukan tekad untuk tegas menolak segala paham dan arus radikalisme yang dapat menghancurkan persatuan Indonesia,” jelasnya sambil mengutip syair lagu Gebyar-Gebyar dari penyanyi Gomblo di akhir orasinya.

Acara Nusantara Bersatu di NTT itu diisi dengan curahan hati  tentang Indonesia yang damai dan bersatu dari seorang siwa SMPN 2 Kupang, Fetor Bijak Anakai, Puisi berjudul Suara Anak Tenggara dari dua orang siswa SMA St. Carolus Penfui, Doa Bersama dari lima pemuka agama dan diakhiri dengan pembacaan dan penandatangan  Seruan Bersama Pemimpin Agama Nusa Tenggara Timur.

Tampak hadir pada acara tersebut  Forkompinda Provinsi NTT, Uskup Agung Kupang, Ketua MUI NTT, Ketua PHDI NTT, Ketua Walubi NTT,pimpinan-pimpinan Ormas dan kepemudaan, pelajar, mahasiswa, ASN Lingkup Pemerintah Provinsi dan Kota Kupang serta masyarakat umum.  (hms/jdz)

Ket Foto : Gubernur NTT didampingi Ketua DPRD NTT dan Forkompinda pada acara Nusantara Bersatu di alun-alun RUmah Jabatan Gubernur NTT, Rabu (30/11).