10 Napi Bakal Dieksekusi Serentak

by -118 views

JAKARTA – Terpidana mati gembong narkoba yang dieksekusi dalam waktu dekat hampir pasti berjumlah 10 orang. Sebab, kepolisian sudah menyiapkan 130 personel untuk terlibat dalam regu penembak.

Sesuai dengan ketentuan, satu regu penembak terdiri atas 13 orang. Yaitu, satu komandan regu dan dua belas anggota. Satu regu penembak bertugas menembak seorang terpidana mati. Bila ada 130 personel regu penembak atau 10 regu penembak, sangat mungkin terpidana mati yang akan dieksekusi berjumlah 10 orang.

Wakapolri Komjen Badrodin Haiti menjelaskan, 12 anggota itu akan dibekali sepucuk senjata laras panjang. Tiga senjata berisi peluru tajam dan sembilan lainnya berisi peluru hampa. ’’Satu komandan tidak perlu senjata laras panjang,’’ katanya setelah sidang kabinet paripurna di kompleks istana kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/3).

Dia menambahkan, satu regu penembak itu akan dibantu tim pengaman. Total jumlahnya 120 personel. ’’Jadi, yang kami siapkan seluruhnya sekitar 250 personel,’’ ungkap calon Kapolri yang sudah diajukan presiden ke DPR tersebut.

Para personel polisi yang akan dilibatkan dalam proses eksekusi itu kini sudah stand by. Mereka yang direkrut dari lingkungan Polda Jawa Tengah tersebut sudah berada di Nusakambangan.

Sementara itu , Jaksa Agung M. Prasetyo menuturkan, pemindahan terpidana mati terus dilakukan hingga seluruhnya berada di Nusakambangan. Dia tidak bisa memastikan lamanya waktu pemindahan tersebut. ’’Kami belum bisa sebut waktu. Yang penting semua pindah dulu,’’ ujarnya.

Soal kemungkinan eksekusi dilakukan tiga hari setelah pemindahan, Prasetyo menegaskan bahwa sampai saat ini waktu pelaksanaan eksekusi belum diputuskan. Rencananya, waktu eksekusi diputuskan saat seluruh terpidana mati telah berkumpul di penjara dengan tingkat keamanan supermaksimum itu. ’’Kalau sudah sampai Nusakambangan, baru diambil keputusan waktu terbaik eksekusi,’’ katanya.

Yang pasti, saat ini sudah ada tujuh terpidana mati di Nusakambangan. Tiga di antara mereka baru datang kemarin, yakni duo Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran serta terpidana mati asal Nigeria Raheem Abagje. ’’Pemindahan dilakukan dini hari. Berarti kurang terpidana mati dari Palembang, Jogja, dan Tangerang,’’ terangnya.

Masalahnya, pemindahan terpidana mati lain sangat mungkin terhambat. Sebab, ada sejumlah terpidana mati yang berupaya menghindari eksekusi dengan menempuh jalur hukum. Misalnya, Mary Jane, terpidana mati di Lapas Jogja asal Filipina yang mengajukan peninjauan kembali (PK).

Ada pula terpidana mati asal Prancis Sergei Areski Atlaoui yang juga mengajukan PK. Bahkan, ada sejumlah terpidana mati yang mengajukan gugatan PTUN atas keputusan presiden (keppres) yang menolak grasi. Setelah duo Bali Nine, Raheem Abagje juga mengajukan gugatan PTUN.

Apakah proses hukum terpidana mati itu akan membuat Kejagung menunda eksekusi? Prasetyo menyatakan, pihaknya butuh waktu untuk melihat kondisi. ’’Kita lihat nanti, semua harus dipelajari. Kami juga harus berhati-hati,’’ terangnya.

Namun, Kejagung tidak akan tinggal diam atas semua langkah terpidana mati. Kejagung berencana menyurati Mahkamah Agung (MA) dan pengadilan negeri (PN) yang menerima pengajuan PK. ’’Surat itu tentu untuk menjelaskan semuanya,’’ ujarnya.

Sementara itu, tim kuasa hukum duo Bali Nine Leonard Arpan Aritonang mengungkapkan, kliennya tidak terkejut saat diminta pindah ke Nusakambangan. ’’Yang terpenting, pemerintah mau menghormati opsi hukum yang masih terbuka bagi Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Sama seperti pernyataan sebelumnya, pemerintah seharusnya tidak melaksanakan eksekusi mati saat proses hukum yang ditempuh masih berlanjut,’’ jelasnya.

Sementara itu, pengacara terpidana mati Raheem Abagje, Utomo Karim, menyayangkan rencana Kejagung untuk mengeksekusi Raheem. Sebab, selain pihaknya masih mengajukan gugatan PTUN, sebenarnya ada masalah dalam identitas Raheem. ’’Raheem itu nama palsunya, bukan nama asli. Saya lupa siapa namanya,’’ ungkapnya.

Jadi, dulu saat masuk ke Indonesia, Raheem menggunakan paspor palsu dari Spanyol dengan nama Raheem. Nama dalam paspor palsu tersebut kemudian digunakan dalam semua putusan mulai pengadilan negeri hingga grasi. Dengan itu, sebenarnya objek hukum dalam keppres penolakan grasi tersebut salah. ’’Seharusnya masalah ini diklirkan lebih dahulu,’’ tegasnya.

Karena itu, Utomo berharap eksekusi mati terhadap Raheem ditunda. Sebab, kesalahan identitas tersebut bisa menimbulkan masalah di kemudian hari. ’’Ada yang cacat dalam rencana eksekusi ini,’’ ujarnya.

Raheem yang sudah beberapa tahun ditahan di Lapas Madiun ternyata telah memiliki seorang kekasih. Pacar Raheem berinisial A menjelaskan, Raheem itu memang bukan nama asli. ’’Tapi, saya tidak ingin menyebutkannya,’’ ujarnya lantas terdengar menangis dalam pembicaraan melalui telepon.

Dia mempertanyakan alasan eksekusi terhadap Raheem. Padahal, pemerintah sama sekali tidak pernah mengecek perilaku lelaki asal Nigeria tersebut. ’’Cek dong di Lapas Madiun. Saking baiknya si Raheem, ada petugas lapas yang menangis karena Raheem akan dieksekusi,’’ ungkapnya.

Bahkan, dia telah berupaya menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta. Namun, apa mau dikata, upaya tersebut gagal. ’’Saya berupaya dengan cara apa pun, tapi belum menemukan solusi,’’ paparnya. (jp/jk)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *