Program Desa Ramah Perempuan Masuk Alor

by -145 views

Kalabahi, mediantt.com – Sabtu (21/2/2015), bertempat di Aula LSM Lendola, Konsorsium Global Concern (KGC) dan Kopel Indonesia menggelar sosialisasi Program Desa Ramah Perempuan, melibatkan para pekerja media dan LSM di Kabupaten Alor. Ini menunjukkan bahwa Desa Ramah Perempuan mulai masuk Kabupaten Kenari, Alor.

Fasilitator Daerah, KGC dan Kopel Indonesia, Answar Razak, mengatakan, Permendagri Nomor 13 Tahun 2007, tentang penyelenggaraan perlombaan desa/kelurahan, menegaskan bahwa perlombaan desa dilaksanakan mulai dari tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan Nasional, dengan indikator kriteria yang telah ditentukan sesuai aturan dalam Permendagri itu.

“Khusus perlombaan antar desa, Program Desa Ramah Perempuan mulai dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2015. Dengan penilaian perlombaan dilakukan dengan membandingkan data dari tingkat perkembangan desa selama dua tahun terakhir, berdasarkan data profil desa/kelurahan sesuai indikator penilaian,” katanya.

Menurutnya, dalam studi yang dilakukan oleh KGC dan Kopel Indonesia, menunjukan bahwa pemahaman masyarakat desa, khususnya para perempuan desa sangat minim tentang lomba desa. Bahkan, bisa dikatakan mereka tidak mengetahui lomba desa yang dimaksud sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2007. Meski demikian, masyarakat desa baik para perempuan maupun para aparat desa, menginginkan adanya keterlibatan mereka dalam lomba tersebut. Dengan harapan, potensi-potensi desa mereka dapat dilihat sebagai salah satu indikator yang bisa menjadi keunggulan mereka dalam lomba desa.

Merujuk pada hal itu, KGC dan Kopel Indonesia, bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Alor mengintegrasikan beberapa kriteria Desa Ramah Perempuan ke dalam kriteria lomba desa. Pemkab Alor juga akan menyelenggarakan lomba desa dengan salah satu indikator yang akan dinilai adalah kebijakan desa yang memberikan kenyamanan dan perlindungan terhadap perempuan.

Ia menyebutkan, kriteria Desa Ramah Perempuan yakni, jumlah kematian ibu bersalin dan bayi yang rendah, jumlah kematian bayi rendah, akses perempuan ke sarana kesehatan yang mudah, lingkungan rumah tangga yang bersih dan sehat, jumlah rumah tangga yang memanfaatkan pekarangan untuk toga dan dapur hidup lebih banyak. Akses informasi yang mudah bagi perempuan dengan tersedianya penyuluh kesehatan, pertanian dan kamtibmas juga tersedia perpustakan desa dan internet kecamatan. Adanya peningkatan jumlah anak perempuan yang mengakses pendidikan menengah dan perguruan tinggi.

Selain itu, ada juga kriteria lain seperti perempuan miskin aktif dalam kelompok sosial, ekonomi dan budaya. Perempuan memiliki usaha mandiri, perempuan mudah mengakses modal usaha pada lembaga ekonomi penyedia modal, adanya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan desa. Jumlah kasus KDRT yang rendah serta desa memiliki aturan tertulis atau tidak tertulis tentang perlindungan perempuan dan anak.

Ketua LSM Lintas Khatulistiwa, Pontius Wali Mau berpendapat, salah satu kriteria perempuan miskin aktif dalam kelompok sosial, ekonomi dan budaya perlu ditinjau kembali. “Menurut saya, kata perempuan miskin sebaiknya dirubah menjadi perempuan kurang mampu. Karena kalau kita sebutkan perempuan miskin, sepertinya kurang sopan,” ujarnya.

Pemred Tabloid Mahensa, Efraim Lamma Koli berpendapat, kriteria tersedia perpustakan desa dan internet kecamatan juga sebaiknya tidak perlu termuat. “Desa Ramah Perempuan di desa/kelurahan pasti beda dengan di kota. Karena itu, jangan sampai kehadiran internet tidak difungsikan dengan baik,” katanya. (joka)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *