Kualitas Bangunan Museum Seribu Moko Diragukan

by -141 views

Kalabahi, mediantt.com — Satu unit bangunan UPT. Museum Seribu Moko, pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Alor, baru selesai direvitalisasi. Jika dilihat dari arah luar, bangunan ini cukup megah, tetapi kualitasnya sangat diragukan. Sebab, beberapa kayu ben utama bangunan ini sudah patah. Dugaan kuat, jenis kayu yang digunakan untuk ben, bukan jenis kayu berkualitas.

Kasus ini terbongkar ketika sumber resmi yang tidak mau namanya ditulis hendak menulusuri bangunan yang baru selesai dikerjakan, dengan anggaran Rp 1 miliar lebih itu. “Kebetulan tukang yang kerja itu kita saling kenal. Saat saya berdiri di dalam, ada satu tukang diatas plafon sepertinya dia ada kerja. Karena ada bunyi-bunyi, jadi saya ikut naik di atas plafon. Disitu baru saya lihat ternyata kayu ben utama sudah patah,” cerita sumber itu kepada media ini, Sabtu (21/3/15).

Menurut dia, kayu yang patah itu, sepertinya mau dirahasiakan oleh kontraktor yang menangani proyek itu. Karena apabila kayu yang patah itu harus diganti, maka harus bongkar juga atap dan plafonnya. Sementara waktu pelaksanaan sudah mau selesai. “Ini proyek Rp 1 miliar lebih, terus waktu pelaksanaan mau selesai. Kalau harus bongkar, maka bongkar semua termasuk plafon, sementara plafon ini gypsum,” tambah dia.

Data yang dihimpun wartawan menyebutkan, proyek revitalisasi satu unit bangunan Museum ini dikerjakan kontraktor CV Cipta Perdana, Ali Hasan. Kasus ini sudah dilaporkan ke Polda NTT untuk diproses hukum.

Direktur CV. Cipta Perdana, Ali Hasan yang dikonfirmasi media ini membenarkan hal itu. Ali Hasan mengaku, beberapa kayu yang patah itu sudah dipasang behel. “Ia betul om….ada empat kayu ben yang patah, tapi kami sudah pasang behel jadi sudah kuat,” tuturnya.

Dia menyebutkan, proyek fisik bangunan Museum Seribu Moko yang dikerjakan selama 40 hari terpenuhi itu, total nilai anggaran sebesar Rp 1 miliar lebih. Akan tetapi, dari jumlah anggaran tersebut hanya 40 persen yang dianggarkan untuk fisik pekerjaan, sementara 60 persen dialihkan untuk pengadaan meubeler.

Menurut dia, jika ada informasi kalau total anggaran untuk fisik bangunan Rp 1 miliar lebih, itu tidak benar. “Anggaran memang Rp 1 miliar lebih, tetapi hanya 40 persen untuk fisik proyek bangunan. Sebagian besar anggaran untuk pengadaan meubeler seperti moko dan lain sebagainya. Ini kan namanya museum seribu moko, jadi moko harus banyak,” tandasnya.

Dia juga menjelaskan, setelah proyek bangunan tersebut selesai dikerjakan, kami melakukan penyerahan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Alor, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Namun demikian, proyek bangunan itu juga masih dalam masa pemeliharaan sampai penyerahan kedua. Dalam masa pemeriharaan itu, jika ditemukan kekurangan atau cacat pada bangunan yang telah selesai dikerjakan, maka dibenahi kembali. “Penyerahan pertama kami sudah lakukan bulan Desember 2014 lalu. Tapi saat ini masih dalam masa pemeliharaan. Masa pemeliharaan sampai dengan bulan Maret 2015,” katanya.

Proyek fisik tersebut, tambah dia, dikerjakan sudah sesuai dengan spek yang ada. Jenis kayu yang digunakan ialah kayu kelas satu lokal yakni ampupu. “Kayu diambil di tempat penampungan, kita di Alor ya pakai kayu jenis itu, habis mau pakai kayu apa lagi,” ujarnya. (joka)

Ket Foto : Salah satu unit bangunan Museum Seribu Moko Kalabahi yang baru selesai dikerjakan, tapi ada beberapa kayu ben utama sudah patah. Kualitasnya diragukan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *